Pt.2

1.2K 150 19
                                    

Hampir satu bulan semenjak kedatangan guanlin, hanya ada beberapa perubahan kecil, seperti kelas yang semakin ramai karena siswa perempuan lebih memilih kelas II A daripada taman sekolah yang lebih luas saat jam istirahat. Yah, semua orang apa penyebabnya. Guanlin pun sudah mulai berinteraksi dengan beberapa orang siswa laki-laki, kelihatannya mulai akrab dengan mereka.

Tapi, hanya satu yang belum berubah sampai saat ini. Hubungan antar guanlin dan jihoon yang seolah masih terhalang oleh tembok tebal, setebal-tebalnya. Guanlin masih dingin kepada jihoon, dan jihoon yang masih berusaha meruntuhkan dinding es antara guanlin dan dirinya. Tapi kali ini tidak terlalu ketara, ia lebih memilih cara diam dan perlahan.

Sekotak bekal sudah biasa jihoon temukan tergeletak di tong sampah. Jinyoung bilang jihoon adalah orang paling bodoh, sudah sangat jelas bahwa dirinya ditolak sebelum bertindak, tetapi ia tetap bertahan dengan usahanya yang... Sia-sia. Mungkin

"Jadi, dibuang lagi ya. Apa aku berhenti saja ?"

Sebenarnya, kalimat itu sudah setiap hari ia ucapkan dan kenginan untuk berhenti pun sudah ada. Tapi, entah apa yang membuatnya tidak sadar dan akan memutuskan untuk menaruh bekalnya ke laci meja guanlin. Bodoh kan ?

Bukan tanpa alasan jihoon memutuskan untuk membuatkan bekal makanan untuk guanlin, karena setiap hari yang ia lihat adalah guanlin yang meringkuk memegangi perutnya seperti menahan sakit. Dugaan pertama dari jihoon adalah guanlin sakit maag, jihoon ingin sekali mendekati guanlin dan memberikan beberapa obat yang ia punya. Tapi... Ah sudahlah tidak perlu dibahas.

-

Jam istirahat hari ini, seperti biasanya. Jihoon akan memilih makan bekalnya di kelas sambil memperhatikan guanlin, ajakan temannya untuk makan di kantin sekolahan tidak ia hiraukan. Ia hanya ingin memandangi guanlin seperti ini.

"Tumben dia tidak bergerak dari tidurnya. Dia tidak apa-apa kan ?"

Jihoon mengernyit heran karena tidak biasanya guanlin diam saja seperti itu. Setidaknya ia akan sedikit bergerak untuk menyentuh perutnya. Hanya sebentar, sepenuhnya jihoon khawatir guanlin kenapa-kenapa. Dan selanjutnya memberanikan diri untuk menghampiri pemuda dingin itu untuk memeriksa keadaan guanlin.

"Guan, kau tak apa ?"

"..."

"Guanlin, apa kau ba- Ya tuhan guanlin !"

Jihoon sepenuhnya kaget dan khawatir karena yang didapatnya sekarang adalah guanlin yang pingsan dengan wajah yang pucat pasi. Tanpa pikir panjang, jihoon dengan sigap membopong gualin ke ruang kesehatan, tetapi yang di dapat ruangan kesehatan kosong tanpa perawat yang biasanya selalu siaga berjaga di tempat itu.

Dengan rasa cemas yang luar biasa, jihoon kembali membopong tubuh yang lebih tinggi darinya itu susah payah keluar gerbang sekolahan untuk membawa guanlin kerumah sakit, entah biaya dari mana untuk berobat guanlin di rumah sakit nanti, itu urusan belakangan katanya.

"Taksi !"

Nasib baik berpihak kepadanya, dirinya dan guanlin baru saja sampai didepan gerbang sekolah dan tidak sampai satu menit, taksi kosong kebetulan sedang lewat.

"Ke rumah sakit terdekat pak, tolong"

Untung saja ia mempunyai sedikit uang yang sebenarnya adalah uang terakhirnya dibulan ini disakunya, setidaknya cukup untuk membayar taksi sampai ke rumah sakit.

Sesampainya dirumah sakit, perawat yang ada di rumah sakit tersebut segera membantu jihoon untuk membawanya ke ruang periksa.

"Apa anda keluarganya ?"

Simple (PanWink) (✔️)Where stories live. Discover now