Sebuah Awal

1.8K 27 0
                                    

"Semalam ke mana, Ra?"

Sapaan yang sebenarnya adalah pertanyaan menyambut Lira saat membuka pintu ruang kerjanya. Seorang pria tampan duduk dengan tenang di atas sofa ruang kerja Lira. Membuat si pemilik ruangan mengerutkan kening, terkejut.

"Semalam ke mana?"

Pertanyaan itu kembali diulang karena mendapati wajah tidak mengerti Lira.

"Sebentar," Lira menggaruk kepalanya yang mendadak gatal, "apa yang kau lakukan di sini?"

"Dan kenapa berpakaian seperti ini?"

Lira menambahkan pertanyaannya saat tidak mengerti apa yang dilakukan seseorang di dalam ruang kerjanya sementara kunci ruangan ini ia pegang. Pakaian pria ini yang adalah pakaian lari semakin membuat tanya besar dalam benaknya.

"Aku yang bertanya di sini, sayang."

Menyilangkan kakinya, pria itu menyandarkan punggung ke sandaran sofa seolah memang tidak ada yang keliru dengan perbuatannya.

Lira yang masih berdiri di tempatnya mendesah lelah, ia tidak pernah menang bila harus berdebat dengan pria yang menyandang status sebagai salah satu orang penting dalam hidupnya itu.

"Aku pulang."

Setelah meletakkan tas di atas meja, Lira menuju meja di sisi lain yang memang disediakan untuk menyimpan makanan dan minuman yang biasa ia makan jika tidak sempat istirahat. Mengambil sebotol air mineral untuk kemudian di serahkan kepada tamu tak diundang yang sejak Lira melangkah masuk sudah mengawasi setiap gerak-gerik perempuan itu.

"Apa?"

Lira bertanya tidak nyaman saat mendapati pandangan menyelidik dari pria di hadapannya.

"Kalau kau pikir aku kabur karena bertemu dengan dia, aku tidak melakukan itu."

Pernyataan itu membuat lawan bicaranya sedikit lebih rileks, terlihat dari bagaimana senyum jenaka kembali menghiasi wajah rupawan di hadapannya.

"Jadi, bisa jelaskan bagaimana kau masuk ke sini dengan masih mengenakan pakaian lari?"

Pandangan menuntut di depannya membuat pria itu terkekeh, merasa lucu karena bagaimanapun berusaha, perempuan di depannya ini tidak pernah bisa menunjukkan raut mengintimidasi pada lawan bicaranya.

Bagaimana bisa mengintimidasi bila semua lawan bicaranya akan langsung bertekuk lutut menyatakan ketertarikan secara terbuka begitu memandang wajah cantik dengan tatapan lembut itu.

"Brian!"

Bahkan merajuk saja tampak begitu manis. Bagaimana Tuhan begitu sayang pada perempuan ini hingga memberikan setiap orang mudah merasakan suka pada salah satu makhluk ciptaannya ini.

"Jangan lupa aku juga bekerja di tempat ini dan memiliki semua akses kunci ruangan yang ada di sini."

Jawaban bernada santai itu membuat Lira mendengus.

"Kadang aku suka lupa, kamu itu lebih mirip bagian keamanan dua puluh empat jam dari pada bos pemilik perusahaan."

Brian kembali tertawa saat mendapati Lira menggerutu. Merasa ditertawakan Lira bangkit dari duduknya, kesal karena pria di depannya selalu saja menjadikan dirinya sebagai bahan tertawaan.

Langkah Lira terhenti mendapati lengan kirinya yang di genggam dengan lembut.

"Aku mau kerja."

Berusaha menarik lengannya yang tertahan,

"Saya masih jadi karyawan. Kalau anda lupa."

Perkataan Lira membuahkan decakan tidak suka dari orang di hadapannya.

Eternal LoveWhere stories live. Discover now