"Keparat!" Sinwoo langsung berlari ke arah Paris. Dia tidak butuh senjata, ia yakin mudah saja menghabisi perempuan seperti Paris.

Paris membuka pintu mobil dengan cepat lalu mendorong paksa Sehun untuk masuk. Setidaknya pria itu akan aman di sana.

"Hei, hei." Sehun mencoba protes, namun Paris langsung menutup pintu mobil dan menekan tombol kunci dari kunci mobil Sehun yang tadi dia ambil dari tangan pria itu.

Paris sibuk melawan satu persatu para orang suruhan tuan Hwang sementara Sehun menyaksikan dari dalam. Han Paris gila, dia tidak berpikir kalau udara di dalam mobil sangat sedikit hingga Sehun mulai kesulitan bernafas.

Sehun bergidik ngeri saat melihat bagaimana Paris membantai satu persatu para orang suruhan itu. Gadis itu bergerak lincah menendang dan meninju para pria itu tanpa memedulikan jika kakinya tidak terbungkus apapun.

"Gadis itu benar-benar monster," gumam Sehun tanpa sadar saat semua agen pembunuh itu tumbang.

Paris berlari cepat ke arah mobil kemudian membuka pintunya. "Kau tak apa?" tanyanya cepat.

Dia tidak salah bertanya kan? Seharusnya Sehun yang menanyakan itu. Namun Paris terlihat baik-baik saja, jadi Sehun hanya mengangguk kaku.

"Akan kutelepon supirku--"

"Jangan. Kita harus segera lari dari sini. Para agen lain akan segera datang."

Tanpa memberikan kesempatan bagi Sehun bicara, Paris langsung menarik pria itu keluar dari mobil kemudian mengajaknya berlari ke arah kota. Setidaknya tidak akan ada yang berani melakukan penyerangan di tempat ramai.

Sehun hanya mengikuti Paris berlari tanpa bicara apa-apa. Ia juga tidak protes ketika tangannya sampai saat ini masih berada dalam genggaman Paris.

Namun sejurus kemudian matanya teralih turun pada telapak kaki Paris. Gadis itu berlari dengan kaki kosong di atas aspal.

"Paris, kakimu."

"Jangan pedulikan aku, terus berlari. Aku tidak sanggup melawan lagi jika yang lain datang."

"Aku cukup pandai berkelahi," sahut Sehun.

"Kau pikir aku akan membiarkan mereka menyentuhmu?"

Sehun terdiam. Sebenarnya ada banyak ucapan-ucapan Paris yang tergolong manis jika gadis itu memakai konsep yang benar. Sayangnya, Sehun paham makna setiap perkataan gadis itu. Pasti tidak jauh-jauh dari, 'aku harus memastikan kau selamat sampai Jeno yang menghabisimu dengan tangannya'.

"Ironis sekali. Kau melindungiku dari pembunuh untuk memberikan aku kepada pembunuh yang lebih kejam."

Paris tidak peduli. Ia malah mempererat genggamannya pada Sehun lalu berlari semakin kencang.

Mereka baru berhenti setelah sampai di tengah keramaian kota. Paris melepaskan genggamannya pada Sehun kemudian mulai berjalan pelan di depan Sehun.

Sehun memperhatikan gadis itu yang agak tertatih. Ia bahkan bisa melihat beberapa luka di telapak kaki Paris saat ia melangkah.

"Kakimu terluka," ujar Sehun.

"Aku tahu."

Sehun berdecak jengkel. Bagaimanapun ia berusaha baik, Paris tetap tidak akan peduli. Gadis itu terlalu batu.

"Kau bisa... bisa naik ke punggungku jika--"

"Lebih baik kuletuskan kepalaku daripada harus melakukan hal menjijikkan itu," potong Paris cepat.

"Sialan," maki Sehun pelan. Ia menelan bulat-bulat kekesalannya.

Sehun ikut berhenti saat Paris duluan menghentikan langkahnya. Gadis itu mengarahkan pandangannya ke arah claw machine yang sedang ramai dikerubungi beberapa orang gadis muda berseragam SMA, sementara satu orang laki-laki dengan seragam yang sama sedang berusaha menangkap satu boneka.

Yang awalnya mereka memekik girang, bersorak-sorak mendukung teman lelaki mereka, pada akhirnya erangan kekecewaan yang terdengar. Bonekanya kembali jatuh sebelum mencapai tempat keluar.

"Bodoh," ejek Paris pelan.

Tetapi Sehun bersumpah, ia bisa melihat kedua sudut bibir gadis itu terangkat. Paris tengah tersenyum meski beberapa peluh mengalir bebas di wajahnya. Untuk sesaat, ia terlihat seperti gadis sembilan belas tahun lainnya.

Paris kembali melanjutkan langkahnya. Matanya tak berhenti menatap beberapa toko yang mereka lewati. Semua itu tak luput dari pengamatan Sehun yang berjalan di belakang Paris. Bagaimana gadis itu berjalan tertatih tanpa alas kaki serta gaun yang robek, terkadang tersenyum melihat beberapa boneka lucu yang dipajang di balik dinding kaca, atau balas menatap aneh orang-orang yang memandangnya dengan sorot mencela.

Namun sejurus kemudian mata Sehun terbelalak saat ia melihat ada darah yang menetes dari ujung gaun Paris. Ia segera memperceat langkahnya kemudian memutar tubuh gadis itu. Persetan jika Paris akan memakinya.

"Darah dari mana itu?" tanya Sehun sambil menelisik seluruh tubuh Paris.

"Oh," sahut Paris santai. Ia memegang pinggangnya. Ada sebuah sayatan sekitar lima sentimeter di sana yang merupakan sumber darah. "Pisau salah satu bedebah itu mengenai pinggangku. Bisa kubalut di rumah."

Paris baru akan berjalan lagi, namun Sehun langsung mencegat lengan gadis itu. "Ada sebuah rumah sakit di dekat sini. Kita singgah untuk membalut lukamu."

Paris menatap Sehun lumayan lama lalu tersenyum tipis. "Tidak perlu." Ia menepis tangan Sehun kemudian lanjut berjalan.

"Aku akan memanggil taksi kalau begitu."

"Hm... kau panggil saja taksi lalu pulang duluan. Aku akan menyusul."

Rahang Sehun mengeras karena emosi. Bagaimanapun ia membenci Paris, tentu tidak bisa ia membiarkan gadis itu kenapa-kenapa lalu mati. Selain karena Paris telah menolongnya tadi, nyawa Ayahnya dan Jira pasti akan terancam jika Paris sampai mati. Bisa jadi Lee Jeno akan semakin geram dan langsung menghabisi tawanannya.

Baru saja Sehun hendak mencegat Paris lagi, gadis itu sudah duluan tumbang lalu jatuh begitu saja ke trotoar. Beberapa orang di sekitar sana memekik kaget melihat seorang gadis dengan dandanan acak-acakan tiba-tiba tergeletak pingsan di sana.

NUMBTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon