PROLOG & CHAPTER 1:

316K 21.1K 5K
                                    

Finally, setelah sekian lama akhirnya cerita ini berhasil aku tamatkan. Awal mula nulis di tahun 2016, kemudian berkali-kali unpublish karena merasa nggak sreg sama ide ceritanya. Berkali-kali revisi sampai nemuin ide yang tepat.

Pancarona bisa dibilang salah satu cerita paling spesial buat aku. Kamu bakal tahu alasannya ketika baca.

5 Januari 2021, novel ini akan segera buka pre-order, siapin tabungannya biar kebagian! 

Merchandise-nya juga bakal unik-unik. Aduuu, agak deg-degan ngepost ini, semoga kalian suka ya. Selamat membaca.

----

PROLOG:

Ketika berbicara tentang masa muda. Kamu akan teringat akan banyak hal. Tentang musik melankolis yang sering direkues ke radio untuk menjadi teman tidur setiap malam. Tentang menemukan teman-teman sefrekuensi dan membuatmu lupa akan seluruh masalah di rumah. Tentang kisah cinta mendebarkan yang akan membuatmu bermimpi indah. Ketika dewasa, maka kamu akan sadar bahwa kenanganmu di masa muda adalah sebuah pengalaman paling berharga, harta karun yang tidak akan ternilai harganya.

Masa muda adalah ketika kamu bisa tertidur tenang karena tidak harus memikirkan cicilan yang harus segera dibayarkan. Masa ketika kamu boleh bertindak senakal-nakalnya dan dapat dimaklumi oleh standar moral sosial dengan alasan, "namanya juga masih remaja". Masa ketika kamu bisa tertawa tanpa beban, karena hidup masih ditanggung orangtua.

Aku sengaja mengabadikan masa mudaku dalam tulisan ini. Merangkum semuanya, agar suatu hari nanti aku akan membacakan ke cucuku nanti atau kalau beruntung. Ceritaku akan dibaca oleh banyak orang. Segala yang baik boleh diambil, segala yang buruk bisa dijadikan pelajaran.

Silakan dinikmati, tolong resapi tulisannya perlahan dan mari kita mulai dalam hitungan ketiga.

---

CHAPTER 1


Namaku Rima, Rima Anjani. Ketika menulis cerita ini aku sudah berumur tiga puluh satu tahun dan memiliki seorang anak dari seorang suami yang begitu kucintai. Aku menulisnya tepat di pertengahan bulan 2020. Tahun yang begitu sulit, tahun yang berjalan seperti mimpi. Satuan waktu seolah tidak berlaku saat ini. Terkadang hari terasa cepat, kadang juga begitu lambat.

Semua orang bekerja dari rumah.

Semua orang terpaksa berlindung di dalam rumah karena ada serangan virus di luar sana yang begitu membahayakan. Hei, ini bukan cerita fiksi ilmiah ya, takut kalau kamu jadi salah sangka. Di tahun ini ada begitu banyak hal buruk terjadi secara bertubi-tubi. Banyak musisi tanah air meninggal dunia, bencana alam beruntun, hingga yang terparah adalah virus pandemi yang melumpuhkan seluruh aktivitas manusia.

Tapi ada baiknya juga, aku jadi menemukan hobi baru yaitu membaca dan menulis. Jadi aku akan mencoba untuk menuliskan kisah hidupku, ditemani oleh anakku yang kini berusia satu tahun dan sudah bisa berbicara 'Mama-Papa', namanya Lea. Ada juga tanaman monstera yang membuat mood-ku jadi lebih baik setiap paginya, dan suami yang sedang memasak. Ah, aku nggak akan memberitahu siapa nama suamiku. Kamu harus mencari tahu sendiri di ujung cerita.

Aku akan segera memulai ceritanya.

Barangkali akan lebih baik kalau aku bercerita terlebih dahulu tentang masa kecilku.

****
Kata Ibu, arti namaku yaitu perempuan yang ramah. Aku dilahirkan di Rumah Sakit Umum Abdul Muluk, hari Rabu, 26 April 1990 pukul setengah dua pagi. Tentu saja aku masih mengingat semuanya, tanggal kelahiranku sengaja ditempel di sebuah dinding besar supaya Ibu terus mengingat hari ulang tahunku, hari yang selalu aku tunggu karena akan dapat hadiah sekaligus kue. Aku tinggal di sebuah kompleks gang bernama Gang Buntu, rumahku tepat di paling ujung, bercat putih dengan pohon mangga dan sawo di taman. Di rumah itu juga, Ibu membuka warung jajanan.

PANCARONAWhere stories live. Discover now