DRONA - Guru Pandawa & Kurawa

Começar do início
                                    

Guru Drona

Legenda tentang Drona sebagai guru besar dan kesatria tak terbatas pada mitologi Hindu saja, namun dengan kuatnya memengaruhi tradisi sosial India. Drona memberi inspirasi perdebatan tentang moral dan dharma dalam wiracarita Mahabharata.

Drona pergi ke Hastinapura dengan harapan dapat membuka sekolah seni militer bagi para pangeran muda dengan memohon bantuan Raja Dretarastra.

Pada suatu hari, ia melihat banyak anak muda, yaitu para Kurawa dan Pandawa yang sedang mengelilingi sumur. Ia bertanya kepada mereka tentang masalah apa yang terjadi, dan Yudistira, si sulung, menjawab bahwa bola mereka jatuh ke dalam sumur dan mereka tidak tahu bagaimana cara mengambilnya kembali.

Drona tertawa, dan menasihati mereka karena tidak berdaya menghadapi masalah yang sepele. Yudistira menjawab bahwa jika Sang Brahmana (Drona) mampu mengambil bola tersebut maka Raja Hastinapura pasti akan memenuhi segala keperluan hidupnya.

Sebagai usahanya, Pertama Drona melempar cincin kepunyaannya, mengumpulkan beberapa mata pisau, dan merapalkan mantra Weda. Kemudian ia melempar mata pisau ke dalam sumur seperti tombak. Mata pisau pertama menancap pada bola, dan mata pisau kedua menancap pada mata pisau pertama, dan begitu seterusnya, sehingga membentuk sebuah rantai.

Perlahan-lahan Drona menarik bola tersebut dengan tali. Dengan keahliannya yang membuat anak-anak sangat terkesima, Drona merapalkan mantra Weda sekali lagi dan menembakkan mata pisau itu ke dalam sumur. Pisau itu menancap pada bagian tengah cincin yang terapung kemudian ia menariknya ke atas sehingga cincin itu kembali lagi. Karena terpesona, para bocah membawa Drona ke kota dan melaporkan kejadian tersebut kepada Bisma, kakek mereka.

Bisma segera sadar bahwa dia adalah Drona, dan keberaniannya yang memberi contoh, ia kemudian menawarkan agar Drona mau menjadi guru bagi para pangeran Kuru dan mengajari mereka seni peperangan.

Drona merupakan guru militer yang mengajari Pandawa dan Kurawa.

Drona mendirikan desa pendidikan, Gurukul dan semua pangeran dari Hastinapura dibawa kesana untuk didik.

Selama di Gurukul ini, Drona memfavoritkan Arjuna sebagai murid kesayangannya. Gara- gara favoritin Arjuna, Drona sampai tega menolak Ekalavya/ Ekalawya dan Karna jadi murid.

Ekalawya adalah seorang pangeran muda dari suku Nishadha, yang datang mencari Drona karena minta diajari. Drona tidak mau menerimanya karena ia tidak berasal dari golongan Warna (kasta) kesatria. Ekalawya tidak terkejut, kemudian memasuki hutan, dan ia mulai belajar dan berlatih sendirian, dengan sebuah patung tanah liat menyerupai Drona dan ia sembah.

Dengan menyendiri, Ekalawya menjadi kesatria dengan kehebatan yang luar biasa, setara dengan Arjuna.

Pada suatu hari, seekor anjing menggonggong saat ia serius melakukan latihan, dan tanpa melihat, sang kesatria menembakkan panah lalu menancap di mulut anjing tersebut. Para Pandawa melihat anjing itu lari, dan heran karena ada yang mampu melakukan perbuatan tersebut.

Mereka melihat Ekalawya, yang mengaku bahwa ia adalah murid Drona. Drona kaget karena merasa tidak memiliki murid seperti Ekalawya. Kemudian Ekalawya menjelaskan bahwa setiap hari ia belajar dengan patung yang menyerupai Drona yang ia anggap sebagai guru.

Karena merasa prestasi Arjuna akan tersaingi, Drona meminta agar Ekalawya mempersembahkan daksina (balas budi) kepada sang guru sebagai tanda bahwa pelajarannya telah sempurna. Daksina yang diminta Drona adalah ibu jari Ekalawya Ekalawya pun memotong jarinya sendiri sehingga ia tidak bisa lagi menggunakan senjata panah. Dalam Mahabharata ANTV dikisahkan saat Ekalawya memotong ibu jarinya disaksikan langsung oleh Arjuna, Duryudhana dan Aswatama.

Karna yang ingin belajar di bawah bimbingan Drona juga ditolak dengan alasan bahwa Karna tidak berasal dari kasta kesatria. Karena merasa terhina, Karna belajar kepada Parasurama dengan menyamar sebagai brahmana.

Setelah para pangeran selesai pendidikannya (dalam Cerita Mahabharata Antv pendidikan tersebut diselesaikan dalam 12 tahun), para tetua mengadakan rangbhoomi atau kompetisi mempertunjukkan kebolehan.

Arjuna dinobatkan sebagai pemanah terhebat oleh Drona. Karna yang tidak setuju kemudian menantang Arjuna, tapi hasilnya seri. Sebelumnya Karna dinobatkan sebagai Raja Kerajaan Agga agar posisinya (kasta) sama dengan para pandawa.

Kisah selanjutnya Drona kemudian meminta dakshina (balas budi sebagai guru) kepada para pangeran Hastinapura yaitu Kurawa dan Pandawa.

Dakshina yang diminta tersebut adalah menawan Raja Drupada hidup hidup sebagai bentuk balas dendam Drona kepada Drupada. Pada peristiwa ini Kurawa dan Pandawa sekaligus berkompetisi siapa yang bisa menangkap Drupada, kelompoknyalah yang bisa menduduki tahta Hastinapura selanjutnya. Jika Kurawa yang berhasil maka Duryudhana yang bisa jadi putera mahkota, sebaliknya jika para pandawa yang berhasil maka Yudhistira yang jadi putra mahkota.

Duryodana, Dursasana, Wikarna, dan Yuyutsu mengerahkan tentara Hastinapura untuk menggempur Kerajaan Panchala, sementara Pandawa pergi ke Kerajaan Panchala tanpa angkatan perang.

Arjuna menangkap Drupada dan membawanya ke hadapan Drona. Drona mengambil separuh dari wilayah kekuasaan Drupada, dan separuhnya lagi dikembalikan kepada Drupada. Aswatama anaknya diangkat sebagai rajanya.

Dengan dendam membara, Drupada melaksanakan upacara untuk memohon anugerah seorang putera yang akan membunuh Drona dan seorang puteri yang akan menikahi Arjuna. Maka, lahirlah Drestadyumna, pembunuh Drona dalam Bharatayuddha, dan Putri Drupadi, yang menikahi Arjuna dan para Pandawa.

Dengan perantara Basudewa Krisna pada akhirnya Drona dan Raja Drupada berbaikan dan melupakan dendam masing masing.

Perang Di Kurukshetra

Drona diangkat menjadi pemimpin perang setelah Bhishma jatuh dan kalah.

Saat perang di Kurukshetra berkecamuk, Drona menjadi komandan pasukan Korawa. Ia merencanakan cara yang curang untuk membunuh Abimanyu pada pertempuran di hari ketiga belas.

Sebelum perang, Drona pernah berkata, "Hal yang membuatku lemas dan tidak mau mengangkat senjata adalah apabila mendengar suatu kabar bencana dari mulut seseorang yang kuakui kejujurannya".Berpedoman kepada petunjuk tersebut, Basudewa Kresna memerintahkan Bima untuk membunuh seekor gajah bernama Aswatama, nama yang sama dengan putera Guru Drona.

Bima berhasil membunuh gajah tersebut lalu berteriak sekeras kerasnya bahwa Aswatama mati. Drona terkejut dan meminta kepastian Yudistira yang terkenal akan kejujurannya.

Yudistira hanya berkata, "Aswatama mati". Sebetulnya Yudistira tidak berbohong karena dia berkata kepada Drona bahwa Aswatama mati, entah itu gajah ataukah manusia.

Gajah bernama Aswatama itu sendiri sengaja dibunuh oleh Pendawa agar Yudistira bisa mengatakan hal itu kepada Drona sehingga Drona kehilangan semangat hidup dan Kurawa bisa dikalahkan dalam perang Bharatayudha.

Drona meninggal setelah kepalanya dipenggal oleh Drestadyumna putra Raja Drupada

Kisah Tokoh Tokoh MAHABHARATAOnde histórias criam vida. Descubra agora