Part 1. Sabda Pandita Ratu

27.8K 3.2K 168
                                    

Hari minggu dan hujan adalah sesuatu yang sempurna untuk tidur sepanjang hari. Terutama ketika perut sudah kenyang oleh sarapan lezat buatan Mama tercinta, dan tidak ada agenda kerja yang harus segera dilakukan. Tetapi tentu saja, itu hanya menjadi wacana yang tidak pernah terlaksana apalagi begitu Mama tercintanya mulai bertitah.

"Sama Papa aja ah, Ma. Ami mau tidur." Jawab Ameera saat Mamanya memintanya untuk menemaninya pergi kondangan.

"Papa lagi masuk angin."

"Ya udah sih, Ma, nggak usah dateng."

Mamanya berdecak. "Memenuhi undangan itu wajib hukumnya. Apalagi Tante Isma ini temen baik Mama di arisan. Dulu pas nikahan semua kakakmu, beliau juga datang. Malah sampe nginep di rumah bantu-bantu. Kalau..."

"Ya, Maaaaa. Ami mandi duluu."

Mamanya adalah wanita yang paling tidak bisa di lawan di rumah ini. Titahnya adalah mutlak dan tidak bisa di ganggu gugat. Tidak ada satu pun yang bisa melawan Mama. Bahkan Ameera sendiri, sang putri bungsu dan satu-satunya anak perempuan keluarga Wiranata.

Ameera adalah anak bungsu dari empat bersaudara. Tiga kakaknya semua sudah menikah dan tidak lagi tinggal di rumah, jadi hanya Ameera satu-satunya korban kepemerintahan ibunya yang sewenang-wenang itu. Sebenarnya, Ameera sudah sejak lama ingin tinggal sendiri, tetapi ijin dari orangtuanya tidak pernah keluar terutama dari Papanya. Jadilah saat ini dia terus menjadi sasaran empuk kediktatoran Mamanya.

Bukannya Ameera tidak menyayangi Mamanya, bukan itu. Dia sangat mencintai orangtuanya. Mereka adalah orangtua terhebat yang pernah ada yang telah berhasil membesarkan keempat anaknya dengan luar biasa. Tetapi Mamanya adalah seperti Mama-Mama kebanyakan yang luar biasa bawel dan tukang perintah. Ameera tidak akan menjadi Mama seperti itu nanti.

"Pakai rok, Amiii!!" Lengkingan Mamanya terdengar dari luar kamar begitu Ameera membuka lemarinya seolah beliau tahu Ameera baru saja memutuskan akan memakai celana jeans.

Ameera memutar bola matanya. Mama dan indera keenamnya yang jarang sekali meleset. Setengah mendesah, ia meraih rok batik sebatas lutut dan kebaya pendek untuk atasannya. Itu adalah satu dari sedikit rok kepunyaan Ameera. Kebanyakan adalah hasil dari 'kejahatan' para kakak iparnya yang bersekongkol dengan Mama untuk membelikannya rok.

Hal lain yang mengganggunya adalah keharusan untuk berdandan. Dandan baginya hanyalah memakai pelembab, bedak, dan lipgloss. Itu saja. Tetapi hari ini, ibu ratu pasti akan menceramahinya panjang lebar dan mungkin justru akan mendadaninya jika ia tidak berdandan. Maka akhirnya, dengan segala kerendahan hati, Ameera meraih lipstick keramatnya yang selalu ada di laci paling bawah meja riasnya dan memoleskan benda jahanam itu ke bibirnya.

Sesaat setelah memoleskan lipstick berwarna pink fanta itu ke bibirnya, Ameera terpaku menatap wajahnya di cermin. Hanya satu olesan lipstick dan wajahnya terlihat lebih cantik dari biasanya. Apa lipstick selalu sehebat itu?

Bayangan Angga yang menatapnya takjub saat ia memakai lipstick mencolok tiba-tiba terlintas di benak Ameera. Selama ini dia selalu tampil tanpa make up dan selalu bercelana panjang. Pekerjaannya sebagai seorang designer interior membuat kantornya tidak terlalu kaku dalam berpakaian. Semua karyawan bebas memakai jeans dan kemeja. Apa mungkin jika ia sedikit berdandan, Angga akan lebih memperhatikannya?

"Ameeraaa Jelitaaa, what are you doing theree??"

Ameera melempar lipsticknya dan secepat kilat meraih dompet dan kunci mobil sebelum ibu ratu mulai bernyanyi. 'Nyanyian' Mamanya adalah hal terakhir yang ingin dia dengar. Seolah tidak puas dengan omelan berbahasa Indonesia, Mamanya yang memang keturunan penjajah itu akan mengomel panjang lebar dalam bahasa Belanda meskipun dia sama sekali tidak tahu apa yang dibicarakan Mamanya.

Haunted by Mr. Brownies (Tersedia Cetak Dan Ebook)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt