Chapter 1

10 2 1
                                    

Langit yang cerah, angin yang berhembus lembut, secangkir kopi dan dua lembar roti panggang dengan keju yang terlihat lezat di atas piring berwarna putih. Sungguh suasana yang sempurna untuk menyambut pagi hari di bangku luar dari sebuah kafe.

Tapi bagiku, selain suasana pagi yang cerah, sarapan dengan kopi dan roti itu hanyalah sebuah formalitas. Memang aku suka minum kopi dan roti panggang , tetapi itu dulu. Bagiku kini kedua makanan itu seperti berkurang kelezatannya lebih dari 50 persen. Ditambah lagi itu tak bisa membuatku benar-benar kenyang.

Sambil meminum kopi, aku membaca sebuah majalah yang disediakan oleh kafe ini. 

"Luna, kenapa setiap kali sedang makan wajahmu seperti mengatakan 'aku tak suka ini'?"

Temanku Mei bertanya khawatir. Walaupun dikatakan teman, aku baru mengenalnya tiga minggu lalu saat aku pindah kemari. Karena kondisiku yang berbeda dengan orang kebanyakan, aku harus pindah rumah setiap beberapa tahun sekali.

Mei memiliki rambut panjang berwarna coklat terang yang selalu diikat kucir kuda dengan sebuah pita berwarna hitam. Warna kulitnya agak kecoklatan.

"Mungkin perasaanmu saja deh. Aku baik-baik saja kok. Makanannya juga enak"

Aku membalas kata-katanya sambil berusaha tersenyum agar Mei tak curiga padaku. 

"Ya sudah kalau begitu. Tapi menurutku kau benar-benar harus merubah raut wajahmu yang terkesan terlalu datar itu"

Setelah mengatakan itu, Mei melanjutkan memakan sarapannya yang memiliki menu yang sama denganku. Aku tahu kalau dia mengkhawatirkanku, tapi bagi diriku yang sekarang itu sulit. Aku sudah lupa bagaimana caranya mengeluarkan senyuman yang sesungguhnya. 

"Tak bisa janji tapi akan kuusahakan"

Setelah aku berkata, Mei malah menatapku semakin tajam, sampai-sampai aku menghentikan gerakanku yang hendak menggigit roti panggangku yang terakhir.

"Kata-kata dan raut wajahmu sepertinya tidak serasi deh. Jangan coba-coba meremehkan diriku yang bekerja sebagai seorang konselor ini!"

Aku sampai lupa kalau Mei bekerja sebagai seorang konselor di sebuah sekolah menengah atas.

"Haah... Bagaimana aku bisa semakin dekat denganmu kalau kau begini terus... Ah aku tahu! Kau tak bekerja pada hari minggu kan? Bagaimana kalau kau ikut denganku minggu ini?"

Aku bekerja sebagai pustakawati di sekolah menengah yang sama dengan tempat Mei bekerja. Karena itu perpustakaan khusus sekolah, perpustakaan itu tutup pada hari minggu dan tanggal merah lainnya. Begitu juga konselor.

"Ikut denganmu? Kemana?" Tanyaku penasaran.

"Kolam renang" Jawab Mei dengan wajah yang berseri-seri.

Sebelum sempat aku menjawab tawarannya, Mei langsung  kembali berkata dengan nada semangat.

"Kau tak usah khawatir, bukan kolam renang umum kok. Kalau kolam renang umum pasti akan sangat penuh kalau kita pergi di hari libur. Kita ke kolam renang pribadi milik bibiku. memang tak seluas kolam renang umum, tapi tetap menyenangkan. Kau ikut ya..!"

Melihat dan mendengar Mei berkata dengan senang dan semangat begitu... aku sampai tak tega menolaknya. Aku menjawab dengan anggukan kecil.

"Sip! Nanti aku akan menjemputmu ya. Tentu saja malam harinya akan ku hubungi dulu untuk memastikan sekali lagi. Tentu saja aku berharap kau tak berubah pikiran"

Setelah itu kami menghabiskan sarapan kami masing masing dan bergegas menuju tempat kerja kami (Kami bekerja di sekolah menengah yang sama, tapi tempatnya berbeda). Kafe tempat kami sarapan ini hanya berjarak 6 rumah dari Sekolah menengah atas tempat kami bekerja, jadi kami hanya perlu berjalan kaki.

Sambil berjalan, kami kembali mengobrol.

"Luna, bagaimana kalau nanti siang kita makan siang bareng lagi? aku tahu tempat makan yang tidak kalah lezatnya dari kafe tadi"

Kafe tempat kami sarapan tadi memang direkomendasikan oleh Mei. Kemarin dia mengajakku untuk sarapan pagi bersama di sebuah kafe, karena itu tadi kami sarapan berdua.

"Boleh saja"

Aku menjawab.

"Oke, nanti kutunggu di gerbang ya. Tentu saja kalau kau yang duluan keluar, tunggu aku di gerbang"

Sambil mengobrol, tak terasa gerbang utama sekolah sudah terlihat. Sebuah gerbang besar tapi tak terlalu tinggi yang sering menjadi saksi bisu para siswa yang terkunci diluar karena terlambat datang. Gerbang ini ditutup pada jam setengah delapan. Karena sekarang masih jam tujuh lebih dua puluh menit, gerbang ini masih terbuka lebar.

Setelah kami melewati pintu gerbang dari tempat tujuan kami, kami langsung berpisah. Ruang Konselor tempat Mei bekerja mengambil jalan ke kanan, sedangkan perpustakaan tempatku bekerja mengambil jalan ke kiri. 

Tepat sebelum aku membuka pintu perpustakaan, telepon genggamku berbunyi. Aku mengambil telepon genggam yang kusimpan di saku kemejaku dan melihat nama penelepon yang tercantum di layar. Ternyata itu adalah telepon dari teman lamaku, aku pun mengangkat telepon tersebut.

  ----------------------------------------------------------------------------

TBC 









Immortal ProjectWhere stories live. Discover now