03

996 140 1
                                    

Busan, 2006.

Kak Aleena tidak dimasukan ke sekolah umum karena ia butuh beberapa waktu untuk kembali bersosialisasi. Ia akan gemetar hebat ketika berada di tempat ramai dan menangis secara tiba-tiba. Sampai umur kami sudah cukup untuk masuk junior high school, Kak Aleena akan home-schooling.

Aku sempat merajuk agar Kak Aleena ikut sekolah bersamaku. Tapi, sayangnya, Ayah menolak itu dengan tegas. Ia bilang, "Jungkook tak ingin kan kalau Kak Aleena sakit? Jadi, Jungkook harus mau jika Kak Aleena sekolah di rumah."

Aku yang tak mau Kak Aleena sakit hanya bisa menerima hal itu. Toh, hanya sampai sekolah dasarku tamat saja. Lantas Kak Aleena akan masuk ke sekolah yang sama denganku. Kita juga akan seangkatan karena Ayah berencana membuat kami sekelas.

Ia berpesan padaku jauh sebelum rencana itu terealisasikan, "Kalau di sekolah, Jungkook harus menjaga Kak Aleena, ya. Tidak boleh nakal." Pun aku dengan senang hati mengangguk.

Hari ini, sepulang sekolah, aku sudah begitu tak sabar menemui Kak Aleena. Aku berlari menuju kamarnya yang juga merupakan kamarku. Aku yang meminta pada Ayah untuk membuat kamar kami menjadi satu.

"Kak Aleena!" pekikku riang sambil memeluk tubuhnya. Kak Aleena terkekeh pelan sambil mengusap rambutku. Aku selalu suka saat Kak Aleena melakukan hal itu. Dia begitu lemah lembut dan cantik!

"Lho? Kok pipi kakak basah? Kakak habis menangis?"

Kak Aleena tersenyum kecil lalu mengangguk. Kak Aleena itu paling tidak bisa bohong padaku. Mungkin karena ia percaya anak kecil seperti diriku takkan mengatakan hal ini pada Ayah dan Ibu. Bukannya aku tak tahu beban hati Kak Aleena, aku hanya tak ingin menambah beban itu dengan bercerita pada Ayah dan Ibu lantas membuat Kak Aleena tak enak hati.

"Kenapa? Ada yang jahat pada kakak? Siapa?"

"Tidak ada. Kakak hanya merindukan orang tua kandung kakak."

Aku tahu Kak Aleena mau menangis lagi karena matanya berkaca-kaca. Aku memilih duduk di sisinya setelah meletakan tasku di lantai.

"Menangis saja, Kak. Aku akan meminjamkan bahuku pada kakak."

Kemudian, Kak Aleena segera memelukku dan menangis di bahuku. Dia memelukku begitu erat, mungkin karena itu rasa sesak di dadanya ikut kurasakan.

"Walaupun tubuhku lebih kecil dari kakak, tapi aku tetap seorang pria yang punya bahu lebar untuk tempat gadisnya menangis."

Kak Aleena terkekeh, membuatku tersenyum senang karena berhasil menghibur Kak Aleena. Aku memang tak marah jika Kakak sedih, tapi Kak Aleena yang tersenyum cantik seperti sekarang seratus kali lipat lebih baik.

"Kata-katamu itu. Kau diajari siapa?"

"Ayah. Hehe. Keren, kan?"

"Hm. Keren sekali. Jeon Jungkook sangat keren," puji Kak Aleena sambil mencubit pipiku. Aku menepisnya pelan, merasa kesal karena Kak Aleena selalu memperlakukan aku seperti anak kecil.

"Kenapa suka sekali mencubit pipiku, sih? Sakit, kak."

"Habisnya, kau menggemaskan, Jung."

Aku tak tahu kenapa ada desiran aneh saat Kak Aleena bilang bahwa aku menggemaskan. Rasanya menyenangkan, tapi terasa salah.

Aku tak tahu perasaan apa itu.[]

Erroneous. [ Jeon Jungkook ]Where stories live. Discover now