Aku melirik handphone-ku, huh, percakapan dengan Dilly terhenti sejak tiga bulan yang lalu. Di kantor pun terakhir bicara ketika ia memberikan kado kecil padaku. Setelah itu dia seperti hilang ditelan bumi padahal kami bekerja di satu tempat. Ada sesuatu yang kurasa kurang gara-gara itu. Eh, kenapa aku malah mikirin Dilly?!

"Anis maaf. Sea dan aku sedang dalam pertemuan, tolong jangan ganggu dulu."

"Ya, aku tahu. Ngomong-ngomong, Dyan mana? Anda editor Dyan, kan? Aku sering melihat Anda bersama Dyan," Anis duduk di sampingku dan mengambil cappucinoku, tanpa meminta izin dan tanpa rasa malu dia menyeruputnya. Rasanya baru sedetik yang lalu aku bilang jangan ganggu tapi Anis tak mengubris. Dia memang seenaknya, sama seperti Dilly.

"Kamu mengenal Dyan? Dyan sedang mencari ide novel terbarunya. Dia sedang dalam writer's block saat ini," balas Sea. Anis mengangguk-angguk lalu dengan mata berbinar-binar dia kembali melontarkan pertanyaan introgasi. "Di mana Dyan mencari idenya?"

"Aku tak tahu."

"Ehm, pantes Dyan nggak muncul-muncul beberapa waktu ini. Apa dia sedang mengurung diri di kamar? Atau dia sedang jalan-jalan?"

Aku melirik Anis dengan sebal, berharap dia berhenti menanyai soal Dyan ketika aku dan Sea membahas pekerjaan kami.

"Sebenarnya Dyan sangat berbakat dalam ilustrasi," sambung Sea datar. Wajahnya saat ini berubah menjadi lebih serius, "Aku berencana memakai ilustrasi Dyan untuk cover Firasat Ailee."

Pikiranku melayang ke sebuah novel berjudul The Prince. Dalam novel yang ditulis oleh Dyan tersebut terdapat ilustrasi-ilustrasi bergaya komik Jepang yang sangat detail dan indah. Ah, Sea benar. Ilustrasi-ilustrasi tersebut sangat indah.

"Jika Dyan bersedia, aku akan dengan senang hati dibuatkan ilustrasinya oleh Dyan," balasku.

"Aku juga mau!" timpal Anis dengan semangat, saking semangatnya dia sampai berdiri dari duduk.

"Oke. Aku akan memberi tawaran dulu pada Dyan. Biasanya jika dia menerima tawaran ilustrasi, dia akan meluangkan waktunya untuk berdiskusi dengan penulis agar ilustrasinya sesuai keinginan penulis."

Telinga Anis bergerak-gerak mendengar penjelasan Sea barusan. "Tolong katakan padanya, aku juga mau dibikinkan ilustrasi untuk novelku!"

Raut muka Sea yang serius kembali menjadi datar, "Kamu seorang novelis?" tanyanya pada Anis. "Yap! Together When adalah karya pertamaku. Tapi... sudah masuk tahap percetakan jadi nggak bisa minta ilustrasi ke Dyan. Eh, aku akan menulis lagi dan kali ini tolong Dyan membuatkan ilustrasinya!!" Anis mengambil tangan Sea dan memeluknya dalam genggaman tangannya. Tangan-tangan besar Sea kali ini berada dalam tangan-tangan kecil nan kurus milik Anis. Spontan saja Sea menarik tangan, mengambil tas, dan segera berlalu. Wajahnya terlihat pucat dan langkah kakinya sangat cepat. Dia benar-benar grogi berhadapan dengan perempuan. Mungkin bisa dibilang dia menderita penyakit takut perempuan?

"Eh Mela, kata Dilly..."

"Apakah quote-mu hanya berasal dari Dilly?" Dengan segera aku diam dan mencerna kata-kataku barusan. Apa-apaan tadi? Mengapa aku malah marah?

Anis menatapku kesal, "Kok gitu sih? Aku kan memang mau membicarakan kata yang diucapkan oleh Dilly!"

"Oke. Katakanlah."

"Kata Dilly untuk mendukung promosi Together When, bakal diadakan lomba musikalisasi puisi-puisi yang ada di Together When!"

"Oh."

"Iya, terus bakal ada jadwal keliling untuk promosi. Kata Dilly aku harus belajar seni berbicara di depan khalayak ramai, aku juga diharuskan menjaga kesehatan dan..."

Dunia Kepenulisan I (The Writing World)Where stories live. Discover now