Bayangan

32 2 1
                                    

Hilang, ada sesuatu yang hilang ketika pagi itu aku hendak pergi ke sekolah.
Hari itu adalah hari terakhirku memasuki sekolah menengah akhir. Entah lega bisa lepas dari seragam putih abu-abu, atau bimbang dengan impian serta kenangan yang kelabu.

Hari itu, aku masih duduk di bangku selasar koridor sekolah sambil membaca hasil tes ujian UN. Memang tidak ada nilai merah didalamnya, tetapi hasil ini seolah bayangan akan jadi apa aku kedepannya. Mereka tidak menangis, tapi mereka tak terlihat bahagia.

Begitu pula aku hanya menahan emosi apa yang sebaiknya aku perlihatkan. Mungkin saatnya aku berubah tidak ingin terlalu memikirkan bayangan, tetapi angka ini jadi momok seram untukku kedepan. Akankah aku hancur kali ini?

"Venus !!! Kau tak apa ?"

Seru Vino yang sedang lari menghampiriku sambil berusaha meraih pundakku untuk di tepuk. Suaranya saat memanggilku selalu terniang, menjadi sebuah refleks bagiku untuk selalu menghindar dari jamah annya.

Tapi anehnya, terkikik senang aku jika dipanggil olehnya.

"Apa emang kenapa? Lebay bangetlah UN doang masak aku kenapa napa" jawabku sambil mencoba meyakinkan bahwa aku sedang tak menghiraukan kertas hasil.

"Kata guru kau mendapatkan nilai UN tertinggi di bidang Fisika, maksudku selamat. Hanya saja aku khawatir." Kembali vino berusaha memberi simpati dengan meraih kain lengan bajuku.

Kali ini bukan aku hitung sebagai di jamah olehnya. Karna belum mengenai kulit, tapi sudah mengena ke hati sebenarnya. Sudah lama kami begini, entah hubungan apa yang bentuknya seperti ini. Kata terimakasih ingin sekali kuucap untuknya, tetapi mungkin tak akan.

"Khawatir ahahaha, kamu lucu" jawabku sambil menahan senyum menatapnya.

Setelah pengumuman hasil UN tersebut, kepalaku berat tak mampu berpikir jernih. Hingga akhirnya aku hanya berbalik jalan lunglai dan pergi begitu saja meninggalkan Vino sendirian di koridor. Sedikit harap Vino akan datang  mengejarku, tapi tak pantas jika kita berdua berdampingan, pikirku.

Aku berjalan sembari membawa kertas itu tergenggam erat di tanganku dan benar Vino mendengar kata hatiku.

Sret, bunyi keras dari kertas yg sobek.
Kulihat serpihan kertas hasil ujianku robek ditarik oleh nya. Sontak aku ingin berteriak.
Aku menoleh ke belakang, menatap Vino dalam-dalam.
Dia balik menatapku, dengan tatapan marah kepadaku. Jujur aku bingung olehnya.

"Dengarkan aku kali ini venus! Kumohon jangan kau berikan kertas itu kepada orang tua mu" ucap Vino sambil mencoba meraih tanganku.

Tanganku sudah penuh dengan serpihan kertas yang masih kuat kugenggam, tapi aku tak bertenaga untuk menolak tangannya.

"Semua akan baik saja Vino, aku hanya butuh waktu untuk menjelaskan kepada mereka. Aku rasa mereka akan mengerti" ucapku sambil mencoba melepas genggamannya. Aku tersenyum, untuk mengapresiasikan ketulusan Vino terhadapku, lalu aku terdiam.

"Kalo begitu ajak aku bersamamu jika kau ingin menjelaskan itu semua. Lagi pula hasil UN ini bukan berarti merubah masa depanmu, ingatlah kau berjanji padaku. Yak, aku akan tunggu kamu Venus, percayalah aku selalu di pihakmu." Jawab Vino sambil mencoba tetap menggenggam tanganku. Lalu, dia melepas genggamannya, tersenyum malu dengan mengangkat kedua tangannya dan menggaruk ragu rambutnya mengisyaratkan bahwa ia benar benar tertarik padaku.

"Vino semangatlah untuk selalu denganku, tapi aku berharap kau tinggalkanku dan pergi. Karna kau layak dan aku mampu hadapi ini sendiri." Aku berharap aku tak tergantung lagi dengannya, tidak menggantungkan rasa antara aku dan dia. Aku hanya ingin menarik benang merah bahwa kita ini sekedar teman sekolah, dan itu cukup bagiku.

Terlihat Vino kebingungan dengan ucapanku tadi, iya berusaha mengerti bahwa aku ingin sendiri. Sekali lagi vino menatapku sambil tersenyum memberi semangat kepadaku, dan benar aku luluh untuk kesekian kalinya.

Kami pun berpisah di tengah koridor, memang koridor sekolah di pojok samping perpustakaan adalah tempat sepi. Biasa untukku, berdiam menenangkan diri sendiri disana. Koridor itu juga tempat awal aku mengenal Vino, yang akhirnya jadi sosok bayangan yang selalu mengikutiku.

Venus di Laut DalamWhere stories live. Discover now