DODORADO - 01

637 57 1
                                    

"Andi! Sudah berkali-kali Ibu bilang ya... jangan pernah menyontek lagi!" Ibu Sri menatap dari balik kacamata tebalnya. "Entah Ibu harus bilang berapa kali agar kamu bisa sadar, Andi."

Andi atau yang tak lain si Petra-
mendengarkan omelan yang mungkin akan panjang sekali.

Pelajaran pertama di pagi hari yang cerah, setelah tadi malam hujan deras membungkus kota. Pelajaran Matematika, jam pertama langsung ulangan, itulah yang membuat Andi gelagapan tak bisa berbuat banyak. Dia hanya bisa meminta bantuan teman sebangkunya.

"Guru-guru banyak yang mengeluh dengan sikapmu selama minggu-minggu terakhir ini. Kau sering terlambat, sering bolos tidak ikut pelajaran, kau juga sering tidak mengerjakan PR, dan kau juga selalu saja mendapat nilai buruk."

"Satu lagi, Bu!" Robi berseru, membuat semua murid bahkan Ibu Sri menoleh, menatapnya.

"Kenapa, Robi?" tanya Ibu Sri tertarik.

"Selain suka menyontek, dia juga suka makan di dalam kelas, Bu, rakus sekali."

Tawa semua murid pecah seketika saat mendengar banyolan dari Robi.

Aku melirik ke bangku Andi alias si Petra itu, dia tampak bersungut-sungut marah terhadap Robi. Matanya melotot tajam.

Robi berbisik kepadaku. "Lihat wajah si Andi, Putra. Lucu sekali, bukan? Bagai kepiting rebus."

Aku melotot, walau memang anaknya agak berandal, dan bandel, tapi dia bertangung jawab, dan mempunyai sikap patriotisme yang tinggi.

***

Bel istirahat pertama berbunyi nyaring. Robi sudah mengajakku untuk merapat ke kantin langganan kami.

"Robi, seharusnya kau tidak usah cari masalah dengan Andi si pengganggu sialan itu." Aku menyergah.

"Siapa yang mencari masalah dengan si biang kerok itu. Aku hanya menambahkan saja kalimat Ibu Sri." Robi sudah berjalan di depanku, dia langsung merangsek masuk ke kerumunan para murid di kantin. "Kau pesan apa, Putra? Biar sekalian?"

"Bakso saja!" seruku.

Putri tiba-tiba menghampiri meja kami. Dia duduk berhadapan dengan kami. "Apa kalian punya rencana liburan akhir semester nanti?"

Aku hampir tersedak saat Putri menanyakan hal itu. Bukankah kita akan bertamasya ke Atlantis kembali, kenapa Putri justru menanyakan hal itu.

"Aku tidak tahu, Putri. Sepertinya tidak ada tempat yang menarik yang harus aku kunjungi." Robi mengangkat bahu.

"Kamu sendiri, Putra?" Putri kali ini menatap wajahku.

"Eh, aku?"

Putri mengangguk.

"Mungkin aku akan memikirkan sesuatu."

"Ah, kalian berdua tidak asik." Putri sudah bangkit dari meja kami, memasang eskpresi cemberut, dia kemudian berjalan menuju ke kerumunan orang yang sedang antre membeli bakso kuah.

***

Ini sudah hampir satu minggu sejak kepulangan kami dari Negeri Air, atau yang sering dikenal dengan benua yang hilang, Atlantis. Petualangan yang awalnya lancar saja berubah menjadi kacau balau, saat kami harus berjumpa dengan Vipra di penjara Negeri Api, bahkan harus bersusah payah mengalahkan ke tujuh sekutunya saat itu.

Setelah berpisah dengan Ratu Kirana, meninggalkan Negeri Air, kami dikirim ke Negeri Angin oleh kedua pengawal Ratu Kirana melalui portal. Kami tiba tepat di halaman depan Lembah Bahtera yang sangat sejuk dan damai. Padang sabana membentang sejauh mata memandang.

Ksatria : Negeri MetalWhere stories live. Discover now