BAGIAN SATU

1.3K 48 1
                                    

Hy hy reader's tercinta....

Aku balik lagi setelah sekian lama bersemedi...

Ok, karena tahap revisi nya perlahan2 mulai rampung, maka saya nekat publish bagian satu.

Ya, mari kita mulai dari awal lagi, anggap saja part-part sebelumnya adalah prolog yang gagal...

Jadi, saya mohon dengan sangat kebaikan hatinya untuk memberikan kritik dan saran...

Sebenarnya saya cuma sok2an aja nulis cerita, padahal saya nggak ngerti apa2 selain mengoceh panjang lebar.

Ok, tanpa menunggu lebih lama ini dia...

Cekidot...

***

"Kepada Bapak Fabian Algeriano, Wajah nya bisa slow dikit, gak? Kalau saya jadi tambah cinta, kan, bahaya!" Rain Callista Hales

"Kepada Saudari Rain Callista Hales, Berhenti mengatur saya, apalagi mengomentari wajah saya!" Fabian Algeriano

***

"Rain!!!" Teriakan yang entah sudah keberapa kalinya kembali membuat konsentrasi gadis dibalik meja komputer itu buyar.

Kenapa atasannya yang super ganteng nan arogan ini sangat hoby meneriaki namanya? Ayolah, kalau si bos yang sexy memang hobi berteriak, lalu apa gunanya interkom didepan nya ini?

Gadis yang bernama Rain tadi mendelik kearah pintu bercat coklat yang ada di sebelah kanan meja kerjanya, dengan perasaan dongkol setengah mati ia melepas kacamata minusnya lalu berjalan dengan kaki dihentakkan menuju ruangan atasannya yang berteriak barusan.

Tok.. tok...

"Masuk!" Suara berat beraura gelap menyahut ketika Rain mengetuk pintu dua kali.

Masih dengan kaki menghentak yang menimbulkan bunyi lumayan keras, Rain berjalan cepat kearah Bos nya. Wajah yang tadi tertekuk kini dihiasi senyum semanis madu. "Sabar, Rain. Membunuh itu dosa!" Nasehatnya dalam hati untuk diri sendiri.

"Lantai yang kamu pijak bahannya adalah kristal mahal, satu ubin harganya setara dengan gaji kamu 5 bulan. Jadi jangan coba-coba berniat memecahkannya!"

Senyum yang tadi sempat tersungging langsung redup, digantikan dengan ekpresi muak berlebihan.

What the...? Ok, sepertinya Rain benar-benar harus meningkatkan kesabarannya ke level tertinggi jika tak ingin melihat dirinya sendiri dipenjara karena memutuskan leher Bian, atasannya yang sombong.

"Maaf, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" Mengabaikan kekesalan yang sudah diubun-ubun, Rain bertanya dengan nada sesopan mungkin, meski gagal karena yang keluar adalah nada jengkel yang begitu kentara.

Bian menoleh ke arah Rain yang masih setia memberinya fake smile dengan tatapan menghina seperti biasa, dasar penjilat "Mana dokumen yang saya minta?"

"Dokumen?" Alis Rain bertaut sempurna.

Dokumen mana yang orang ini maksud? Jangan bilang yang lima menit lalu ia lempar dan disuruh revisi? Yang benar saja? Rain bahkan baru akan mulai merevisi saat teriakan membahana Bian merusak segalanya.

"Dokumen yang tadi saya suruh revisi" masih dengan tatapan menghunus kearah Rain, Bian berdecak remeh.

"Pak, ini baru lima menit setelah Bapak kasi saya dokumennya," Rain berusaha menahan intonasi suaranya yang siap meledak, "ngetik satu paragraf aja belum ada, gimana mau selesai?"

"Rain, dokumen tadi harus dikirim secepatnya pada client. Kalau kamu lelet gini, apa kata mereka?" Bentak Bian.

Rain terlonjak dari tempatnya berdiri, memangnya salah Rain? Jelas ini semua salah Bos nya yang kelewat kejam ini, kalau saja dia tidak terlalu menggilai kesempurnaan dari setiap pekerjaan tentu dokumennya sudah siap dari dua jam lalu.

My Mr. Arrogant (Very Slow Update/Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang