CHAPTER 9: The Beginning

Începe de la început
                                    

Perkamen persegi panjang yang penuh lipatan dan masih terlihat bagus itu—satu-satunya hal yang membuat ia tak habis pikir sejak tadi—terus menampilkan kertas kosong. Ia hanya mengingat cara menyelesaikan membaca peta itu dengan terus menggumamkan mischief managed, tapi tentu saja tak ada efek. Dan sialnya, kedua buku yang ditemukannya sama sekali tak memberi petunjuk apapun, kecuali selembar perkamen kecil tanpa nama yang berisi jadwal pelajaran lengkap terselip di bagian tengah salah satu buku. Sementara di buku harian yang satunya Tom hanya menemukan dua huruf kecil bertuliskan G.M di bagian bawah sampul depan yang ditulis dengan tinta perak, karena seluruh halamannya bersih kosong, tak berbekas. Tentu saja itu tidak membantu Tom menemukan sesuatu. Bahkan malah membuat kepalanya semakin pusing. Tom hanya menggerutu menatap buku harian itu, dan lama-lama merasa tergoda untuk mencari tahu. Diambilah buku harian yang berada di pangkuannya itu.

"Baiklah, aku sungguh bersumpah bahwa aku berniat tidak baik. Tak ada lagi yang bisa kulihat. Buku-buku di rak sana sama sekali tak terlihat menarik." Katanya pada diri sendiri sambil membuka sampul yang bertanda G.M itu. Namun belum sempat Tom menelisik halaman pertama yang kosong, matanya sekilas menangkap gambar dan tulisan-tulisan kecil yang muncul bergerak membentuk kalimat di atas peta perompak.

Mr. Moonie, Wormtail, Prongs dan Padfoot

Dengan bangga mempersembahkan Peta Perompak

Tom terbelalak. Peta itu baru saja muncul. Ia mengingat-ingat. Apa yang baru saja dikatakannya? Tom pun terdiam, dan sesaat kemudian air mukanya menunjukan takjub seakan menemukan jawaban. "Yeah. Aku tahu sekarang." Katanya lagi mengangguk-angguk dengan bersemangat. Seakan-akan kegalauannya sejak beberapa jam yang lalu sirna begitu saja.

'Ya, aku sungguh bersumpah bahwa aku berniat tidak baik. Itulah kata kuncinya!' Dalam hati Tom. Ia pun segera menaruh kembali buku yang ada di genggamannya dan membuka isi peta itu. Peta Hogwarts yang sesungguhnya membentang disana. Ya, ini bukan peta palsu yang biasa ia lihat di dalam film. Dalam peta itu, letak keempat asrama ditandai dengan warna bendera masing-masing. Seperti Gryffindor yang terletak di menara tertinggi, di atasnya terpajang bendera kecil singa Gryffindor berwarna merah, begitupun dengan asrama lain. Tom memperhatikan berbagai tempat dengan teliti seperti anak kecil yang baru menemukan mainan. Tapi karena malam sudah larut, ia tidak menemukan siapapun yang berkeliaran, bahkan ia tidak menemukan Emma sama sekali. Hatinya mulai gelisah tak karuan. Tom bangkit dari duduknya. Kemana Emma pergi? Haruskah ia keluar mencari Emma? Tetapi tidak mungkin. Ia tidak tahu harus mencari kemana dan terlalu bahaya berkeliaran di kastil, karena besar kemungkinan Hogwarts yang sebenarnya lebih menyeramkan dari apa yang selama ini ia tahu. Ia lalu berjalan mondar-mandir sambil masih memegang peta itu. Bagaimana ini? Seandainya Tom punya jubah gaib, mungkin sudah sedari tadi ia memutuskan keluar. Tom mengecek lagi peta itu, dan akhirnya menemukan sebuah nama yang sedang berdiri di ruangan prefek tempatnya berada. Seseorang itu adalah Thomas Malfoy. Tom terperanjat dan refleks melempar peta itu ke kursi. Seingatnya tidak ada siapapun di dalam sana kecuali dirinya, dan yang membuatnya lebih terkejut adalah bahwa kedua nama itu sangatlah tidak asing. Siapa dia? Mungkinkah Thomas Malfoy itu dirinya?

**

Emma berusaha mengingat-ingat adegan sekolah yang ada di dalam film, barangkali memang tak ada bedanya Hogwarts yang ini dengan yang ada di layar. Karena setidaknya ia tahu kemana akhirnya kakinya membawanya. Ia membutuhkan tempat yang sepi dan tenang, dan sebuah dinding di suatu koridor yang lebar tiba-tiba menarik perhatian Emma. Ia terhenti disana. Memperhatikan dinding itu dan sepertinya ia benar-benar tahu akan kemana dirinya sekarang. Ya, Ruang Kebutuhan.

Emma memejamkan mata. Berjalan melewati tembok kosong itu sebanyak tiga kali. Menelusuri hasrat terdalamnya saat ini. Sesungguhnya ia sendiri tidak tahu apa yang diinginkannya, tapi barangkali ruangan ini jauh lebih tahu dibandingkan dirinya sendiri. Setelah dirasa cukup lama, Emma pun membuka mata dan sama sekali tak menemukan sesuatu yang muncul disana. Ia pun menarik napasnya perlahan, menenangkan diri. Emma berpikir mungkin saja ia telah salah dan sebenarnya kamar itu hanyalah fiksi, tetapi ia malah terdiam sesaat di depan tembok itu. Mengingat-ingat lebih dalam apa yang diucapkan buku tentang Ruang Kebutuhan.

Time Turner: First Love Never Die [Feltson]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum