Bunga Azalea

1.6K 248 23
                                    

Selamat Pagi... boleh dong minta bintangnya, biar penulis lebih semangat nulis lanjutannya ^_^

Selamat membaca, semoga terhibur

_________________________________________

Pukul enam pagi telah terjadi kegaduhan dalam rumah besar nan asri itu. Setiap hari pasti ada yang diributkan menjadikan kediaman Wijaya itu selalu ramai. Amelia, penuh semangat menyusun sarapan di meja makan. Senyum tak pernah surut dari wajahnya, rumahnya kini selalu ramai seperti yang dia harapkan. Ramai dengan celoteh ceria para cucunya. Meski ada yang kurang dalam setiap pagi dan harinya. Namun setidaknya masih ada mereka yang selalu menghiburnya.

Bukan hanya itu, ada yang spesial hari ini. Setelah hampir tiga belas tahun akhirnya Bima memutuskan kembali lagi ke pulau Jawa. Tentu itu waktu yang cukup lama, dan Amelia sangat memahami kenapa hingga selama itu Bima memutuskan pergi. Ada luka dalam hatinya yang mungkin tak akan ada satupun yang mampu menyembuhkannya.

"Nenek..." suara membahana Azalea dari ruang atas kemudian lari menuruni anak tangga dan langsung menghambur dalam pelukan Amelia.

"Aduh... hati - hati dong Za anak gadis itu harus lembut, ini malah berlarian kayak di lapangan saja," gerutu Amelia namun dengan senyuman.

"Za kangen sama Nenek dari kemarin kita belum ketemu." Azalea makin erat memeluknya.

"Heleh, alasan, memang dasarnya berisik." Sela anak lelaki yang sedari tadi sudah duduk manis menikmati roti bakar.

"Mas Iki itu yang berisik." Azalea melotot menatap Rifki tak terima.

"Sudah... kalian ini baru juga ketemu, jangan ribut. Ayo Za duduk dan makan sarapanmu." Titah Amelia.

Tanpa membantah Azalea duduk di depan Rifki. Tak lama Mira juga Dedi suaminya bergabung di meja makan. Tak berapa lama kemudian terdengar suara gaduh anak tangga yang di pijak dengan langkah berlari, Mayesa, Alia, dan Intan, ketiga anak Mira yang lain itu berlari menuruni anak tangga dan langsung bergabung di meja makan.

"Itu Mas Esa, Mbak Alia juga Mbak Intan juga lari - lari kok Nenek diam saja?" protes Azalea sambil menatap Amelia.

"Dilarang protes, kami sedang terburu - buru." Serempak ketiganya menjawab protes Azalea. Dan hanya dengusan sebal balasannya.

Selama beberapa menit dalam keheningan menikmati sarapan. Azalea menyandar lalu menatap kursi kosong disebelah Amelia lalu beralih pada dua kursi kosong di sebelahnya. Ada sakit yang tiba - tiba menyeruak dalam hatinya. Selalu, tiap kali jika mereka pulang, ayahnya tak pernah mau ikut bergabung makan bersama keluarga. Meskipun sangat tahu kenapa ayahnya seperti itu, tetap saja hatinya terasa kurang.

"Hem, maaf terlambat. Selamat pagi Sayang." Terdengar suara berat khas yang sangat dia kenal diatas kepala lalu kecupan singkat mendarat di pucuk kepalanya.

Kursi sebelahnya bergeser kebelakang lalu seseorang duduk. Azalea tersenyum senang lalu memeluk orang disebelahnya, "Papa."

"Cepat selesaikan sarapanmu, nanti Papa yang antar sampai sekolah." Kecupan lembut kembali mendarat di pucuk kepala. Azalea menggangguk penuh semangat lalu segera melahap sarapan yang sempat tak ingin dia habiskan karena selera makannya tiba - tiba hilang.

"Hari ini masih cuti kan Bim?" Mira menatap orang di sebelah Azalea, iya, dia adalah Bima.

"Iya, ada apa Mbak?" Bima meraih roti bakar lalu memakannya.

"Bantuin Mbak ya di kantor," pinta Mira sangat memohon. Bima hanya mengangguk pasti.

Sejak tiga belas tahun yang lalu, Mira telah menggantikan posisi Wijaya sebagai pemilik perusahaan Jaya Abadi. Seharusnya Bima, namun sebagai seorang tentara Bima tak akan pernah bisa memastikan selalu ada untuk mengurusnya, jadi Bima menyerahkan hak pada Mira untuk mengurusnya. Tapi bukan berarti lepas tangan, Bima tetap membantunya meskipun saat mereka jauh.

DEARESTWhere stories live. Discover now