M-J :: (12) Ngobrol

Start from the beginning
                                    

"Mika, woy!" Ana mulai kesal, sekarang dia menampar-nampar pipi gue. Mengerjap, gue akhirnya menangkap tangan Ana. "Udah, dong. Sakit pipiku."  

Mengetahui gue menangkap tangannya, wajah Ana makin memerah. Wah, lucu. Makin manis.  

Bibir merah mudanya mengerucut. "Gue gak mau tau lagi!"  

Malah ngambek.  

Gue mengangkat bahu seraya mengambil surat itu dari lembaran buku. Surat itu telah menguning dimakan usia. Gue membuka surat itu, mengambil secarik kertas di dalamnya, dan membaca tulisan yang tertera. Tulisan miring ini mirip tulisan Nyokap.  

Atau memang ini ditulis Nyokap.  

Eddenick, 1 Mei 1997  

Ini kesalahanku karena tidak membawanya ikut serta. Aku hanya membawa Mika dan segala kesedihanku yang larut karenanya. Aku menaruh segala rasa percayaku pada Mika, hingga aku menaruh portal menuju Dunia Nyata di kamar tidurnya. Aku tahu tindakanku mengandung konsekuensi yang dapat menyakiti Mika dan dia. Namun, aku tidak bisa melakukan apa-apa.  
Aku tahu kedepannya, dia menaruh dendam pada Mika. Aku tahu, dia yang akan menerobos portal secara ilegal untuk mencari Mika dan membawanya pada kegelapan. Namun, lagi-lagi aku tidak sanggup. Aku harus melakukan ini.  

Aku akan melupakan hal ini, menikah lagi, dan menjadi keluarga kecil yang normal. Aku akan melupakan Eddenick, melupakan sejarah itu, dan kemampuanku menutup portal.  

Ini surat terakhirku. Kusisipkan di kertas yang tersembunyi. Mungkin, hingga waktunya tiba, aku akan mengingat hal ini lagi, mempelajarinya perlahan. Namun tidak untuk saat ini, aku tak sanggup menerimanya lagi.  

Maaf membuatmu kecewa.  

Seseorang yang mencintaimu, Ayana.  

Gue pusing. Rasanya isi perut gue mau keluar. Mual. Semuanya terjadi tiba-tiba di bulan Mei. Membuat semua dunia gue terbalik ke bawah.

Gue on fire.

"Jadi," gue mengusap wajah dengan tangan kanan, sementara tangan kiri gue masih memegang kaku surat itu. "Jadi, dia kembaran gue? Yang nerobos portal itu dia?"

Ana mengangguk pelan.

"Tapi, kenapa?" tanya gue frustasi.

"Mungkin karena dia iri sama lo, Mik?" Ana menatap gue intens. "Dia iri sama hidup lo, hidup kembaran dia."

Gue terdiam. Kepala gue dikit lagi pecah. Semua info yang diberi Mello, Ana, dan Faren yang menjebak gue membuat gue, entahlah, sulit diungkap kata-kata.

"Surat ... surat ini ditujukan ke siapa?" tanya gue dengan alis tertaut samar.

Ana termangu, sama sekali gak nyangka gue bakal bertanya seperti itu. Pandangannya mengabur, dia membuang mukanya.

"Lo tau gak sih, Mik, kenapa nama lo Mika?" tanya Ana balik.

Meski bingung kenapa Ana bertanya seperti itu, gue menggeleng.

"Karena nama Ayah gue ... Dika."

Bohong.

"Maksud lo ... orangtua kita ..." gue gak berani meneruskan kata-kata.

Ana mengangguk pelan.

"Orangtua kita pernah pacaran. Dan mereka putus, karena alasan yang sama. Disebutkan di situ, portal dikasih ke anak yang paling dipercaya, yang berarti Bokap percaya sama gue. Karena itu, gue, gue mutusin lo," bahu Ana melemas, dia menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa.

TRS (3) - Mika on FireWhere stories live. Discover now