Threads

35 7 10
                                    


BAB 1

Pria mungil itu berdiri di dalam lorong sempit sembari menatap ke arah sekitar. Namun, hanya bangunan-bangunan dengan bentuk kokoh dan tinggi hampir-hampir seperti menopang langit yang dia lihat. Desau mesin-mesin yang asing menyakiti telinga runcingnya. Tidak ada tanda hijau sejauh dia memandang. Dadanya bergemuruh, ribuan rasa pahit menghantamnya. Matanya menatap marah.

Dia tersentak, tatkala seekor anjing menggonggong ke arahnya. Ah, mereka adalah mesin pembunuh dari tiap tahun. Dengan gonggongannya, mereka bisa memanggil manusia bertampang keji dan membunuh makhluk tak berdosa lainnya yang hidup berdampingan dengannya di hutan.

"Hei, kau lihat apa, Un? Disitu hanya lorong."

Bak mendengar suara lonceng bel di musim panas, matanya yang hijau menatap ke arah sumber suara. Dihadapannya, seorang gadis dengan aura penuh kelembutan menatap ke arah lorong. Wajahnya manis, sedikit oval, dan rona pink alami di pipi. Khas dan menarik. Warna matanya sang hitam sekelam malam memandang dengan sorot ingin tahu dan waspada.

Namun, semua itu terhenti, tatkala sosok yang ditatapnya menghilang bersama si anjing. Gnome, si pria mungil, kemudian berlari keluar dari lorong. Matanya jelalatan ke segala arah, mencari si gadis. Ah, gadis itu melangkah pergi ke seberang. Tanpa pikir panjang, dia berlari menuju ke arah sang gadis. Dalam bayang-bayang, sosoknya yang mungil berubah menjadi seorang pemuda yang tampan.

Dengan tubuh yang proporsional, berkulit kecokelatan muda, dia kini melangkah tegap menuju sang gadis. Beberapa kali pandangan manusia lain mengarah kepadanya, tetapi diacuhkan begitu saja. Tak peduli, karena saat ini ada yang sedang mengetuk pintu hatinya. Dia sangatlah manis dan menggoda. Seperti strawberry liar yang termerah dan teranum yang bisa kau lihat. Sangatlah mahal dan jarang ada.

Dia berderap secepat yang dia bisa, mengikuti jejak sang gadis. Dari satu jalan, ke jalan lain. Dari satu tempat ke tempat lain. Hingga sampai ke sebuah tempat yang berwarna putih. Memiliki halaman hijau yang kecil, tapi cukup menyegarkan mata Gnome.

Gnome mengalihkan pandangannya lagi ke arah si gadis. Namun, gadis itu sudah hilang. Mendesah kecil, Gnome membalikkan badannya dan beranjak pergi dari tempat itu. Tangannya membuat gerakan mengibas dan memutar berlawanan arah jarum jam tiga kali sembari mengucap lirih seperti mantra, dan muncul sebuh portal dihadapannya.

Melangkah gontai ke arah portal, dan sekelilingnya berubah. Portalnya memperlihatkan kilas balik yang ada. Namun, semua itu terasa dingin. Dia selalu teringat rasa sakit yang disebabkan oleh manusia ketika mereka menbuat kekacauan. Dan hal itu bergema di dalam portal itu.

Keluar dari portal, dia merubah bentuk tubuhnya lagi menjadi sosok aslinya. Janggutnya yang panjang berayun terhembus angin musim gugur. Beberapa daun yang kecoklatan menempel di ujung janggutnya. Dengan memantapkan hati, dia berjalan, menuju ke arah danau.

Matanya menatap ke sekeliling, 'Dia' dan 'Mereka' sudah berkumpul. Ah, ini pertama kalinya dia datang terlambat. Dia bisa merasakan aura panas dari monokrom emas yang melihatnya. Begitu panasnya, hingga udara di musim dingin tidak lagi terasa dingin, tetapi kaku dan panas melebihi musim panas.

"Gnome."

"Ya, Yang Mulia. Dewa Cernunnas."

Membungkuk dengan perlahan, kepala menunduk ke bawah.

"Pertama kali ini, aku melihatmu terlambat."

"Ya, Yang Mulia. Aku sedikit melihat-lihat keadaan."

Mengernyitkan dahinya sekilas, Dewa Cernunnas menatap ke arahnya dengan sorot yang tidak pernah dia perlihatkan sebelumnya.

"Berdirilah, dan katakan apa saja yang kau lihat."

The White Horn and VenturasWhere stories live. Discover now