Bagian Kedua

8 1 1
                                    

Azani

Ada dua tentara Belanda berdiri tepat didepanku sedang menodongkan senjata jenis MI6. Kontan saja aku langsung berlari menjauhi mereka, awalnya kukira mereka hanya main-main tetapi mereka tetap mengejarku dan bahkan sempat menembakkan beberapa timah panas kearahku.

Aku terus berlari, hingga aku menemui jalan buntu. Mereka semakin dekat dan dekat, dan ketika mereka sampai dihadapanku tiba-tiba terdengar suara tembakan.......

Door....dor....dor..!

Rubuhlah para tentara itu dengan darah yang menetes, rupanya ada yang menolongku. Orang itu bercaping seperti petani dan menenteng sebuah stengun melempar senyum kepadaku. Dia mengulurkan tangannya dan membantuku berdiri, aku pada saat itu masih deg-degan.

"Kau baik-baik saja, kan ?" tanyanya dengan logat jawa yang khas.

"Aku tak apa-apa, terima kasih telah menolongku ! Omong-omong namamu siapa ?" tanyaku sambil mengulurkan tangan tanda berkenalan.

"Sama-sama, namaku Satimin !" jawabnya.

"Oh ! tapi omong-omong ini kenapa ya ? Kok tiba-tiba tentara Belanda ? Ini ada apa ya ?" tanyaku

"Loh ? Masa kamu gak tahu ini ada apa ! Tadi itu tentara Belanda yang sedang melakukan Agresi Militer kedua !" kata Satimin

"Hah...Agresi Militer ? Belanda ?". Dengan lari terbirit-birit, aku mencoba mencari pintu paman. Ketika aku menemukannya, yang kutemukan pintu itu terkancing dari luar. Ketika aku mulai panik, tiba-tiba muncul secarik kertas entah darimana.

Dikertas itu tertulis jika aku ingin keluar, aku harus ke pintu lainnya yang berada di akhir perang. Yaelah.... berarti aku harus mengikuti perang ini hingga tuntas, aku harus siap mental nih. Akhirnya setelah kupikirkan secara matang, aku putuskan aku akan ikut Satimin.

Setelah beberapa jam berjalan kaki yang melelahkan, sampai juga aku di desanya Satimin. Disana ditinggali sedikit keluarga yang berpakaian compang-camping, dan beberapa dari mereka sedang berlatih menembak. Begitu sampai dirumah Satimin, aku langsung diintrogasinya.

"Hei, sebelum masuk kau harus menjawab beberapa pertanyaan dariku." Katanya memulai introgasi.

" Oke"

"Yang pertama, kau bukan orang NICA atau sekutu-sekutunya bukan ?!"

"Tentu saja tidak, bahkan aku tak tau apa itu NICA !" Bantahku

"Oke....yang kedua, kau bisa menggunakan senjata ?"

"Tidak"

"Dan yang terakhir, omong-omong kamu ini orang mana sih ? Bajumu kayaknya kau bukan orang sini !"

"Ah...aku sih memang bukan dari sini tapi aku 100% orang Indonesia !"

"Baiklah, jadi dapat kusimpulkan kau bukan suruhan Belanda busuk itu. Mari masuk nanti kau akan ku ajari menembak." Katanya sembari mempersilahkan kumasuk.


Aku memegang senjata ? Wah, aku sih kalau digame mah gampang, ini sensasinya beda. Mungkin memang pada saat itu anak-anak disuruh angkat senjata, karena mereka rela berkorban, hmm....hebat juga.

Setelah mengisi energi dengan makanan seadanya, dan sekedar melihat sekitar desa. Aku diajak Satimin berlatih, di sebuah padang rumput yang luas di belakang rumahnya .

Dengan sabar dan telaten, Satimin menjariku mulai dengan cara memegang senjata, mengisi peluru, menembak serta membidik.

"Nah..gampang, kan !"

"Ya ! Terima kasih ! Omong-omong sekarang kita sedang diagresi, ya ?" pancingku untuk mengetahui apa yang sedang terjadi.

"Ya ! Kemerdekaan negara kita sedang dirampas oleh penjajah busuk yaitu Belanda ! Kita harus ikut menjaga kedaulatan negara kita !" katanya dengan berapi-api

Yah.....memang tindakan Belanda itu terlalu, apalagi pada saat ini Indonesia telah merdeka. Makanya orang-orang seperti Satimin berusaha mempertahankannya melalui jalur diplomasi ataupun dengan angkat senjata, mereka tak peduli jasa mereka dikenang walaupun mereka sudah rela berkorban jiwa dan raga. Yang terpenting bagi mereka Indonesia tetap merdeka.

"Satimin....bolehkah aku ikut berperang denganmu ?"

"Apa kau yakin ?"

"Tentu saja ! Aku juga ingin ikut menjaga negara ini !"

"Baguslah kalau begitu ! Sekarang mari kita istirahat dulu, pasti kau masih lelah"

Hari mulai larut, aku tidur di sebuah tikar biasa yang gatal. Melihat penderitaan mereka membuat hatiku tergerak untuk membantu mereka, walau begitu masih ada rasa takut dihatiku, apa aku bisa ?

Aku kagum pada mereka, mereka tidak takut sama sekali pada para Nederlander ( sebutan orang Belanda ). Aku harus bisa menjadi mereka !

_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _

Pintu Waktuحيث تعيش القصص. اكتشف الآن