M-J :: (7) Rasa

Mulai dari awal
                                    

"Kenapa lo mikir gitu?"

"Karena gue suka Ana."

"Oh, suka Ana," gue manggut-manggut.

Faren mengerutkan alisnya. "Lo gak apa-apa gue suka Ana?"

"Kenapa gue harus marah? Itu hak lo. Kalo lo suka dia, selamat. Harusnya kita bersyukur 'kan dikasih rasa unik macem suka? Jadi, selamat," gue tersenyum kocak melihat muka Faren bingung. "Gak usah bingung gitu, makin jelek lu."

"Gue gak pernah ketemu orang yang pikirannya seterbuka lo," gumam Faren.

Gue melotot. "Open-minded gimana? Gue aja masih bingung kenapa harus ke toilet buat pipis kalo ada popok?"

"Dan, Mika kembali seperti semula," Faren tertawa. "Kayaknya efek open-minded lo cuman keluar waktu bangun tidur doang, ya."

"Ya-ya-ya," gue ngangguk-ngangguk. "Btw, Ana mana?"

Gue gak manggil Ana sebagai Jules lagi. Rasanya aneh. Gue takut dia marah kalo gue manggil Jules. Jadi, biarkan Ana sekarang sering terucap mulut gue.

"Bukannya dia pergi ke pusat kota, ya?" tanya Faren, alisnya tertaut bingung. Tepat pada saat itu, suara gedoran pintu terdengar riuh. Gue dan Faren saling tatap. Gak mungkin Ana gedor-gedor sekenceng itu.

Faren perlahan berdiri, dia menaruh gelas di meja sepelan mungkin. Gue turut melakukan gerakan pelannya. Setelah kami berjalan pelan ke koridor panjang, Faren langsung berlari. Adrenalin rasanya memenuhi tubuh gue seiring laju lari kami dipercepat. Faren menarik tangan gue ke salah satu ruangan. Tepat saat itu, gue denger pintu utama didobrak.

Kayaknya Para Petinggi udah tau tempat persembunyian ini.

Ngeri abis.

Ngeri klimaks.

Mana Miles, Jules, Fortles? Jangan-jangan mereka lagi ngaso di kamar masing-masing.

"Gue baca di denah rumah ini, ruangan ini jadi tempat kabur mereka," ucap Faren sambil memencet beberapa tombol di dinding.

Bunyi 'ding' terdengar keras. Setelahnya suatu pintu terbuka. Faren lagi-lagi menarik tangan gue yang masih bengong liatin pintu. Kami berlari secepat mungkin menelusuri lorong demi lorong. Waktu gue menengok ke belakang, pintu tersebut perlahan tertutup sendiri. Keren juga ya ini rumah, ada tempat buat kabur juga. Macem agen FBI aja.

Kami sampai di ujung lorong. Faren memencet beberapa tombol lagi. Pintu terbuka menampakkan alam luar. Pohon rimbun di mana-mana. Faren lagi-lagi berlari.

Begitu kami berbelok di tikungan, gue dan Faren menabrak seseorang.

"Ouch," orang itu mengaduh. Mata gue melebar. Ternyata Ana.

Tanpa ba-bi-bu, Faren menarik tangan Ana juga. Kami berlari entah kemana. Tapi kayaknya si Faren tau mau kemana. Dia mah kayak dukun aja dah. Padahal gak sampe 24 jam di sini, tapi lagaknya kayak preman pasar yang tau seluk-beluk pasarnya.

Dan bener aja, cowok itu tiba-tiba memukul pohon berwarna cokelat muda. Mata gue melotot kaget sewaktu pohon itu berubah bentuk menjadi pintu. Faren menarik kami masuk, lalu dia menutup pintunya.

Hal yang pertama gue lakukan; bernafas.

Hal kedua; bernafas.

Ketiga; napas.

"Kok lo berdua bisa kabur?" tanya Ana bingung, dia membuka tudung cokelatnya.

Gue dan Faren menatap Ana sambil cemberut. "Ya bagus dong bisa kabur, daripada ketangkep," gerutu gue.

TRS (3) - Mika on FireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang