Yang dipanggil pun dengan cepat menuruni anak tangga dari lantai dua dan melihat putrinya tak kalah cemas dengan sang istri.
“Clay, masih dengar ayah?” tanya ayah Clay, mencoba menenangkan situasi.
Clay tidak menjawab.
“Paman, Clay kenapa?” tanya Advent kian cemas. Apalagi, Clay seperti itu setelah keluar bersamanya ‘kan? Apa mungkin Clay kelelahan?
“Kalian dari mana?” tanya ayah Clay pada Advent.
“Rumah sakit, Paman. Maaf, apa Clay kelelahan atau bagaimana?” Advent benar-benar merasa sangat bingung saat ini.
“Tunggu Advent, tenang dulu...,”
“Ada Advent disini?” tanya ibu Clay yang memang tidak berkemampuan melihat Advent, tidak seperti suami dan putrinya.
Ayah Clay mengangguk dan bertepatan saat itu juga, mata Clay terpejam rapat.
“Jiwanya hilang, lagi...,” ucap ayah Clay.
“Clay, bangun Clay.” Ibu Clay mulai sedikit mengguncang tubuh putri semata wayangnya yang sudah kehilangan kesadarannya itu.
Yang dapat mereka lakukan hanyalah menunggu jiwa lain datang yang akan merasuki tubuh Clay.
Tak berapa lama kemudian tubuh Clay bergerak. Matanya terbuka kembali dan melihat sekelilingnya dengan tatapan nanar.
Ayah Clay menyentuh kedua tangan putrinya yang sudah berisi jiwa orang lain. Lebih tepatnya, menahannya.
“Lia?” tanya Advent, tidak menyangka.
Ayah Clay menatap heran ke arah Advent setelah Advent berucap itu tadi.
“Kamu mengenalnya?” tanya ayah Clay.
Advent menggeleng, benar bukan, dia tidak mengenalnya? “Tapi Clay mengenalnya dan saya tahu sedikit tentangnya,” jelas Advent kemudian.
Entah mengapa Advent merasa tidak senang dengan arwah Lia.
Di sisi lain, ibu Clay sudah melepas tangannya dari Clay.
“Clay ‘kan sudah membantumu, kenapa kamu malah merasukinya? Hah?!” tanya Advent kesal.
Dan entah mengapa juga, Advent tiba-tiba sangat marah.
“Aku kesal dengannya, memang apa salahnya membantuku untuk menyelesaikan urusanku?” tanya Lia sinis.
Otomatis ibu Clay agak terkejut. Pasti yang berbicara bukanlah Clay. Mana mungkin Clay berani berbicara dengan nada seperti itu di depan kedua orang tuanya. Meskipun ucapannya tertuju pada temannya.
“Dia bisa ‘kan, berbicara pada Fany, aku ingin menyampaikan sesuatu padanya,” ucap arwah Lia lagi.
Dan yang pasti terdengar dari ibu Clay adalah Clay yang mengucapkan itu.
“Arwah dan manusia sudah berbeda.” Ayah Clay pun mengeluarkan suara setelah cukup lama diam.
Advent yang mendengar itu, merasakan hatinya nyeri seketika.
“Saya sudah menduga hal ini akan terjadi pada Clay. Tolong, Anda dengarkan penjelasan saya.”
"Saya tidak peduli! Sekarang saya akan pergi dan menemui Fany untuk menyelesaikan urusan saya!”
Clay, atau lebih tepatnya yang raganya telah terisi jiwa Lia, mencoba bangkit dari duduknya.
Tentu saja tidak bisa. Itulah tujuan ayah Clay menahan tangan Clay sejak tadi. Supaya Lia tidak bisa membawa raga Clay pergi kemanapun.
“Lepaskan aku!”
“Saya akan melepaskan, asal Anda mendengarkan penjelasan saya terlebih dahulu.”
Bukankah nada bicara mereka justru terbalik? Dasar arwah tidak tahu diri! kesal Advent dalam hati.
Lia kembali duduk. Jika dia merasuki tubuh orang lain, pasti dia sudah berteriak kesakitan karena mantra yang diucapkan orang-orang untuk mengeluarkannya.
“Clay terlalu lengah. Anda tahu, apa yang akan terjadi jika raga Clay dirasuki jiwa lain?”
Lia menatap ayah Clay tanpa minat. Enggan menjawab.
“Jiwanya hilang, bisa berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan..., slamanya. Yang Anda tempati saat ini hanya raga Clay, bukan? Jiwanya tidak ada.”
Lia baru menyadari. Benar saja, hanya ada raga Clay. Dia tidak merasakan jiwa lain di dalam sana. Pantas saja rasanya nyaman sekali.
“Itulah kenapa peraturan melarang manusia dan arwah berhubungan lagi. Apalagi untuk seorang indigo seperti kami. Apalagi untuk Clay.”
Sedikit demi sedikit, Lia mulai terenyuh.
“Saya yakin, Clay pernah menolong Anda dan sekarang Anda merasa nyaman berada di dalam raga anak saya. Seorang indigo benar benar berbeda.
“Untuk sekarang ini, Anda ingin keluar dari tubuh Clay dengan cara Anda sendiri atau harus saya yang melakukannya?” tawar ayah Clay.
“Tapi, Anda berjanji akan melepaskan saya tadi!” Lia masih tetap kukuh pada pendiriannya.
“Saya akan melepaskan Anda dari tubuh anak saya. Baiklah.”
Lia mulai resah. Advent yang menatapnya tajam sedari tadi terlihat sangat menakutkan.
“Tapi, saya belum menyelesaikan urusan saya,” ucap Lia pada akhirnya.
“Keluarlah dari sana, aku akan membantumu,” ucap Advent yang sontak mendapat tatapan tajam dari ayah Clay.
“Paman, kami sesama arwah, bukan?”
“Kamu saja arwah, bagaimana mungkin, kamu bisa membantuku?” Kini Lia berbicara dengan amat lirih.
“Aku belum mati. Aku masih punya ragaku. Aku hanya terlepas dari sana beberapa saat saja.”
Ucapan itu sukses menampakkan lengkung senyum di wajah ayah Clay. Di pikirannya, setidaknya Advent yakin bisa kembali.
Arwah Lia perlahan keluar dari tubuh Clay. Bersamaan itu juga Clay kembali memejamkan matanya.
“Paman, lalu dimana Clay sekarang?”
“Jiwanya hilang.”
“Saya benar-benar minta maaf, Paman.” Lia menyesal. Kini dia menangis.
“Aku tidak bisa menolongmu sekarang. Tapi, secepatnya aku akan menolongmu,” ucap Advent sambil tersenyum kepada Lia.
Lia mengangguk dan membalas senyuman itu. Lantas beranjak hendak menembus dinding kamar Clay.
“Tunggu saja,” tambah Advent. Lia menoleh lagi dan kembali mengangguk masih dengan senyumnya.
Setelahnya Advent menyadari, sedang ada yang hilang di sana.
Menunggu Clay kembali.
***
[Revisi : 30 Agustus 2018]
YOU ARE READING
Little Advent [Terbit]
Horror[Part Lengkap] Tak perlu menutup mata, memang takdirku melihatnya. Tak perlu menutup telinga, desisan itu adalah melodi detak jantungku setiap detiknya. Tak perlu bersembunyi, sentuhan itu dingin untuk selamanya. Tak perlu menutup mul...
[6] Advent Clay dan Arwah
Start from the beginning
![Little Advent [Terbit]](https://img.wattpad.com/cover/126131654-64-k85821.jpg)