“Pagi itu, saya benar-benar menyesal. Seharusnya saya menepati janji saya untuk mengantar Advent, pasti Advent tidak akan—” Sebelum kalimatnya selesai, mama Advent kembali terisak.
“Tante, lebih baik sekarang, kita berdo’a untuk kesembuhan Advent. Ini sudah takdir.” Clay mengucapkannya tulus sambil mengusap punggung mama Advent.
“Advent..., mama minta maaf. Advent cepat bangun.” Clay pun tidak bisa menahan lagi untuk tidak memeluk ibu Advent.
Mama Advent membalas erat pelukan Clay. Arwah Advent benar-benar teriris hatinya melihat kejadian ini. Clay menatap balik arwah Advent yang sedari tadi menatapnya sendu.
“Tante harus sabar. Advent pasti akan baik-baik saja,” ucap Clay tanpa melepas pandangannya dari Advent. Seakan tatapan itu terbaca,
Kamu-harus-kembali-Advent.
Setelahnya, Clay sedikit terkejut melihat arwah Advent tiba-tiba terbang ke atas dan menghilang dari pandangannya ditelan langit-langit ruang rawat.
Advent tidak pernah mau diantar sopir atau semacamnya suruhan papanya. Jika benar-benar bukan papa atau mamanya yang mengantarnya, Advent hanya akan berangkat ke sekolah dengan sepedanya.
Tapi, siapa yang bisa menyangka keselamatan Advent goyah pagi itu dan nyaris saja merenggut nyawanya?
Tidak ada yang tahu, ‘kan?
Seusai berpamitan, Clay keluar dari ruang rawat tanpa Advent. Dia tidak tahu kemana perginya lelaki itu.
Clay melangkahkan kakinya masuk ke dalam lift menuju lantai bawah. Tanpa berniat mencari lelaki itu terlebih dahulu.
Advent butuh waktu untuk menyendiri saat ini. Clay tahu itu.
**
Dengan perasaan yang sedikit berkecamuk, Clay keluar dari gedung rumah sakit. Terbesit sedikit ide di pikirannya, dia mendongakkan kepala ke atas. Tepatnya, ke arah atap gedung rumah sakit.
Benar saja, Advent ada di sana. Dia benar-benar sedang ingin sendirian, lalu apa boleh Clay buat? Meskipun sebenarnya ada dua arwah lain di atas sana. Tapi, Advent terlihat sedang dalam kesendirian.
Pandangan ke duanya tidak sengaja bersinggungan. Advent mengayunkan kakinya yang tergantung karena posisi duduknya tepat di tepian atap gedung.
Lantas, arwah laki-laki itu terbang dengan cepat ke arah Clay.
“Kenapa tadi pergi? Kamu tidak menangis lagi kan?” tanya Clay, meski dia sudah dapat menebak jawabannya.
“Aku tidak menangis.” Satu, tebakan Clay benar.
"Aku tidak tega melihat Mama seperti itu. Aku benar-benar benci melihat Mama menangis. Tapi aku juga kecewa sama mama.” Ke dua, ternyata pemikiran Clay sedari tadi salah. Advent tidak sedang ingin sendiri melainkan tidak ingin melihat mamanya menangis.
Terbukti kan? Dia langsung menghampiri Clay, begitu Clay keluar rumah sakit tadi.
“Clay...,”
“Hm.”
“Kenapa diam?”
“Tunggu, Clay, wajahmu pucat sekali. Kamu sakit? Ayo, kita pulang!”
Sesampainya di rumah, entah bagaimana tubuh Clay tiba-tiba terhuyung ke depan nyaris tersungkur di lantai ruang tamu jika Advent tidak cepat menahannya.
“Clay, kamu kenapa?” Ibu Clay yang melihat putrinya berjalan terseok-seok ke arah sofa pun menghampi dengan khawatir.
“Ayah!” teriak ibu Clay ketika melihat Clay nyaris kehilangan kesadarannya.
YOU ARE READING
Little Advent [Terbit]
Horror[Part Lengkap] Tak perlu menutup mata, memang takdirku melihatnya. Tak perlu menutup telinga, desisan itu adalah melodi detak jantungku setiap detiknya. Tak perlu bersembunyi, sentuhan itu dingin untuk selamanya. Tak perlu menutup mul...
![Little Advent [Terbit]](https://img.wattpad.com/cover/126131654-64-k85821.jpg)