M-J :: (6) Dekat

Beginne am Anfang
                                    

Gak ada kita.

Gue dan Ana sampai di perpustakaan tanpa suara lagi. Ana membuka pintu, sementara gue mengikuti di belakangnya. Gue liat punggung Ana yang rapuh, pengen gue peluk. Pengen gue bilang ke Ana kalo semuanya bakal baik-baik aja di sini. Tapi, seperti yang dia bilang, gue sama dia gak lebih dari mantan.

"Lo di sini juga?" tanya Ana, yang pastinya kepada Faren. Faren mengangguk. "Gue kepo sama sejarah Eddenick."

"Ceritain dong," ucap gue gak tau malu. Faren senyum kocak. "Bayar goceng."

"Yah adanya cepe," gue mulai sok kaya, padahal sarapan tempe-tahu-bacem doang. Ana cuman tersenyum kecil, sementara Faren langsung ngakak. "Ya udah dipotong-potong dua puluh bagian trus kasih ke gue satu lembar. Jadi goceng 'kan."

"Wah, Anakku sudah besar dan pintar. Mama terharu," ucap gue dengan wajah bahagia. Lagi-lagi Faren ngakak. "Wanjir, kayaknya don't judge a book by its cover berpengaruh ke lo banget, ya."

"Berpengaruh gimana?" gue menaikkan satu alis sembari duduk di depan Faren. Faren berceloteh lagi. "Banyak yang bilang lo macem orang aneh, insecure, gila. Taunya, lo lebih dari itu dan kocak."

"Itu ngina apa ngina?" tanya gue, si Faren ngakak lagi. Doyan ngakak ya, ini anak. Ana menyela obrolan kami. "Ren, kasih tau sejarahnya Eddenick dong."

"Gue baru baca sebagian," ucap Faren sambil mengangkat tinggi-tinggi buku tebal. Macem buku Harry Potter ke-tujuh yang dibaca Mello. Mata gue melotot. "Jrit, buku setebel itu udah lo baca sebagian?"

"Gue punya bakat baca cepet," cetus Faren. Ana langsung membalas. "Kalo gitu ceritain tentang Eddenick dong."

Faren mengangguk. Matanya menyuruh Ana untuk duduk di samping gue. Tapi Ana malah memilih duduk di sebelah Faren. Gue tersenyum kecut.

Begitu Ana telah duduk, Faren berdeham sebentar sebelum bercerita.

"Jadi, dulunya Eddenick ini bukan wilayah  yang ada raja-ratunya. Eddenick semacem Indonesia yang belum dijajah. Eddenick wilayah yang makmur, penduduknya harmonis dan ekonominya maju. Tapi, tujuh belas tahun yang lalu, Eddenick tiba-tiba aja diserang. Semua peri dimusnahin. Peri-peri yang selamat semuanya diungsiin ke Kota Hijau. Manusia kembaran kita yang selamet pergi ke portal dan hidup di dunia sementara waktu," jelas Faren panjang lebar. "Di saat itu, ada peri, namanya Edden. Dia pergi ke portal untuk nyari cewek bernama Deni. Edden ini dapet mimpi kalo cewek yang namanya Deni bisa ngembaliin Eddenick seperti semula. Gak cuma itu aja, mantan pacar Deni juga ikut bersama Edden diem-diem. Deni dilatih oleh Edden, sementara Nick ngeliatin dari jauh dan ikut belajar. Akhirnya ketauan kan si Nick-nya. Deni awalnya marah gara-gara Nick diem-diem ikutan. Nick ngejelasin gitu lah, Deni jadi luluh. Mereka pacaran lagi. Yang kasian siapa? Edden."

"Kenapa Edden?" tanya Ana. Faren menghela nafas berat. "Edden cinta Deni, tapi gak mungkin bisa bersatu. Deni manusia, Edden peri."

Ada beberapa hal yang membuat gue dan Ana otomatis saling lirik, hanya sepersekian detik karena kami saling membuang muka.

"Edden, Deni, sama Nick akhirnya tempur kan. Mereka menang. Eddenick makmur lagi. Tapi portal belom ketutup. Dan ternyata ..." ucapan Faren menggantung.

"Apa?" tanya gue dan Ana berbarengan.

"Orangtua kita, sebenernya berasal dari Eddenick," jawab Faren pelan-pelan. Gue dan Ana menahan nafas. "Orangtua kita, kembaran dari Edden, Deni dan Nick. Orangtua kita selamet dari pertempuran dan lari ke dunia manusia lewat portal."

"Tunggu, Edden asalnya dari Eddenick 'kan? Gak mungkin dia punya kembaran sesama Eddenick," tanya Ana. Faren menggeleng. "Gak. Edden dulunya di dunia manusia. Sama kayak Deni dan Nick. Tapi karena beberapa hal, dia masuk ke portal menuju Eddenick waktu bayi."

TRS (3) - Mika on FireWo Geschichten leben. Entdecke jetzt