Lima tahun lalu
***
Kami berhadapan.. diam terikat memori masa lalu
Tenggelam narasi dalam hati
Kukepalkan tangan, dingin hati dan jiwaku, melebihi suhu cafe.
Wajahnya tampak lesu, lelah, tak bergairah
Sementara aku begitu tegar, sok pintar, tak ingin tunjukkan beban, tersenyum terpaksa,
Kecil, tak pernah menyerah.
"Gimana kerjaan, sibuk ya?" tanyaku pura-pura peduli
"Biasa aja Rhin..kayak dulu" datar jawaban dan wajahnya
"Ooh...." intonasi suaraku tak bergeming
Cincin titanium berukir pasir itu masih melingkar dijarinya, intipku..hampir supak warnanya
Sama seperti milikku, yang sudah kubuang dibandara
Jemarinya sibuk mengetik dilayar hpnya..
entah apa dipikirannya..
apa pula isi hatinya..
siapakah diseberang sana yang menyibukkannya.
"Sampai kapan kamu disini?"
potongnya cepat..seperti takut kuhujani rentetan pertanyaan
"Belum tahu...rencananya agak lama kali ini..." kudengar suaraku ceria, palsu
"Baik...pikirkan baik-baik keputusanmu. Coba hubungi ayah dan Ibuku. Jangan sampai mereka membencimu" ucapnya kelu, bergetar
Aku tak bergeming..suara adukan gelas dan sendok sesekali memecah hening...
"Kamu cantik Sekarang..Kamu bahagia, ya?!" tatapannya menghujam jantungku, tempat di sasaran.
Aku diam.
Kubinarkan pandangan Mata ini.
rasanya getir, pahit jamu brotowali"tak sebahagia tanpamu...tapi kamu tak ingin bersamaku.." Perlahan kekuatanku roboh..aku rindu pujiannya
Aaah...dulu Sekali..di tempat ini kami berpegangan tangan, bergelanyut manja, saling sumbang pikiran dan ide, suara bersahutan.
Indah.
Rona wajah itu merekah berbinar.Hari ini 2tahun pernikahan yang berliku.. Ribuan mil menjadi jembatan jarak..kami habiskan di telpon, Skype, email.
Berjumpa raga mungkin dua tahun sekali..
Kuputuskan berhenti, dia pun tak berusaha menggapaiku.
Komunikasi ibarat rantai yang berkarat, menghabiskan kuatnya besi
Cinta kami ditelan sinyal yang naik turun, kesibukan mengurus negara, waktu yang tak sepaham.
Geliat rasa rindu terkikis seiring tahun berganti
"Jangan pernah menyesal, Sherin...aku mendukung keputusanmu...akan kusampaikan yang terbaik, Kamu tak pernah salah"
"Ini semua kesalahanku..."
"Maafkan aku...yang tak pernah meraihmu.."
"Jika waktu bisa diputar...aku akan pergi bersamamu..tapi aku terlalu pengecut"
Kalimat demi kalimat keluar dari bibirnya...terlambat.
telah kulayangkan Surat gugatan, lelah tak tertahan dengan pertengkaran dan makian..
Ibarat paku yang dihujamkan berkali-kali..kayu itu telah rusak..seperti halnya hatiku terkoyak oleh kata-katanya.
Sedari tadi kugigit bibir ini, agar tak terucap kata-kata tak penting
Bulir air Mata bertengger di tempat yang seharusnya.
Seperti selama ini bertahan untuk tak keluar
Antara Austria-Jakarta
Semuanya sepadan..
Ingin bersama, tapi selalu terbentuk kubangan lara.
Kusudahi agar tak ada lagi terjerembab dilubang yang sama
"Tak apa Mas...
Semuanya sudah berakhir..kita tutup hari ini..tak Ada pertemanan, biarlah berujung asing...lebih Baik!" kujabat tangannya..lalu beranjak pergi
Tegar hilang..musnah.
Tangisku sontak menggelegar.
Cermin itu pecah sudah, berserakan.
Layaknya janji-janji yang pernah tertuang...meruak bertebaran
Tak Ada dusta, tak Ada pihak ketiga.
Kami yang bersalah kepada Tuhan. Semoga dimaafkan.
Di sudut jalan, akhirnya tak kuasa kaki ini melangkah. Tangisku pecah.
Berderai-derai.
Terkejut, seperti aliran sungai, tanpa henti air mata ini menyeruak. Dinginnya salju seakan tak mampu membuatnya beku.Akankah aku akan mati tanpa dirinya?
Sendiri, di Austria.
YOU ARE READING
Just A Journey
言情Sherin dan Keane sepasang muda mudi yang dipisahkan oleh keadaan, dipertemukan oleh waktu dan saat yang tak terduga. Di tengah perhelatan luka batin yang dialami keduanya, ternyata jarak lah yang mampu menyembuhkan jiwa mereka. Akankah mereka bersat...