Seven Colors #2

20 1 0
                                    

Hampir saja matanya tertutup jika tidak mendengar suara ketukan di pintu apartemennya. Hazuki segera membuka matanya, berjalan ke depan untuk membuka pintunya.

"Kau telat," bisik Hazuki, karena melihat Kenichi tertidur di pelukan Yasui.

"Kami main dan melatih dialognya untuk acara sabtu besok, kami lupa waktu," Yasui berjalan masuk, membawa Kenichi ke kamarnya. Dengan gerakan yang hati-hati Yasui merebahkan tubuh Kenichi di atas kasur dan menyelimutinya.

"Saat aku bilang jam delapan, maka aku ingin anak laki-lakiku sudah ada di apartemen ini jam delapan, mengerti?" ucap Hazuki setelah menutup pintu kamar Kenichi.

Yasui menarik napas panjang, "Kami lupa waktu, aku sudah bilang," Yasui berjalan ke arah dapur mengambil secangkir kopi, "Bisa kita berhenti bertengkar setiap bertemu?"

"Kita tidak akan bertengkar kalau Yasui Kentaro tidak telat mengantarkan anakku pulang!"

Keduanya terdiam. Yasui menatap Hazuki, menghela napasnya lagi, "Hazuki, kau mungkin tidak ingat, tapi Yasui Kenichi juga anakku," ucap Yasui, menatap Hazuki yang kini masuk ke dapur, mengambil segelas air.

"Aku meneleponmu dan kau tidak menjawabnya," ucap Hazuki, menatap Yasui, "Kenapa?"

"Aku tidak pegang ponsel saat bermain dengan Ken-chan, dan kalau kau mau kau bisa menelepon Kaede," balas Yasui, meneguk kopinya.

Hazuki terdiam sesaat, "Aku tidak menghubunginya kecuali urusan sekolah."

"Kenapa? Dia dulu sahabatmu, kan?"

Ya, sebenarnya bagaimana Yasui bisa bertemu dengan Hazuki pun salah satunya adalah campur tangan Kaede. Saat sekolah, Kaede dan Hazuki adalah sahabat, karena seringnya Hazuki datang ke kediaman Yasui, tanpa sadar Yasui Kentaro pun mulai memperhatikan sahabat adik perempuannya itu dan jatuh cinta pada Hazuki.

"Bisa kita tidak bahas itu?" Hazuki membelakangi Yasui, malas berkomentar, entah sejak kapan hubungannya dengan Kaede menjadi dingin, di sekolah pun dirinya hanya menyapa seadanya, tidak pernah benar-benar berbicara lagi, "Kau tidak telat karena siapa namanya... pacarmu itu?"

"Aku tidak punya pacar," elak Yasui.

"Itu loh... siapa... Sora-chan??"

"Hazuki!"

Hazuki berbalik, menyodorkan sepiring kecil donat rasa coklat kepada Yasui, "Bukankah kalian akan menikah? Sudah tinggal bersama, kan?"

"Kami sudah putus. Jelas? Dan tidak, hubungan kami tidak seserius itu!" Yasui mengambil donat itu, mulai mengunyahnya, "Bisa kita tidak bahas itu?" balas Yasui, Hazuki hanya menatap mantan suaminya itu dengan pandangan kosong.

Lucu memang, seseorang yang pernah mengisi hatimu hingga bahkan Hazuki yakin jika saja waktu dulu ia harus mengorbankan nyawanya untuk Yasui, dia akan melakukannya. Tapi nyatanya sekarang mereka berdebat, bertengkar seakan-akan rasa cinta yang dulu itu tidak pernah ada. Hazuki tidak mau egois, tapi dia selalu merasa Yasui tidak memperjuangkannya maka mereka berpisah. Hazuki mengerti, mereka masih terlalu muda dulu, tapi bukankah seharusnya jika ada cinta mereka bisa melewati cobaan apapun?

"Thanks donatnya, aku pulang kalau begitu," Yasui mengambil tisu, membersihkan mulutnya dari bekas coklat yang menempel di mulutnya.

"Kebiasaan!" tangan Hazuki terulur, membersihkan sisa coklat yang masih tersisa di sudut bibir Yasui. Dan karena gerakan se-sederhana itu keduanya mendadak terdiam, seakan ditampar kenyataan Hazuki langsung melepaskan tangannya dari wajah Yasui, "Gomen," ucap Hazuki.

[Multichapter] Seven ColorsWhere stories live. Discover now