Amanah

8 1 0
                                    

Pagi hari ini ketika Subuh, aku memompa sepedaku yang biasa aku gunakan untuk mengirimkan surat. Pekerjaanku menjadi pengantar surat sudah lama aku tekuni. Gajiku cukup lumayan untuk bisa menyambung hidup. Setelah sholat Subuh, secara mengejutkan Yanto mengatakan bahwa Soekarno dan Muhammad Hatta ada di rumahnya. Tapi ia menyuruhku untuk tidak memberitahukannya kepada siapapun. Yanto tahu bahwa besok aku akan pergi ke Malang untuk mengawal paket kiriman. Sehingga karena searah, ia pun memintaku untuk membantunya.

Buatku sama sekali tak masalah, karena ia adalah keluargaku sendiri. Aku mengiyakannya. Aku sesekali melongok ke dalam rumah Laksamana Maeda, tidak bisa terlihat jelas apa yang mereka bicarakan di dalam sana. Sesaat sebelum pergi malam itu, aku melihat seseorang dengan blankon masuk. Aku sempat melihatnya sejenak. Aku tak tahu siapa dia tapi tampaknya dia orang yang sangat penting dan berwibawa.

Sebuah mobil Cadilac 48 berwarna hitam terparkir di halaman rumah. Siapa pemilik mobil ini? Tapi masa bodoh, aku sudah menerima surat yang harus aku kirimkan ke pemiliknya. Akhirnya malam itu pun aku langsung pergi ke stasiun. Aku tak membawa barang banyak, karena memang aku cuma sebentar saja di Malang. Hanya menggunakan seragam khas seorang kurir. Baju berwarna coklat agak mbulak, celana selutut dan sepatu hitam dengan kaus kaki hampir mengenai lutut. Tak lupa dengan topi seperti tempurung kura-kura yang selalu aku pakai.

Aku kayuh sepedaku, tak lupa aku pasang lampu untuk menerangi jalanan yang sepi di Rengasdengklok ini. Aku perlu waktu paling tidak hampir dua jam lamanya, karena harus melewati beberapa pos penjagaan tentara Jepang. Mereka memeriksaku apakah aku benar-benar orang berbahaya atau tidak. Berkali-kali para pemuda saling memberi salam "merdeka" kepada teman-temannya. Seolah-olah mereka tahu bahwa besok akan merdeka.

Akhirnya setelah menempuh perjalanan yang melelahkan aku sudah berada di dalam gerbong kereta di Stasiun Karawang. Selama di gerbong, aku banyak terdiam. Walaupun rasa penasaranku menjadi-jadi untuk membuka surat yang Yanto kirimkan. Aku sangat penasaran, bagaimana Yanto yang orangnya kurus kering itu bisa mendapatkan Yuyun yang sangat cantik itu. Padahal aku cuma mengenalkan mereka sekali. Dan itu pun hanya kubuat bercanda saja. Tapi aku tak berani membukanya. Namanya juga amanah.

Di dalam kereta ini, aku lebih banyak tidur. Rekan kerjaku yang ikut membawa paket pun ikut tertidur. Ia juga tak banyak bicara selain menawarkan makanan atau minuman untuk mengganjal perut dalam perjalanan ini. Kereta ini berjalan lumayan lambat, perkiraanku siang hari baru sampai Malang.

Surat untukmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang