Bagian 3

112 17 5
                                    

Harap maklum kalau typo beterbangan dimana-mana, dikatenakan author mengetik di ponsel.

Sebelum baca jangan lupa Vote yaa :)

Happy reading...

Plak!!

"Tutup mulutmu! Kau keterlaluan Dimas, kau tidak tau apa-apa tentangku."

Dimas membeku ditempatnya.

Tidak, tidak, tidak, itu tidak boleh terjadi, aku memutar knop pintu dan membantingnaya dengan keras.

***

      Aku berjalan menyusuri lorong sambil mencari nomor kamar yang sudah dikirimkan Diana padaku. Setiap kali aku melangkah kalimat yang diucapkan Dimas selalu terngiang di benakku. Apa yang Dimas katakan benar, aku pelacur. Aku tidak menyangkal perkataannya, tapi setiap kali aku mendengar kata itu, hatiku rasanya pedih.

      Kakiku akhirnya sampai diujung lorong, disini terdapat bilik dengan nomor 22. Dengan perasaan cemas aku memutar knop pintu bilik tersebut, kuintip sebentar dari balik pintu sebelum memastikan diri untuk masuk.

Kosong.

      Aku memberanikan diri untuk sedikit membuka pintu. Baru setengah dari tubuhku yang masuk, sampai kurasakan sebuah tangan menarikku keluar dari bilik itu.

      "Fanya!" sentak sebuah suara dibelakangku.

Seketika tubuhku membeku.
      Suara bass milik Dimas memenuhi kepalaku. Aku seperti tersihir oleh suaranya, dengan perlahan aku memutar tubuhku menghadap kearahnya.
      Kulihat kilatan matanya menyiratkan kemarahan padaku, aku memilih mengalihkan pandangku darinya.

      "Jawab aku, Fanya!" Dimas menyentakku lagi dengan nada bicaranya yang tinggi.

      "Apa yang harus kujawab?"  jawabku.

Sial, Dimas kini menarik wajahku untuk menatap matanya.

      "Pekerjaan apa yang kamu lakukan disini, Fanya?!"

Damn. Lagi - lagi ia harus membahas pekerjaanku disini. Apa yang harus kukatakan sekarang, kalau aku menyangkal itu tidak mungkin. Ia menangkap basahku di lorong maksiat ini.
      "Ya kau benar, aku memang perempuan seperti itu. Lantas apa pedulimu padaku?"

      Kulihat Dimas meremas rambutnya frustasi sambil menggumamkan umpatan.

      "Ikut aku!"

      "Gak! Aku harus kerja sekarang. Diana sudah membayarku untuk ini." Aku menunjukkan selebaran cek di depan wajah Dimas.

      Dimas kemudian merampas cek itu dari tanganku dan merobeknya menjadi potongan yang sangat kecil. Aku melotot.

      "Dimas kau brengsek!!"
Aku kemudian berlutut memunguti potongan-potongan cek yang berserakan di lantai.

      "Aku bisa membayarmu lebih tinggi daripada itu! Sekarang kau harus ikut aku!" Dimas tiba-tiba menarik tanganku membawa tubuhku keluar dari lorong maksiat. Ia terus berjalan sambil menarik tanganku melewati mini bar tempat Iva duduk dengan beberapa teman Dimas.

Diary FanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang