chapter 2

173 8 2
                                    

“Oke, oke.” Kataku malas. Daripada kita harus membuang waktu melihat Candice memanah jadi aku yang panah. Aku mulai mengangkat busurku, menyiagakan anak panah dan membidik kalkun. Hitungan detik aku langsung memanah kalkun yang kubidik. Begitu juga dengan tiga kalkun lainnya.

            “Hebat!” kata Austin yang langsung berlari mengambil empat kalkun tersebut. Ini masih terlalu sore untuk pulang walaupun kita sudah mendapatkan 4 ekor kalkun.

            “Ayo, kita pulang!” kata Candice. Alex sudah berdiri untuk menyusul Candice kearah tadi kami datang. Tapi sesuatu menarik perhatianku. Sesuatu dari kayu. Yang besar. Tapi aku mengabaikannya, kami langsung berjalan mengikuti Candice hingga kami mendengar suara deruman motor.

            “Penjaga keamanan.” Bisik Austin.

            Kami jongkok dan mendengar. Suara motor itu lebih kencang sekarang. Jadi, aku langsung berlari, entah kemana pun itu, tapi kurasa aku menuju kayu besar yang tadi kulihat. Aku menoleh kebelakang dan mendapati Austin dan Candice juga Alex berlari tepat dibelakangku. Hingga kami berdiri didepan rumah kayu yang bobrok, tua, dan gelap ditengah hutan dengan nafas memburu.

            “Suaranya semakin dekat!” kata Austin. Kami langsung berlari melewati rumah tua itu, baunya sangat aneh, seperti bau apak, dan bau kayu tua. Kami terus mencari tempat untuk bersembunyi hingga kami masuk kedalam kamar kosong dengan tirai besar dibelakang kami.

            Kami diam.. mendengar.. tapi suaranya sudah benar-benar menghilang. Jadi, kami menunggu beberapa menit untuk berdiri. Tapi, suaranya benar-benar hilang. Kami pun bangkit merasa aman untuk pulang.

            “Kurasa, kita sebaiknya mengecek rumah ini. Siapa tau ada makanan atau pakaian?” kata Alex sambil membuka salah satu laci.

            “Terlalu gelap. Kurasa kita sebaiknya pulang.” Kata Candice.

            “Tapi ide bagus juga mengecek.” Kataku. Austin dan aku pun memperhatikan sekeliling didalam kamar. Sementara Candice dan Alex mengecek bagian dalam rumah.

            “Menurutmu apa dibalik tirai itu?” tanyaku.

            “Foto penyihir perempuan yang hot?” kata Austin sambil menyeringai.

            Aku berjalan untuk menarik tirai besar yang menutupi sesuatu. Ketika aku menariknya, sebuah lemari baju besar bertengger dihadapanku. Aku berusaha menarik gagang lemari itu dan terbuka. Terlihat dari sini, ada beberapa baju yang kelihatannya masih bagus.

            “Hey, austin! Ajak yang lain kesini! Kita dapat baju bagus!” kataku. Austin berteriak, Candice dan Alex datang beberapa saat kemudian. Tapi ketika kami sedang mengecek pakaian, ada suara langkah kaki datang. Jadi kami langsung panik.

            “Jangan-jangan itu penjaga keamanan!” kata Austin.

            “Kita harus sembunyi!” Kata Alex.

            “Bagaimana kalau disini?” kata Candice sambil masuk kedalam lemari besar itu. Jadi kami mengikuti nya, berdempetan didalam lemari, mundur kebelakang agar kami merasa aman. Candice menarik jaket kulitku dan berbisik.

            “Ini menyeramkan.” Katanya.

            “Tidak terlalu menyeramkan daripada lingkungan kita saat ini. Daripada masa depan kita nanti. Masa depan anak-anak kau, aku, Alex, dan Austin.” Kataku. Tidak sadar untuk mengatakan itu. Hingga Alex berteriak kaget. Dia yang berada dipaling belakang.

            “ALEX!!!!” Kami semua berteriak.

----------------------continue.

Past Inside WardrobeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang