Rizky Langit Ramadhan

226 8 1
                                    


Rossa roslaina duduk tenang di sebuah resor cantik di dekat pantai pulai dewata. Napasnya kembang kempis menikmati keheningan yang menyelimuti atmosfer disekitarnya. Hanya wewangian lilin aromaterapi yang disusun indah disudut ruangan yang sesekali membuat hidungnya kian menarik napas dalam-dalam.

Dalam beberapa hari kedepan, ditinggalkannya kehidupan kota jakarta yang penuh dengan kesemrawutan. Ditempatnya duduk saat ini, semuanya terasa tenang dan damai. Seolah didunia ini tidak ada perang. Tidak ada stress. Tidak ada sakit hati.

Disanalah rossa menghabiskan berjam-jam waktunya. Memang untuk itulah dia melarikan diri ke Bali. Untuk melupakan semua yang menyakiti hatinya. Stress. Kesedihan. Kegeraman. Kekecewaan.

Setelah disibukkan dengan kegiatan bisnis seharian penuh, rasanya dia tidak mau cepat-cepat pulang ke indonesia. Enggan rasanya bertemu lagi dengan suaminya. Kalau dapat, ingin rasanya dia menghilang untuk selama-lamanya. Biar tidak usah melihat mukanya lagi.

"aku laper, ma,"

Rizky langit ramadhan, anak sematawayangnya itu entas sejak kepan memerhatikannya. Kepalanya menyembul dibalik pintu dengan raut muka yang tidak seperti biasanya. Paras kanak-kanaknya yang biasanya segar sumringah, hari itu tampak sedih dan lesu.

Tentu saja dia sedikit banyak mengerti kesedihan yang tengah membelenggu hati mamanya. Dalam usia sebelas tahun,dia sudah merasakan sakit hati mamanya. Mengerti bahwa hubungan mama dan papanya sedang dalam keadaan yang tidak baik.

Karena itu dia menjadi sangat tenang dan penurut hari ini. tidak rewel dan meminta ini itu yang bisa membuat merepotkan mamanya.

Jusrtu rizky jugalah satu-satunya alasan mengapa rossa masih ingin pulang ke jakarta. Bagaimanapun sakit hatinya, untuk rizky, dia harus kembali. Untuk anak satu-satunya, dia harus mampu melupakan sakit hatinya. Untuk bocah sebelas tahun itulah dia masih ingin melanjutkan perkawinannya.

"mama juga belum makan, kan?" suara dan wajah rizky menampakkan kekhawatiran meski rossa sudah berusaha menyambutnya seceria biasanya.

Hampir menitik air mata rossa ketika melihat wajah putranya. Kapan pernah dilihatnya putranya begitu mencemaskannya?

Biasanya rizky tampak acuh tak acuh. Seperti kebanyakan kanak-kanak seusianya. Dunianya masih seputar main bermain. Tidak ada kekhawatiran. Tidak ada yang perlu dicemaskan.

Apalagi, rizky percaya sekali pada ibunya. Mama selalu berhasil mengatasi kesulian, seperti apapun bentuknya. Mampu mengusir semua kesedihan, bagaimanapun beratnya beban yang harus ditanggungnya.

Rizky yakin sekali dengan kemampuan mamanya. Baginya, mama adalah hero-nya. Mama mampu melakukan segalanya. Mampu menyelesaikan semuanya. Kadang-kadang justru tanpa bantan papa.

Mama begitu superior. Dari mengurus rumah tangga hingga menggeluti usaha karaoke yang kini menjadi tanggung jawabnya. Meski begitu, mama tak pernah meninggalkannya, mama selalu ada kapanpun dia membutuhkan. Rizky sampai tak perlu merasa sedih ketika papa sering meninggalkannya keluar kota untuk manggung, karena masih ada mamanya yang hebat.

Tapi hari ini rizky cemas. Dia meragukan mamanya. Tidak yakin mamanya sedang baik-baik saja.

Mama terlihat sedih. Matanya indahnya yang selalu berbinar belakangan ini tampak kuyu. Wajahnya agak memucat. Dan senyumnya tak sehangat dulu lagi. Penuh kepura-puraan yang dia sendiri tak tahu maksudnya, tapi bisa merasakan perubahannya. Mama menjadi tampak lebih tua dari sebelumnya.

Rossa merangkul putranya dengan penuh keharuan. Dalam keadaan seperti ini dia memang perlu suasana berbeda. Dia perlu berada seorang diri untuk merenung. Untuk mencari solusi terbaik memecahkan problemnya.

Tapi mengapa ketika memeluk putranya hatinya seketika menghangat, air matanya hampir saja ingin menitik.

Tiba-tiba saja dia enggan berada sendirian. tiba-tiba saja dia ingin ada seseorang yang mendampinginya. Seseorang yang disayanginya. Yang dapat dipeluknya sambil meneteskan air mata. Yang dapat diajaknya berbagi kedukaan.

"mama nggak papa?"

Rizky berjinjit, mengangkat tangan mungilnya keatas agar telapaknya sampai dan menempel dikening mamanya, seperti yang mamanya lakukan setiap kali dirinya sakit sakit.

Melihat tingkah putra sematawayangnya yang tampak demikian khawatir itu, rossa menjadi sangat terharu. Dia berjongkok, Buru-buru didekapnya erat-erat tubuh mungil putranya, lalu ditumpahkannya tangisnya yang sejak tadi tertahan.

Dengan air mata yang tak kunjung berhenti, rossa tak juga melepaskan dekapannya. Tidak mungkin dibiarkannya putranya melihat air matanya.

"ma?"

Rossa menarik napas dalam-dalam, segera disekanya air mata yang membuat kedua pipinya basah. Pelukannya mengendur. Kini, putranya dapat mengamati wajahnya yang memerah akibat tangis.

"kenapa mama nangis?"

"nggak, rizky. Mama nggak nangis"

"mama bohong," tuduh rizky dengan raut wajah tidak suka. Kini, anak kecil itu, meraih leher mamanya untuk mendekatkan wajah.

"say to me, you're not crying,ma"

Sejeknak rossa tertegun, bagaimana bocah sekecil itu sudah dapat menirukan dengan persis hampir semua perlakuannya. Hari ini anak laki-lakinya yang biasanya tampil manja dan agak nakal itu demikian memperhatikannya.

"i'm crying, boy.." ujarnya mengangguk. Mau bagaimana lagi? Rizky terlalu pintar untuk dibohongi.

Telapak tangan kanan rizky dengan hati-hati menyibak poni samping mamanya, lalu mendaratkan bibir disana, mengecup kening mamanya sekilas. Lalu turun mengecupi kedua kelopak air mata dan pipi mamanya yang kembali basah oleh air mata, sebelum kemudian mencium bibir mamanya. Sama seperti ritual yang dilakukan mamanya setiap kali dirinya menangis karena terjatuh atau menyesal karena telah memarahinya.

"mau rizky peluk??" bocah kecil itu merentangkan kedua tangannya selebar-lebarnya. Berusaha menghibur mamanya dengan kepolosannya menirukan hampir semua yang dilakukan mama padanya sama persis.

Rossa benar-benar dibuat terharu oleh kepolosan putranya. Seolah-olah dalam sekejap mata, dia tampil sebagai perisai ibunya. Pengobat kedukaannya.

Dipeluknya kembali tubuh kecil yang menjadi harta karunnya itu dengan erat. satu-satunya miliknya yang paling berharga di dunia.

"merasa lebih baik sekarang, ma?"

"nope, can I get more closely, dear?" rossa menggeleng dalam pelukan anaknya.

"uh-um.. I'll do it for you.."

Rossa dibuat terkekeh ketika merasakan tubuhnya semakin erat dipeluk. Dia mersa sangat terharu. Ditengah suasana hatinya yang kacau, dia memanjatkan syukur kepada Tuhan dalam-dalam. Untuk hari ini, detik ini, untuk miliknya satu satunya, malaikat kecil yang menjadi penawar lukanya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 15, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

My Wonder WomanWhere stories live. Discover now