Kalau Sandra sampai sekesal itu, sepertinya Bara memang melakukan sesuatu pada wanita itu. Kalau begitu dia harus membicarakannya dengan Bara nanti.

"Ya ampun!" perhatiannya teralihkan mendengar Ira mendadak berseru sambil berlari ke halaman diikuti Tami. Bela mengerjap bingung tapi langsung paham begitu merasakan tetesan air yang langsung berubah jadi guyuran hujan.

Tadinya dia mau menyusul untuk membantu pasien segera masuk ke RS. Tapi batal karena melihat dokter dan beberapa perawat kesulitan membawa pasien lansia yang tidak bisa segera masuk ke RS seperti pasien lain yang tinggal berlari.

Bela mengedarkan pandangan sambil mencari cara. Mengingat jarak taman dengan gedung RS cukup jauh. Saat itu matanya berhenti melihat brankar yang kebetulan ada di teras RS. Lantas dia segera berteriak memanggil satpam untuk membawanya ke taman.

Setelah pasien lansia memenuhi brangkar, beberapa dokter dan perawat laki-laki mendorongnya, dibantu beberapa keluarga pasien juga. Bela membantu beberapa pasien lansia turun dari brangkar ketika sampai di teras gedung RS. Lalu mengucapkan terimakasih kepada yang mendorong.

"Terima kasih pak sudah—" ucapannya terhenti ketika berbalik dia melihat ada Dave, pria itu melepaskan tangan dari pegangan brankar dengan kemeja yang hampir kuyup.

"Lho, kamu kok disini. Nggak kerja?" tanyanya bingung.

"Hm-mm." Jawab Dave mengangguk sambil menarik kebelakang rambutnya yang basah. "Hari..hak...hakcimm!!" Bela spontan memejam karena Dave bersin tepat didepan mukanya.

"Hm..maaf." ucap Dave dengan cengiran sambil menyeka hidung. "Hari ini tanggal merah." Lanjut Dave dengan suara bindeng. Oh-ya. Karena profesinya memang tidak memiliki tanggal merah, jadi dia tidak tahu.

"Oh...yaudah ayo keruanganku biar ngeringin rambut kamu." Katanya langsung beranjak diikuti Dave.

"Aku cuma bisa mengatasi rambut, gimana soal kemeja kamu?" tanya Bela sambil mengusap setengah menekan handuk bersih di kepala Dave. Pria itu duduk di sofa dengan mata terpejam keenakan. Berasa di salon kali ya.

"Sudah ada yang mengurusnya." Jawab Dave tanpa membuka mata.

"Siapa?"

"Haris."

"Oh—aku pikir kamu selalu bawa cadangan baju di mobil." ujarnya mengingat Dave sangat peduli dengan penampilannya.

"Untuk apa? Aku punya sekertaris yang bisa di suruh kapanpun untuk hal semacam itu." Dave mengangkat kedua bahu.

"Jadi selain soal perusahaan, Haris juga mengurus keperluan kamu?"

"He-em." Sahut Dave membuat Bela menghentikan gerakan.

"Wah.. Haris pasti capek banget ya," Bela menghela nafas membayangkan repotnya jadi sekertaris Dave, mengingat pria itu rewel soal penampilan.

Dave spontan membuka mata dan menatap Bela sambil memicing. "Kamu kenapa tiba-tiba peduli dengan pekerjaan Haris?"

"Hm?" Bela mengernyit bingung mendengar nada menuduh dalam ucapan Dave.

Dave menurunkan tangannya membuat handuk yang depegangnya terjatuh di pangkuan pria itu. "Setelah memergoki kamu memandangi dia penuh minat, jangan bilang kamu tertarik sama dia?" hah?

"Jangan coba-coba tertarik sama dia." Oh, Dave pasti salah paham.

"Mck, apaan sih Dave. Kamu cemburu sama sahabat sendiri?" tanyanya pura-pura mengerutkan alis.

"Cembu—oh ya, aku cemburu. Sebagai kekasih kamu, itu hal wajarkan?" suara Dave meninggi.

"Yang bener aja, Dave—"

My lovely PATIENTDonde viven las historias. Descúbrelo ahora