02

12.5K 1.4K 276
                                    



Segala bentuk typo dan teman-temannya, tolong di maklumi.

Gak maksa untuk selalu vomment, tapi seenggaknya hargai kerja keras gue yang udah mikir-mikir buat bikin nih cerita.



"Apa? Aku gak mau ke kota, bu." Pekik sebuah suara bernada halus di sebuah ruagan minimalis yang terlalu sederhana.

"Dengerin ibu dulu, Yer. Kalo kamu ke kota kehidupan kamu bakal jauh lebih baik daripada terus menetap di desa. Lagian juga kamu bakal tinggal sama anaknya temen deket ibu di kota." Jelas seorang wanita yang kira-kira berusia lebih dari 50 tahun.

Kim Yerim -nama gadis yang tadi memekik itu menghela nafas lelahnya. Sudah 15 menit semenjak ibunya menyuruhnya untuk berkelana ke kota besar. Namun, karena dirinya yang memang tak ada niatan untuk pergi dari desanya, Yeri berusaha untuk menolak permintaan ibunya.

"Kayaknya aku gak akan nurutin kemauan ibu yang ini deh. Aku masih betah kok tinggal di desa, lagian juga siapa yang bakal ngurus ibu kalo aku gak ada." Ucap Yerim dengan mata berkaca-kaca. Sang ibu yang iba melihatnya pun langsung mendekap tubuh Yeri dengan kehangatan kasih ibu.

"Ibu mohon kamu turutin kemauan ibu yang ini ya, Yer. Ibu mau kamu terusin pendidikan kamu di universitas yang lebih baik di kota. Ibu gak bakal kenapa-napa sendirian di desa. Kali aja kan kamu bisa ketemu sama kakak kamu di kota nanti." Jelas sang ibu.

Yerim sudah tak mampu membendung air mata nya lagi. Pada dasarnya Yerim memang gadis yang mudah menangis, tapi baru kali ini ia menangis tersedu-sedu di depan ibunya.

"Aku gak bakal tega ninggalin ibu sendirian. Aku gak bakal betah di kota nanti, bu. Apalagi harus tinggal sama orang yang gak aku kenal."

"Kamu bakal tinggal sama anaknya temen ibu kok. Lagian juga temen ibu itu emang lagi butuh orang untuk ngontrol perilaku anaknya. Ibu yakin kamu pasti bisa kok. Katanya kamu mau jadi dokter kan, maka dari itu kamu harus raih cita-cita kamu. Pulang ke desa kalo kamu udah berhasil pake jas dokter ya, Yer."

Yerim terdiam sejenak mencerna kata-kata ibunya barusan. Masih banyak hal yang dia pikirkan kalau ia meninggalkan ibunya seorang diri di desa. Tidak akan ada yang menjaga dan mengurus ibunya nanti kalo dia benar-benar ke kota.

Tidak akan ada yang menemani malam ibunya.

Tidak akan ada yang membantu ibunya bekerja di kebun.

Tidak akan ada yang merawat ibunya kalau beliau jatuh sakit.

Dengan hanya memikirkannya saja rasanya Yerim tak akan sanggup. Walau bagaimanapun hanya dirinyalah yang saat ini ibunya punya. Kalau mengharapkan kakaknya kembali sama saja seperti mengharapkan hujan uang.

Sangat dan sangat mustahil, bukan.

"Yerim denger ibu, kalo kamu mau nurutin kemauan ibu dan sukses sama impian kamu, ibu juga yang bakal seneng. Cuma kamu sekarang satu-satunya harapan ibu, nak. Tinggal di kota besar emang bakal sulit, tapi ibu percaya kamu bisa melewati semua itu dengan mulus, asalkan kamu terus semangat dan gak putus asa. Ibu juga berharap kamu bisa ketemu sama kakak kamu di kota nanti. Ya, walaupun kamu mungkin udah gak hapal sama wajah kakak kamu, seenggaknya kalo kalian ketemu nanti kakak kamu masih inget wajah kamu." Jelas ibunya dengan wajah memerah dan mata berkaca-kaca.

Yerim menatap lekat wajah ibunya yang mulai keriput. Tersimpan banyak sekali harapan di dalam mata ibunya itu, dan Yerim tak sanggup untuk menolak kemauan ibunya. Walaupun dia sangat berat hati meninggalkan ibunya seorang diri di desa.

[1] Hold Me Tight [M] ✔Where stories live. Discover now