Jennie terus saja melamun memandangi cincin tunangannya dengan Hanbin, memikirkan bagaimana kelanjutan hubungannya dengan kekasihnya itu.

Ia bingung harus dengan cara apa untuk berpisah dengan Hanbin. Rasanya sudah cukup ia menjadi bank berjalan untuk Hanbin. Ia mulai lelah dengan semua sikap Hanbin yang tidak kunjung memberinya kejelasan tentang hubungan mereka ini.

Akhirnya Jennie memutuskan untuk bertemu dengan Hanbin di taman dekat kantor, malam ini.

Sekarang Jennie sedang duduk menunggu kedatangan Hanbin di taman dekat kantornya itu. Sambil terus meremas jari-jarinya sendiri, gelisah.

"Jen.." panggil seseorang dengan suara khas miliknya, Hanbin.

Hanbin lalu duduk tepat di sebelah Jennie.

Jennie memulai pembicaraan di antara keduanya.

"Kita sudah bersama selama 10 tahun, tidakkah kamu merasa aneh dengan itu?" Hanbin menolehkan kepalanya menatap Jennie yang masih menunduk menatap cincin pertunangan mereka.

"Ya" Hanbin lalu mengalihkan pandangannya ke depan lagi.

"Selama itu, wanita seperti apa aku di matamu?"

"Kenapa kamu nanya gitu sih? Aku pikir kamu ngajak ketemuan karena mau ngasih laptop baru ke aku"

Jennie membuang pandangannya ke depan sambil membuang nafasnya kasar.

"Kamu masih bisa mikirin tentang laptop baru di saat seperti ini?!" Tanya Jennie dengan sedikit menaikkan nada bicaranya.
"10 tahun, oppa..10 tahun? Dan kamu nggak ada rencana buat nikahin aku?! Selama 10 tahun ini wanita seperti apa aku dimatamu, kamu nggak bisa jawab. Apalagi kalo aku minta kamu nikahin aku sekarang, rasanya mustahil. Aku udah capek, oppa.. aku mau kita putus. Apapun resikonya nanti aku bakal terima, karena semua ini udah bikin aku capek! Karena aku juga butuh kepastian"

"Jen-"

"Udahlah oppa, mau berapa kali pun kamu nahan aku juga aku bakalan tetep sama keputusanku" Jennie melepas cincin pertunangannya dan mengembalikannya pada Hanbin. Lalu Jennie beranjak pergi meninggalkan Hanbin sendirian.

Jennie menangis selama perjalanan pulangnya, sambil bergumam sendiri.

"Aku nggak mau kita berdua terluka, bahkan kita nggak pernah saling menceritakan semua waktu sulit dan bahagia kita" Jennie masih terus menaiki anak tangga yang harus ia lewati untuk sampai ke rumahnya.

"Kita berakhir  di sini, tanpa ada air mata yang jatuh sekalipun. Bahkan walaupun air mataku telah jatuh, sekarang telah mengering jadi aku tidak akan merasakan sakit apapun lagi sekarang" lalu Jennie tersenyum.

💋💋💋

"Hei! Itu bukan sesuatu yang bisa kamu putuskan sendiri, Yong!" Ucap Winwin kesal saat mendengar penjelasan Taeyong tentang Jaehyun yang tidak ingin masuk ke tim NBA.

"Jadi jika terjadi sesuatu nanti, apa kamu mau bertanggung jawab?" Tanya bos mereka berdua, Suho.

Taeyong terlihat sedikit frustasi dan mengalihkan pandangannya dari bosnya.

"Apa kamu mau menghancurkan dirimu sendiri, hah?! Itu sama saja mempermalukan dirimu sendiri, kamu pelatih pribadinya dan bahkan kamu tidak mampu membujuknya untuk masuk tim itu, sungguh di sayangkan Lee Taeyong!" Ucapan Suho berhasil membuat hati Taeyong 'nyess' seakan-akan semua perkataan Suho akan benar-benar terjadi saat itu juga.

Taeyong terlihat berpikir sejenak.

"Taeyong-a..kontrak Jaehyun ada ditanganku"

"Tapi aku akan tetap memihak pada Jaehyun"

"Aissh!" Suho dengan kesal melempar semua berkas kontrak Jaehyun yang ia pegang daritadi.
"Kamu tau? Bukan cuma dia yang kamu sukseskan, carilah atletmu yang berbakat lainnya-"

"Aku tidak bekerja untuk uang!" Taeyong dengan berani memotong ucapan bosnya.

Taeyong lalu beranjak pergi dari ruangan bosnya itu.

"Ya! Lee Taeyong! Ya!" Suho mengusap wajahnya kasar.

Bersambung..





Kalian suka Jungri? Baca juga workku yang judulnya "Choco Matcha" ya~

Busan, im in Love! | JENYONG️ ✔Where stories live. Discover now