Frühling Ist Unser

76 7 0
                                    

Tangisan kedua bayi bergema di ruangan. Kuroko sibuk menenangkan kedua bayinya dengan menepuk-nepuk punggung kecil mereka dan membuat mereka tertawa. Tangisan mereka pun reda. Digantikan oleh senyuman manis tiada tara di tidur mereka yang damai. Kuroko menghela napas. Menjadi seorang ayah ternyata tak semudah yang ia bayangkan.

Kuroko masih menepuk-nepuk kedua bayinya lalu membaringkan mereka di box bayi satu persatu. Kemudian, ia keluar dari kamar bayi menuju kamarnya. Ia tersenyum saat memasukinya karena ada sesuatu yang ia harapkan dari kehadirannya disini. "Ohayou, Satsuki-san," sapa Kuroko. Momoi masih bergeming dalam tidur panjangnya. Sudah hampir empat hari ini ia tertidur. Bukan karena racun itu tetapi karena kebahagiaan yang telah Kuroko siapkan untuknya.

"Anak-anak sangat merindukanmu. Apa kau tak ingin menyapa mereka?"

Momoi masih damai dalam mimpinya. Kuroko kemudian duduk di sebelahnya, menggenggam tangannya, dan mengecupnya. "Jangan menjadi Sleeping Beauty, Satsuki-san. Itu sangat menyakitkan untukku," godanya. Kuroko mencium bibir peach Momoi kemudian sebagai bagian dari rutinitasnya di pagi hari. Bibir bertaut dengan milik Momoi yang makin lama makin dalam namun tak menyulut gairah. Hanya ada rasa cinta dan kasih sayang di dalamnya. Tak ada reaksi pada awalnya. Namun, keajaiban Yang Mahakuasa terjadi.

Pipi Momoi yang sejak empat hari lalu menghangat dan berubah menjadi kemerahan. Tangannya yang bertaut dengan tangan besar Kuroko pun bergerak-gerak ingin meraih kehangatan yang menguncinya. Matanya mulai mengerjap hingga terbuka sepenuhnya. Tetsu-kun... gumamnya dalam hati. Kuroko kemudian melepas tautan bibirnya dengan milik Momoi dan mengusap saliva yang ada di sekitar bibirnya.

"Ohayou, Satsuki-san," sapa Kuroko kembali. Momoi tersenyum bingung dengan napas terengah. "Apa aku sudah di kamar?" Tanya Momoi bingung. Kuroko mengangguk lalu mengusap saliva yang berada di sudut bibir Momoi. "Empat hari lalu kita sudah pulang, Satsuki-san," jelas Kuroko kemudian. Manik pink peach Momoi melebar. "Selama itu! Oh, Kami-sama!" Pekik Momoi kaget hingga refleks membuatnya terbangun dari keadaannya yang sebelumnya berbaring. Kuroko menahan tubuh Momoi.

"Lepaskan, Tetsu-kun. Aku belum mandi," sergahnya. Kuroko tetap menahannya. "Kau sudah mandi, Satsuki-san," kata Kuroko. "Kapan?" Tanya Momoi bingung. "Baru saja. Aku yang memandikanmu," jawab Kuroko enteng dengan wajah stoic-nya. Manik Momoi melebar refleks. "Be-Benarkah?" Tanyanya gugup memastikan. Pipi Momoi memerah hingga ke telinga. Ia sangat malu sekarang. "Satsuki-san, apa kau tidak ingin melihat bayi kembar kita?" Tanya Kuroko lagi. Momoi mengangguk. "Tentu saja, Tetsu-kun. Aku sangat merindukan mereka," jawab Momoi dengan senyum indahnya.

Tak lama kemudian, Kuroko membantu istrinya berdiri untuk menemui bayi kembar mereka.

Saat membuka pintu kamar, Momoi terkagum-kagum melihat pemandangan di dalamnya. "Rapi sekali! Kau yang mengurus semua ini." Kuroko mengangguk kemudian mengajak Momoi ke dalam. Momoi melangkahkan kakinya pasti hingga ia mendapati kedua bayi kecilnya yang ia rindukan. "Bayi kembar kita sangat sehat. Arigatou telah merawat mereka, Tetsu-kun," kata Momoi. Kuroko menghela napas. "Aku akan menyiapkan sarapan. Kau jaga mereka disini, ya," kata Kuroko.

Momoi memandang Kuroko sekilas. "Hai', Tetsu-kun," balasnya menyanggupi lalu mencium bibir Kuroko. "Aishiteru yo," kata Momoi kemudian. "Aishiteru mo, Satsuki-san," balas Kuroko kemudian meninggalkan istrinya pergi bersama buah hatinya.

Setelah Kuroko pergi, Momoi hanya memperhatikan kedua bayinya. Ia masih tidak percaya dengan semua kenyataan yang ada di depan matanya. Ia kemudian memikirkan kembali apa yang terjadi di Pulau Sakura beberapa hari yang lalu.

Born Under Million Cherry BlossomsWhere stories live. Discover now