SYNOPSIS

210K 10.6K 808
                                    

"Minggir, minggir, dia mau lewat gue nggak bisa lihat," kata Sarah kepada temannya. Kristie yang juga ingin melihat tidak ingin mengalah dari Sarah.

"Gue juga mau lihat!" gerutu Kristie.

Sarah dengan kesal menarik keluar kemeja putih Sarah dari rok SMA-nya dan berkata, "Lo jangan ngambil cowok gue ya!"

"Cowok gue kali!"

Kristie dan Sarah terus bertengkar sementara laki-laki yang mereka ingin lihat baru saja berjalan melewati mereka. Kristie yang pertama kalinya menyadari hal tersebut dan ia berkata terlalu keras, "Max, astaga, Tuhan Engkau baik!"

"Cowok gue! Maximillian!" Sarah mendorong Kristie menjauh dari tubuhnya dan melihat punggung laki-laki itu yang baru saja melewati mereka. Ternyata bukan hanya Kristie dan Sarah yang menatap kedatangan Maximillian Tjahrir ke kelas 12-A pagi itu, melainkan semua murid perempuan di sekolah internasional Agnus Dei. Dengan kecewa semua perempuan yang telah rela bangun pagi dan terlihat secantik mungkin dihadapan Maximillian Ethanael Archibald Tjahrir hanya mendapatkan tatapan dingin yang sama setiap paginya.

"Naik mobil apa dia pagi ini?" bisik-bisik mulai terdengar dan tidak ada satupun yang akan berhenti membicarakan Max sampai bel berbunyi untuk memulai kelas pertama.

"Maserati, brand new. Gila, his family is super rich dan sangat terkenal. Siapa yang tidak tahu keluarga Tjahrir sih. Gue barusan dengar, bokapnya Max beli yacht termahal di dunia dan you know what dikasih nama apa? 'Jacqueline' after his stepmother."

"Gue mau menikah sama Max."

"Gue juga."

"Gue juga."

Dan semua orang terus membicarakan Max sementara ia sama sekali tidak peduli. Max yang sudah duduk di dalam kelas dan membuka laptop-nya untuk membaca kisi-kisi ujian Biologi untuk siang hari nanti. "HAHAHA, belajar banget?" tanya suara itu yang terus mengganggu hidupnya.

"Gue nggak belajar, sudah pasti gue dapat A. Payah lo ah."

"..." Max tidak akan membiarkan emosinya terbawa dan ia dengan tenang terus membaca kisi-kisi dihadapannya.

"Nggak usah belajar. Kecuali lo takut di akhir semester ini gue ranking satu?"

"..."

"Kok nggak jawab sih? Takut ya gue ranking satu? Tes Kimia gue kemarin aja lebih tinggi daripada lo. Kasihan lo harus belajar buat ngalahin gue."

Max menutup laptop-nya lalu memalingkan wajahnya ke perempuan yang duduk disampingnya yang sama sekali tidak melihatnya seperti perempuan-perempuan lainnya. "Apa? Beneran takut lo?" tantang perempuan itu.

"Gue kasih Maserati gue kalau nilai gue lebih jelek daripada lo. In return, if your score is below me, Audi lo buat gue."

"Deal," perempuan itu tersenyum. "Tapi satu syarat, kita nggak boleh belajar sama sekali. Kalo lo atau gue ketahuan belajar, berarti the deal is off."

"Fine."

"Lo akan kalah Maximillian Tjahrir."

"Audi hadiah ulang tahun dari bokap lo kan tahun ini? Say bye-bye."

"Arrogant bastard."

"Dimana-mana juga, lo akan selalu kalah. Mau tahu kenapa? Karena lo jauh lebih bego daripada gue. Dari TK sampai SMA, gue tahu."

"Dari TK sampai SMA, gue tahu kelemahan lo. Untuk apa gue rela duduk sama lo lebih daripada dua belas tahun kalau nggak bisa ngalahin lo. Keep your enemy close they say."

"Terserah lo deh."

"Liat aja, Maserati lo, milik gue."

"Jangan terlalu cepat mengasumsikan sesuatu. You might be wrong." 

EVERMORE | BLUE SERIES #1Where stories live. Discover now