SIX

51.4K 7.1K 388
                                    

Max berjalan mencari Jo yang entah menghilang selama acara malam ini. Max menyipitkan matanya ketika ia melihat temannya sedang berbicara dengan ibu tirinya.

"Ma," Max mencium kening Jacqueline Tjahrir ketika ia sekarang berdiri dihadapan mereka berdua. "I was just talking about you and Kasa, Max," kata Jacqueline dengan senyum hangat dibibirnya.

Max tersenyum, lalu bertanya kepada ibu tirinya, "Apa yang perlu dibicarakan? Kalau Kasa selalu saja menolakku, Ma?"

"Kalau menurut Jo, Kasa juga menyukaimu," balas Jacqueline.

Max menyipitkan matanya lalu menatap Jo, "Sejak kapan lo dukung gue sama adik lo?"

Jo tertawa, "Bukan gue mendukung lo sekarang, gue hanya merasa kasihan sama lo, jadi gue pura-pura mendukung lo di depan nyokap lo Max."

"Jahat emang lo," Max tertawa membalas kata-kata Jo.

Jacqueline lalu bertanya kepada Max, "Kalau aku meninggalkan kamu sendiri, that's fine right? Kamu bisa pulang sendiri? Jam sepuluh paling telat okay?"

Ibu tirinya yang tengah hamil kembali terlihat lelah dan ia tahu kalau ayahnya tidak mungkin menyukai kemungkinan kalau Jacqueline pulang malam karena dirinya, "That's fine, aku bisa pulang sendiri Ma."

"Kamu antar Kasa pulang dulu tapinya kan?" tanya Jacqueline.

"Aku akan antar Kasa pulang," Max mengangguk.

Ketika akhirnya Jacqueline pergi bersama dengan adiknya, Gia, pulang, Max kembali berjalan kearah Jo yang sekarang terlihat sibuk memakai sweater kebesaran. "Lo sakit?" tanya Max kepada Jo.

"Nggak juga, kenapa?" tanya Jo.

"Yang lain pakai gaun Jo, cuman lo yang kelihatan..."

"Yauda sih, cuman Karissa ini kan dan semuanya teman-teman kita juga. Gue mau balik ya kalau lo yang nganterin Kasa pulang. Thanks Max," jawab Jo yang masih kesulitan memakai sweater-nya.

"Sini, susah amat sih Jo," Max menarik sweater Jo hingga sekarang memudahkan Jo untuk memasukkan kedua tangan kedalamnya. Lalu Max mengambil kesempatan itu untuk memeriksa dahi Jo, "Nggak demam kok."

Jo memukul tangan Max, membuat laki-laki itu meringis, "Emang nggak sakit idiot."

"Galak amat sih."

"Biarin aja," kata Jo, lalu ia mengeluarkan lidahnya kepada Max yang sekarang sudah merengut menatapnya. "Gue balik, bye."

"Jo, tunggu," kata Max membuat Jo berhenti sejenak.

"Cepetan, apalagi?"

"Gue akan nembak Kasa sekali lagi malam ini, bilangin ke nyokap lo gue akan bawa Kasa pulang sedikit telat nggak apa-apa?"

"Sip."

Max dengan ragu lalu bertanya, "Dia bakal terima gue apa nggak, Jo?"

"Three times the charm they say. Kasihan amat hidup lo Max. Semoga aja adik gue otaknya lagi beres hari ini," balas Jo kepada Max.

Max mengacak-ngacak rambut pixie-cut Jo, dan berkata, "Jahat banget sih lo." Sekali lagi Jo siap memukul tangan Max, tapi Max kali ini dapat menghindar, membuat Max merasa bangga berhasil melakukannya.

"Sialan," Jo melangkah maju untuk memukul kembali tapi ia kehilangan keseimbangannya karena area sekitar kolam renang yang licin, membuat Max menarik tubuhnya tiba-tiba.

Max memegang pinggangnya tanpa sengaja dan ketika Jo kembali menemukan keseimbangannya, ia tahu kalau sekarang posisi mereka terlihat seakan-akan mereka sedang berpelukan. "Awas Max, gue mau balik."

Tapi Max sama sekali tidak menghindar atau melepaskannya, "Lo nggak apa-apa Jo?"

"Yap."

"Jo, gue takut Kasa menolak gue lagi."

Jo mendorong Max menjauh dan menatap pria itu dengan kesal, "Nikahin aja langsung, biar nggak bisa kemana-mana dan menolak lo lagi. Udah ya, gue balik beneran." 

EVERMORE | BLUE SERIES #1Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt