"Mbak! Beli ayam paha nya satu!"teriakku keras di tengah ramainya kantin. 

Mbak Yeyen mengangguk dan tangannya mulai lihai menyiapkan pesananku. Aku tersenyum puas. Mbak Yeyen emang TOP BE-GE-TE. Ayam pesananku sudah berpindah tempat di tanganku tidak lupa aku membayarnya. Saat berbalik badan aku menabrak seseorang yang juga nyempil untuk memesan ayam. Alhasil, Ayam paha mbak Yeyen tersayang ku jatuh. Mulutku menganga lebar.

"Duh. Sorry gak merhatiin ada orang!"seruku cepat tanpa melihat orang yang ada di hadapanku. 

Aku menatap iba dengan ayamku yang terbujur di atas lantai dengan di taburi sambal.

"Lah, Sugar? Tumben ke kantin," 

Karena mendengar suara yang familiar aku menengadahkan kepala ke atas. Ternyata orang yang kutabrak adalah DIRGA. Aku berteriak histeris di dalam hati. Ingin rasanya sekarang joget-joget gembira.

"Eh iya, gue laper,"Aku memberi alasan. 

Fyi aja nih, aku memang jarang ke kantin biasanya aku membawa bekal dari rumah. Sebenarnya aku kurang suka membawa bekal, kayak anak bocah. Namun, mama yang berprinsip 'makanlah makanan rumah' aku pasrah.

"Eh, ayam mbak Yeyen lo gimana nih? Udah tumpah gitu gak mungkin bisa di makan kan?" Dengan wajah empati Dirga memandang ayam-ku yang ada di atas lantai dan beberapa lalat mulai berebutan mengambil ayam tersebut. 

Aku menganggukan kepala sedih. OH KASIAN AYAM MBAK YEYEN-KU!

"Hhh..tau deh. Paling gue beli makanan lain aja yang lebih murah," Aku berusaha untuk menenangkan Dirga yang mulai memasang wajah innocent. Dirga tersenyum tipis.

"Biar gue yang ganti ayamnya ya? Kan salah gue juga,"tawar Dirga tanpa meminta keputusanku. 

Dia sudah lebih dulu membeli ayam mbak Yeyen. Mataku terfokus pada Dirga yang sedang berteriak memesan ayam. Dirga termasuk kategori cowok manis di angkatan. Aku beruntung bisa dekat dengannya.

"Nih,"Dirga membuyarkan lamunanku yang mulai terbang kemana-mana. 

Dia menyodorkan kotak yang berisi ayam. Aku menerimanya dengan riang. Aku kudu menyimpan kotak ayam ini sebagai kenang-kenangan pernah di beliin makanan sama Dirga. 

"Btw, lo mau makan dimana?"tanya Dirga sembari menyapu setiap sudut kantin yang sudah penuh. 

Aku berpikir. Pengennya sih makan di kantin berdua dengan Dirga tapi situasi di kantin gak memungkinkan kalau kami dapat makan berdua.

"Gimana kalau di taman aja? Disini rame banget Dir,"usulku yang tiba-tiba teringat dengan taman yang pernah aku gunakan untuk makan bareng dengan Chocho dan Voila. Situasi kami waktu itu juga sama, kehabisan tempat di kantin.

"Hmm, boleh tuh! Ayok!"ajak Dirga bersemangat. 

Dia berjalan mendahuluiku ,aku pun berusaha untuk menyamai langkahnya. OH GOD, seneng banget!

"WOI SUGAR!"

Aku menoleh mencari arah suara itu berasal. Dari kejauhan aku melihat seseorang berlari kecil menghampiriku. Aku memicingkan mataku. Tama? Ngapain dia memanggilku? Aku memberi isyarat pada Dirga untuk izin sebentar menghapiri Tama. Dirga mengangguk paham.

"Apaan? Ganggu aja ah lo," gerutuku kesal sembari melirik ke arah Dirga yang lagi bertos ria dengan temannya.

"Lo dan gue disuruh menemui pak Abu. Udah cepet buru. Gue di suruh pak Abu buat nyari lo,"desak Tama peluh yang membanjiri keningnya. 

Aku mengeryitkan dahi heran. Kenapa harus aku? Kenapa bukan yang lain?

"Kenapa harus gue sih? Yang lain kan bisa?"tanyaku kesal. 

Duh Dirga tungguin gue bentar lagi plis, batinku bermohon-mohon.

"Lo wakil ketua kelas, oke? Sekarang cepetan ikut gue!"desis Tama menarik tanganku kuat-kuat. 

Aku mengeluh kesakitan karena tarikan tangan Tama yang begitu kuat untuk perempuan se-ukuranku.

"WOI! Seenggaknya biarkan gue untuk pamit sama Dirga!"seruku dengan suara naik dua oktaf. 

Tama sampai menutup telinganya, khawatir tuli mendadak. Tama menghela nafas dengan sabar. Tanpa mendengar omongannya lagi, aku berlari menghampiri Dirga.

"Dir, sorry ya gue harus ketemu pak Abu dulu. Tuh, disuruh sama anak alay itu!"kataku dengan jengkel sembari menunjuk Tama yang sudah menungguku tak sabaran. 

Dirga tersenyum simpul.

"Oke gak apa-apa. Gue duluan ke kelas ya. Bye,"pamit Dirga sembari melambaikan tangan ke arahku dengan senyuman lebar.  

Oh, betapa tampannya dirimu Dirga. Aku tersenyum sendiri. Dan tiba-tiba tanganku sudah di tarik oleh Tama yang mulai buas.

"Gak usah mesra-mesraan deh sama Dirga. Udah cepetan gue males kena omelan si Pak Abu,"ungkap Tama dengan suara kesal.  

Aku mencibir. Eh? Tama menganggapku bermesraan dengan Dirga? Wedes, berarti satu langkahku mendekati Dirga gak sia-sia!

***Dream Sugar***

A/N : Hulaawww. Cepet kan ngelanjutinnya? Ahay. Vomment di tunggu lohh. Masih butuh kritik dan saran nih. Maaf kalau penuh dengan typo atau humornya garing parah. Maklum bukan pelawak. Bubay!

Cek mulmed ada Tama lohh!

{1} Sugar : Dream SugarWhere stories live. Discover now