"Gue rasa lo semua pada pinter deh, untuk sekedar tau apa penyebabnya," Belum, ucapannya belum selesai.

"Ups, gue lupa lo pada kan pinternya nyari kesalahan orang, bukan kesalahannya sendiri," Feeya menatap Ali, Mila, Kevin, Gritte, dan Arief satu persatu dengan tatapan dinginnya.

"Apasih maksud lo?" Arief menjawab, merasa bingung dengan ucapan Feeya yang sama halnya dengan Mila, Itte, dan Kevin. Namun, Ali, ia tahu maksud  Feeya.

"Gue yakin, lo pasti ngerti maksud gue," Ucapan disertai senyum sinis itu ditujukan pada Ali. Membuat Ali yang semula menunduk, mengangkat kepalanya menatap Feeya dengan dinginnya.

"Masalah Prilly, 'kan maksud lo," Bukan, itu bukanlah sebuah pertanyaan, tetapi sebuah pernyataan.

"Tuh lo pinter,"

"Lo gak usah sok tau tentang masalah itu, kita yang ngalamin jadi lo gak berhak buat ikut campur," Kevin berucap pelan dengan tatapan tajamnya.

"Kita udah kenal Prilly sejak kecil, sedangkan lo? Lo itu cuman orang asing yang baru masuk ke dalem hidup Prilly," Sindiran keras dari Itte tidak membuat Feeya merasa tersindir sedikitpun. Justru ia tersenyum sinis mendengar ucapan Itte.

"Ini bukan masalah siapa yang kenal Prilly lebih dulu, tapi siapa yang ada disamping Prilly dan gak pernah pergi saat Prilly butuh seseorang buat bersandar. Justru kalo lo semua kenal Prilly sejak kecil, seharusnya lo tau kalo Prilly gak mungkin ngehancurin persahabatannya sendiri. Lo semua ngaku sebagai sahabat Prilly 'kan? Terus dimana lo semua saat Prilly sendiri dan kesepian selama ini!? Hah!?" Feeya berucap dengan lantang, tanpa takut sedikitpun.

"Dia sendiri yang bertanggung jawab atas kesepian dia itu. Dia yang ninggalin kita semua tanpa alasan, dan itu hampir ngancurin persahabatan kita, jadi stop sok tau dan nyalahin kita," Ali berucap dengan dinginnya, seketika emosinya naik. Entahlah emosinya seketika muncul saat mengingat apa yang Prilly lakukan dulu pada mereka.

"Gue gak merasa sok tau dan lo semua emang pantes disalahin,"

"Lo semua memandang semuanya adalah kesalahan Prilly. Tapi lo gak pernah berpikir apa alasan Prilly melakukan itu. Prilly ngelakuinnya untuk mempertahankan persahabatan kalian. Dia terlalu takut buat memulai hubungan lebih dari sahabat sama sahabatnya sendiri, itu wajarkan? Dia cuman takut kehilangan orang-orang yang dulu selalu ada buat dia. Tapi, sayangnya apa yang dia lakuin malah membuat ketakutannya itu terjadi, dan itu karena kalian yang selalu memandang kalo semuanya adalah kesalahan Prilly," Feeya berucap panjang lebar. Lega rasanya telah menyampaikan apa yang ia pendam selama ini pada kelima orang dihadapannya tersebut. Dan ucapan panjang lebarnya itu sukses membuat kelima orang tersebut terdiam, membeku, dan membisu.

Baru saja Feeya ingin melanjutkan ucapannya, namun terhenti karena hanphonenya yang ia letakkan di saku serangamnya bergetar. Ia melirik sekilas nama penelpon yang tertera, Tante Ully, mama sahabatnya itu menelpon. Astaga, ia sampai lupa mengabari Mama Ully mengenai Prilly yang pingsan.

Segera Feeya beranjak pergi untuk mengangkat panggilan tersebut. Namun, baru beberapa langkah ia berjalan, Feeya membalikkan badannya dan berucap dengan pelan.

"Oh ya, satu lagi. Gue akuin Prilly emang salah udah ninggalin kalian ke London tanpa alasan apapun. Tapi, gue rasa kesalahan Prilly yang lebih fatal lagi adalah bersahabat sama kalian, orang-orang yang gak mengerti artinya persahabatan dan gak percaya sama sahabatnya sendiri," Setelahnya Feeya langsung meninggalkan Ali dan para sahabatnya yang terdiam mendengar ucapan Feeya barusan.

*****

"Assalamualaikum, Tan," Feeya mengucapkan salam, tumben. Setelah meredakan emosinya, akhirnya Feeya mengangkat panggilan Mama Ully.

Something WrongWhere stories live. Discover now