CHAPTER 2

293 22 1
                                    

"Dimana Kamelia? Kenapa mobilnya sampai sekarang belum tiba?" Fino dengan cemas kembali melirik jam tangannya. Seharusnya 10 menit yang lalu mereka menikah. Ya, menikah! Hari ini seharusnya menjadi hari besar bagi mereka. Namun kenyataannya, sampai sekarang sang pengantin wanita belum menampakkan diri.

"Apa Kamel kabur? Apa ia tak mau menikah denganku?" namun Fino buru-buru menghapus kecurigaan itu dari pundaknya. "Tidak, mustahil! Kamelia begitu bahagia menantikan hari ini. Ia sendiri yang memilih gaun pengantinnya ... Mustahil dia ..."

"Fino, gawat!" ayahnya memanggilnya, "Lihat televisi!"

Fino menoleh dan melihat para tamu berkumpul menyaksikan televisi dengan desah suara cemas. Di televisi tengah ditayangkan berita kekacauan di Jakarta. Peristiwanya hampir sama dengan tragedi Mei 1998. Tampak kebakaran dan perkelahian dimana-mana. Bahkan sang reporter yang tengah melaporkan secara live tiba-tiba diterkam salah satu warga.

"Gawat! Katanya seluruh akses keluar Jakarta sudah ditutup! Ada wabah yang merajalela di sana ..."

"Kamel!" Fino langsung teringat, "Rumahnya di Jakarta. Apa dia juga terjebak di tengah kerusuhan itu?"

Tiba-tiba Fino, masih mengenakan jas pengantinnya, mengambil kunci mobil dan keluar dari masjid.

"Fino! Mau kemana kau!" panggil ayahnya.

"Aku akan menjemput Kamel!" seru Fino.

"Tidak! Jangan! Itu terlalu berbahaya!"

"Aku tak bisa meninggalkannya begitu saja! Dia calon istriku!"

***

"Kumohon tolong aku! Tolong aku!" seru Indra ke arah angkot di depannya. Ia melihat pintunya terbuka dan berusaha masuk.

"Hei berhenti!" seru Savira, "Orang itu butuh pertolongan!"

Andri memelankan mobilnya dan dengan lega Indra memasuki angkot itu bersama putrinya.

"Te ... terima kasih ..."

"Hei, kau butuh bantuan?" seru Andri ketika menyaksikan seorang gadis berseragam perawat tengah kebingungan di tengah jalur tol. "Cepat masuk ke sini!"

Ranna tak menyia-nyiakan kesempatan itu dan segera masuk ke angkot itu. Iapun duduk di samping Andri.

"Terima kasih! Namun kita harus segera pergi dari sini!" seru perawat itu.

Tiba-tiba para penumpang di belakangnya menjerit.

"Ada apa?" seru Andri sembari berusaha melajukan mobilnya.

"Mereka berusaha masuk!" jerit Septien.

"Cepat tutup pintunya!"

Hanick dan Indra berusaha menutup pintu angkot, namun tangan-tangan para zombie itu menjulur masuk ke jendela.

"AAAAARGH!" teriak Maul ketika dirasanya tangan salah satu zombie di luar berhasil menggapai lehernya melalui jendela. Andri mempercepat laju angkotnya dan menyeret zombie itu, namun tetap saja leher Maul tak dilepaskannya, hingga ...

"KRAAAK!!!" zombie itu memutar leher Maul hingga patah. Tubuh pemuda itupun tersungkur tak bernyawa, diiringi jeritan Savira dan Septien. Sementara itu zombie itu akhirnya terjatuh dan terlindas roda angkot.

"Ma ... Maul!" jerit Septien dengan cemas. Ia melihat bekas cakaran yang panjang di leher pemuda itu.

"Ga ... gawat ..." seru Ranna yang menyaksikan seluruh kejadian itu dari jendela kaca yang memisahkan bagian penumpang dengan pengemudi. "Di ... dia tak tergigit atau tercakar kan?"

ANGKOT KE BEKASITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang