Part 1: Renata Anara

58 8 0
                                    

Part 1: Renata Anara

"Renaaaa....cepat turun! Ntar kamu telat lagi dan kamu akan melewatkan sarapan" siapa yang bersuara toa sepagi ini. Siapa la gi kalau bukan Ibuku tersayang.

"Iya Ibu, Rena udah siap ini" aku segera turun ke meja makan kalau tidak ingin mendengar suara toa yang memekakkan telinga itu.

"Pagi Ayaah, Pagi Adik kecilku" ucapku sambil mencium pipi Ayah dan Adikku

"Aku tidak mau kau cium, nanti ketularan sikap aneh mu itu"

"Hei! Apaka-"

"Sudahlah Rena, jangan ladeni Adikmu" ucap Ayah menasehatiku. Ayah memang sangat memanjakankku kadang sikapnya membuatku seperti anak usia lima tahun.

"Ayah jangan terlalu memanjakannya. Otaknya bisa bertambah bodoh" Suara siapa itu, aku yakin walaupun Ibuku terbilang sadis (ampun Ibu) tapi tidak pernah sekasar ini.

"Hei, babi ngepet bisakah kau diam. Memangnnya otakmu pintar" Raihan adik laki-lakiku, jika saja ia bukan saudaraku satu-satunya dan sedikit pintar mungkin dia sudah kuhanyutkan saja dari dulu.

"Kecebong anyut, aku memang pintar itu fakta. Tidak sepertimu pelupa cerob-"

"Sudah, kapan kalian akan makan? Dan sudah berapa kali ayah bilang jangan mengucapkan kata toilet di meja makan" ugh... Ayahku kembali ke mode kejamnya. Kalau begini kami hanya menuruti perkataannya bahkan Ibuku saja tidak berkutik.

Meja makan sudah tersusun rapi dengan berbagai makanan, walaupun aku tidak yakin rasanya. Ibuku walaupun sudah lama menikah tapi ada saja bumbu yang dilupakannya sehingga-

"Makan saja! Kenapa melihatnya seperti mau muntah" Ibuku masih saja tau apa yang aku pikirkan. Ikatan batin antara anak dengan ibu memang kuat.

"Bukan begitu Bu. Tapi apakah ini aman?" aku masih ragu untuk memakannya.

"Ren, makan saja atau kamu tidak akan dapat uang jajan bulan ini" ucapnya tegas. Ibu berbanding terbalik dengan ayahku disaat semua orang memanjakanku Ibu akan bersikap sebaliknya.

"Ayah, Ibu aku berangkat" Raihan berpamitan tanpa pamit padaku? Dasar adik durhaka.

"Hati-hati dijalan. Tidak berangkat bersama kakakmu?"

"Tidak Ayah, aku masih sayang nyawaku. Naik mobil bersama orang ceroboh? Tidak terimakasih. Dan lihatlah mobilnya, anak TK pun tak akan mau masuk kedalam mobil yang full pink itu" tampang sombongnya melekat erat pada wajah jeleknya- tampan itu.

"Hei kenapa kau hobi sekali menghinaku? Awas saja kau ketika terdesak menaiki mobilku! Ayah, Ibu aku juga berangkat." Aku langsung bergegas menuju mobil tercintaku. T-uunguu

"Kenapa kembali lagi" terlihat dahi Ayah berkerut yang semakin menambah kerutan di wajahnya.

"Apa ada yang melihat kunci mobilku? Hehehh.. aku lupa menaruhnya dimana"

***

Pagi ini aku harus bergegas kalau tidak ingin terlambat pada kelas dosen killer itu. Andai saja babi ngepet itu tidak meledekku dan penyakit lupaku yang kambuh pasti aku tidak perlu buru-buru mengendarai mobil dengan keahlian yang payah. Oh sial! Kenapa jalan sangat padat?. Apakah alam semesta berkonspirasi agar aku telat?

BRUKK

Suara apa itu. Tunggu sepertinya aku menabrak mobil didepanku. Oh Ayah bagaimana ini.

"Hei, cepat turun!" kuturunkan kaca jendela mobilku, tampak pria berstelan kantoran dengan wajah yang tampak geram.

"A-ada apa?" aduh kalau begini aku bisa telat, dan dosen sialan itu akan memberikan essai yang menguras waktu weekendku.

"Ada apa katamu? Lihat mobilmu menabrak mobilku, kau harus ganti rugi" untung saja tampan kalau tidak sudah kucakar-cakar dari tadi. Tapi kalau kuku ku rusak bagaimana? Ibu tidak akan memberikan uang jajan tambahan untuk perawatan kuku ku. Kenapa aku malah ngelantur.

"Itu salahmu, kenapa kau berhenti mendadak? Lagi pula aku yakin mobilmu tidak rusak parah, asuransi akan membayarnya."

"Kenapa kau menyalahkanku, sudah jelas-jelas kau yang menabrakku"

TINN TINN mobil-mobil dibelakangku sudah mulai rusuh karena menghambat perjalan mereka.

"Kau mau kemana?"

" Tidak lihatkah kau mobil di belakang kita. Kita semua sedang terburu-buru, aku pergi dulu ya" ucapku cepat masuk kedalam mobil dangan mengendarainya dengan cepat. Tampak pria itu masih menggerutu.wajah jelek--tampannya memerah menahan marah. Kasihan sekali dia hahah.

Untung saja aku tidak terlambat. Karena dosen itu tidak dapat hadir karena sakit, uh syukurlah, walaupun sedikit geram karena takut terlambat aku mengalami banyak masalah.

"Ren, disini" ucap Dea dan Laras bersamaan. Yup itu nama kedua sahabatku, Deana Anata Rinjani kami bertemu ketika MOS itu juga disebabkan karena kecerobohanku, aku memang payah. Yang kedua Kinan Larasayu, gadis manis perawakan jawa ini merupakan salah satu mahasisiwa yang mendapat beasiswa dari kantor ayahku.

"Hai Dea, Laras. Kenapa kalian tidak membritahuku semalam kalau dosen killer itu tidak masuk." Ucapku sambil meminum bubble milik Dea.

"Hai itu milikku. Kenapa kau meminumya?" Dea menggurutu melihat sikap Rena yang masih kekanak-kanakan. Pernah sakali ketika Rena memintanya menemaninya berbelanja, namun karena Dea ada kesibukan ia tidak bisa menemaninya, namun siapa sangka Rena malahan tidak mau berbicara kepadanya selama seminggu.

"Kenapa kau perhitungan sekali?"

" Sudahlah Dea, Rena. Lagipula kami sudah memberitahukan di group, kamu tidak melihatnya?" Laras tampak mengerti dengan kecerobohanku.

"heheh hpku mati sejak semalam dan belum aku charge" aku memang lupa mencharge hpku setelah chat dengan Dimas semalam aku langsung tidur.

Laras memang paling pendiam diantara kami. Tapi ia mau mengerti dengan sifat manja dan cerobohku. Disaat orang mengeluh ia malah menyemangatiku.

"Eeh pada tahu gak"

"Kau belum belum memberitahu kami jadi bagaimana kami tahu Renata Anara Payota"

Benar juga "Aku menabrak mobil orang tadi di jalan" pasti setelah ini Dea akan meledekku habis-habisan.

"Hahhahah, Kau ceroboh sekali Rena hahah aduh...perutku sakit" lihat Dea pasti akan meledekku.

"Kamu tidak apa-apakan Rena? Sudahlah Dea kamu ngak khawatir sama Rena?" tanya Laras dengan nada cemas.

"Aku gak apa-apa kok Ras, orang Cuma nabrak bagian belakang mobilnya aja palingan lecet aja kok mobil orangnya"

"Ren, Dimas tuh kayaknya mau ke sini deh" Dea menunjuk Dimas-pacarku dengan dagunya. Setelah ia berhenti tertawa.

"Hei Baby, Dea, Kinan--Laras" Dimas memang ramah, ia selalu berlaku ramah pada siapa saja. Rasanya aku beruntung memiliki pacar seperti dirinya. Tapi rasanya aneh kenapa dia memanggil Laras dengan Kinan? Sangat jarang orang memanggil Laras dengan Kinan.

"Makan siang bareng aku Baby?"

"Boleh, tapi aku kelas satu jam lagi kamu jemput aku dikelas yayaya?"

Happy reading Readers. I hope you enjoy with my story

CarelessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang