SAPU TANGAN MERAH

117 10 15
                                    



Apakah aku memiliki cinta??

Apakah cinta selalu indah??

Apakah cinta akan menghiasi perjalanan hidupku??

Tiga dari beribu pertanyaan yang selalu berputar dalam kepalaku. Selalu menganggu ketenangan dalam benakku. Aku bukanlah seorang yang special, bukan orang dengan kesempurnaan yang mengakar kuat dalam diriku. Yang pasti aku hanya cukup di kenal dengan si cerdas yang pemalas. Simple bukan, se simple hidupku yang jauh dari kata mencintai sesorang, yang pasti selain mencitai Penciptaku, orang tuaku, dan beberapa orang ingin aku cintai. Tak ada orang yang mencapai derajat special dalam hatiku. Belum pernah hati ini tertambat pada pelabuhan seseorang. Entah karena aku tak mau, atau memang tak ada yang menarik, atau lebih tepatnya memang belum takdir. Aku tak peduli itu, yang jelas aku sangat menikmati hidup dengan cara seperti ini. Hingga saat itu datang...

10 januari 2001

" Pergi!! Pergi kau dari sini! Pergi!!" wanita itu terus menodongkan pisau ke arah laki-laki di depannya.

" Lepaskan pisau itu! Aku berjanji tidak akan melukaimu."

" Bohong... kamu bohong. Setelah semua yang kau lakukan kepadaku aku takkan percaya padamu. Jadi sekarang pergi dari sini. Pergi!" sangat terlihat pisau yang ia pegang gemetar, menunjukan sbenarnya ia sangat ketakutan.

" Ayolah... letakkan pisau itu.."

" Jangan mendekat!! Aku bilang jangan mendekat!" Laki-laki itu terus mendekat dan..

Ting tong... suara bel pintu merusak konsentrasiku, bahkan di saat suasana latar yang begitu genting dalam buku ini. Aku mendesah pelan, meletakkan novelku diatas meja-lebih tepatnya setengah melempar-. Malas aku berjalan menuju pintu, membukanya pelan. Dan lihat saja, se orang gadis cantik tersenyum kepadaku. Terlalu muda memang, setidaknya jika di sandingkan denganku. Aku perkirakan umurnya sekitar sepuluh tahun di bawahku. Aku masih tak mengerti, apakah dia adalah bidadari yang turun dari surga untukku. Atau lebih tepatnya dikirim untuk menjadi adikku. Ah sudahlah, aku terlalu lama berandai.

" Maaf, ada yang bisa saya bantu?" aku bertanya se sopan mungkin.

Lagi lagi ia tersenyum, manis memang." Apa benar anda yang bernama Kak Haisyam Arif??"

Dahiku berkerut, bagaimana ia tahu namaku? Sebegitu tenarkah diriku hingga ia mengetahui namaku?

" Ia benar. Ada apa ya? Oh silahkan masuk."

Gadis itu tampak begitu anggun dengan setelan gamis dan kerudung biru muda. Terlihat begitu cantik, tapi untuk apa gadis muda ini menemuiku?

Setelah duduk, tiba-tiba saja ia memberiku sebuah kotak berwarna merah marun. Entah kotak apa itu, milik siapakah, ataukah apa isinya aku tak tau.

"Maaf sebelumnya, mungkin kakak bingung dengan semua ini. Tapi ijinkan saya menyerahkan kotak ini kepada kakak. Pemilik kotak ini sangat menginginkan kakak untuk memilikinya." Ia berkata dengan kepala tertunduk. Aku bukannya faham justru semakin bingung dengan penjelasan yang ia tuturkan.

"Terima kasih karena sudah mau menerima kotak itu, saya mohon pamit kak."

Gadis itu berlalu begitu saja, meninggalkanku dengan segudang kebingungan. Sekilas aku lihat ia menangis. Aku menggaruk kepalaku yang sebenarnya tak gatal.

" Ada apa ini, dan kotak siapa ini?" Aku tak mau ambil pusing dengan kejadian siang itu. Sehari dua hari kotak itu tergeletak begitu saja di atas meja. Sempat sekali aku meliriknya, tapi tetap saja ku abaikan. Sampai akhirnya...

Rasa SENJAWhere stories live. Discover now