Satu : Earpod dan Bapak-Bapak

4.3K 515 25
                                    

Mengenakan hoodie berwarna kelabu, memasang earpod di telinga, dan memakai masker berwarna hitam. Sebuah paket komplit bagi seorang gadis yang kini tengah berjalan menuju mini market.

"Selamat datang di Seventeen Mart, silakan berbelanja."

Gadis itu membalas sapaan sang kasir dengan senyuman. Walaupun sebenarnya, senyuman itu tidak akan terlihat karena tertutupi oleh masker.

Ia melangkah menuju rak cemilan dan lemari pendingin.

Selesai dengan beberapa barang, ia berjalan menuju kasir.

"Ini aja, Kak?" Tanya sang kasir dengan name tag Jira sambil tersenyum meledek.

"Gak usah sok ramah lo, mentang-mentang tadi ada gebetan lo," jawabnya sambil meletakkan kotak earpod.

Mereka berdua tertawa. Mereka adalah teman dekat.

Tak lama, seorang pelanggan masuk ke dalam mini market. Pakaiannya rapi dan sepertinya, ia sedang terburu-buru.

"Selamat datang di Seventeen Mart, silakan berbelanja," kata sang kasir lagi.

Takut mengganggu temannya, sang gadis berpamit untuk pulang. "Gue duluan ya.

Saat gadis itu berbalik arah, tak sengaja tangannya bersentuhan dengan pria yang tadi memakai jas hitam.

"Ini aja, Pak?" Tanya Jira sambil menahan tawa karena barang yang ia beli.

Sang pria mengangguk, lalu menoleh ke arah gadis yang tersentuh tangannya.

Mata mereka bertemu. Entahlah, seperti ada rasa kenal, tapi mereka sangat yakin bahwa keduanya tidak pernah bertemu sekali pun.

"Hayan? Gak jadi pulang?" Tanya Jira.

"Ahh.. Namanya Hayan?"

"Pulang, kok. Duluan."

Akhirnya, Hayan benar-benar pergi dari sana. Kini tinggal Jira dan pelanggan berjas tadi.

"Jadi 130.000, Pak."

Lelaki itu mengeluarkan uang 150.000, lalu saat Jira memberikan kembaliannya, ia melihat earpod Hayan yang tertinggal di meja kasir.

"Ini kembaliannya— lah earpod-nya si Hayan ketinggalan, udah jauh belum ya anaknya."

"Biar saya aja yang kembaliin," ujar lelaki itu setelah mengambil uang kembalian.

Jira hendak menolak, tapi melihat tatapan matanya yang sinis dan mengintimidasi, membuat ia lebih tidak berani untuk membantah.

Lelaki itu keluar dari mini market tersebut dan mengedarkan pandangannya. Untunglah, Hayan masih terlihat walaupun sudah sedikit jauh.

Ia berlari, setelah dirasa pas, ia meneriakkan nama Hayan.

"HAYAN!!!"

Gadis itu menoleh. Keduanya bertatap mata lagi, alisnya terangkat, tatapannya seperti menelisik.

"Ini.. punya kamu?"

Hayan terkejut. Duh, lagi-lagi ia teledor. Ini pasti gara-gara pikirannya melancong kemana-mana, itu juga karena lelaki yang ada di depannya sekarang.

"Iya." Hayan mendekat, mengambil earpod-nya lalu mendongak. "Makasih."

"Sama-sama. Tadi ketinggalan di kasir."

"Iya tau. Makasih," balas Hayan lalu membalikkan badannya.

Keduanya sama-sama merasa aneh. Entahlah, ini sama sekali tidak bisa dimengerti. Sampai Hayan menoleh, sang lelaki masih ada di sana menatap dirinya.

"Bapak kenal sama saya gak, sih? Kok kayaknya saya deket ya sama Bapak," kata Hayan.

Ia sebenarnya ragu mau memanggil apa. Tapi dari pakaian dan tinggi badan, sepertinya sudah cukup untuk dipanggil 'Bapak'.

Lelaki itu hanya diam. Ia bahkan tidak melepaskan tatapannya terhadap Hayan. Hayan memajukan wajahnya, "Pak?"

"Saya.. saya gak kenal."

Gadis itu menurunkan tatapannya. "Yaudah, deh." Lalu membalikkan badannya dan melangkah menuju rumah.

"Tapi saya yakin kamu ngerasain apa yang saya rasain sekarang."

Hayan menghentikan langkahnya. Ia memutar arah dan menatap lelaki itu lebih dalam lagi.

"Apa?"

"Kamu aneh 'kan ada di deket saya?"

Gadis itu mengangguk pelan. "Bapak juga?" Lalu dibalas anggukan oleh lelaki itu.

Terbesit satu hal di pikiran Hayan. "Oh— nama Bapak siapa?"

Lelaki itu menatapnya lama. Sampai akhirnya, ia membuka mulutnya.

"Nama saya Doyoung.. apa kita saling kenal?"

Hayan memutar otaknya. "Enggak. Saya gak punya kenalan bapak-bapak namanya Doyoung."


##
Base : Nov 2016
Revisi : 14 Mei 2017
Publish :  15 Mei 2018
Lazuardi : 29 Juni 2020

(ON HOLD) Lazuardi | DoyoungUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum