Begin with GO-JEK

2K 137 6
                                        

Skripsi, mahasiswa menyebutnya sebagai momok paling mengerikan di masa-masa kuliah. Sebuah tugas yang dianggap paling berat dan paling susah untuk diselesaikan. Tiap mahasiswa pasti menjulukinya hantu berwujud lembaran-lembaran tugas mengerikan. Setelah beberapa tahun menyelesaikan tahap-tahap awal perkuliahan, di semester paling akhir, mereka harus menyelesaikan skripsi supaya bisa meraih gelar sarjana mereka.

Kinal, salah seorang mahasiswi semester akhir jurusan sastra jepang juga tak kalah repotnya. Di kala ia harus menyelesaikan tugasnya sebagai mahasiswi, ia juga harus mengumpulkan biaya kuliahnya sendiri melalui kerja paruh waktu yang ia ambil. Yaitu, sebagai driver ojek online.

Sejak kecil, Kinal dibiasakan untuk hidup mandiri karena kedua orang tuanya bukanlah orang berkecukupan. Sementara dirinya mempunyai cita-cita yang sangat tinggi, bekerja di luar negeri dengan ilmu sastra jepang yang telah ia pelajari selama hampir empat tahun ini. Sebab itu Kinal memutuskan untuk mencari biaya tambahan kuliahnya sendiri dengan menjadi driver ojek online.

Gadis manis bergigi gingsul itu baru saja menyelesaikan semua jadwal perkuliahannya hari ini dan bergegas meninggalkan kampus untuk mulai mengumpulkan pundi-pundi uang.

Sebuah motor matic merah menjadi andalannya. Dengan jaket parasut berwarna hijau bertanda perusahan ojek online tempatnya bekerja, serta helm berlogo serupa yang menempel di punggung jaketnya ia pakai untuk melindungi kepalanya. Masker berwarna hijau menutupi sebagian wajahnya, sebagai pencegah polusi udara masuk.

Tak lama Kinal mengendarai motornya, sebuah notifikasi order ojek online masuk ke smartphone miliknya yang menempel pada alat pengait ponsel di motornya.

"Sial! Baru juga balik, belum sempet naroh tas! Rejeki kenapa datengnya suka nggak tepat pada waktunya sih!" gerutu Kinal melihat tanda notifikasi muncul di layar ponselnya.

Tanpa ragu, Kinal langsung menancap gas motornya mati-matian -kebetulan kondisi jalan cukup lengang. Ia semakin pening karena orderan jasanya tak kunjung berhenti. Ponselnya terus berbunyi tiada henti.

Sampai di rumah kost-nya, Kinal bergegas memasuki kamar kost-nya dan melemparkan tasnya, menukarnya dengan slingbag berisi barang yang ia butuhkan. Ia membiarkan slingbag-nya melingkari pundak kirinya dan terkulai di samping pinggang kanannya.

Bunyi notifikasi di ponsel Kinal masih terdengar, membuat Kinal menggerutu.

"Iya bentar-bentar, sabar!"

KLIK!

Terdengar bunyi dentingan saat Kinal menerima order dari pelanggannya yang sungguh sangat tidak sabaran. Bodohnya, Kinal sama sekali tidak memperhatikan detail alamat dari pelanggannya. Jaraknya belasan kilometer dari lokasi motor Kinal berjalan saat ini. Lagi, gadis itu menggerutu tak jelas atas kelalaiannya sendiri.

"Bego! Ngapain di accept! Ini jauh amat alamatnya anjir, mana macet pula! Siaaaalll!"

Beruntung sekali Kinal mengenakan helm dan masker yang dapat meredam suaranya sehingga tak terdengar oleh siapa pun di sekitarnya. Kemacetan yang terjadi membuatnya semakin menggerutu dan mengumpat berkali-kali.

Andai Kinal tidak mempertimbangkan tentang tanggung jawabnya terhadap pekerjaan, ia mungkin memilih untuk membatalkan orderan pelanggannya yang sedang menungguinya di suatu tempat sana. Tapi ia tidak ingin harus mempunyai catatan buruk dalam bekerja, itulah sebabnya ia memilih dirinya berjuang untuk lolos dari kemacetan.

Kriiingg~ kriiiingg~

Dering ponsel Kinal ikut menggema bersama suara hentakan motor yang baru saja Kinal tancap gasnya. Mendadak Kinal menurunkan laju kecepatan motornya untuk menjawab panggilan dari pelanggannya yang sungguh tidak sabaran itu.

Explose ExpressionWhere stories live. Discover now