Sandiwara yang paling menyakitkan adalah saat aku berpura-pura membenci dan menganggapmu hilang. Tapi, nyatanya kamu ada disetiap aku bernafas.
________
"Anba!!!" Teriakan seseorang dari luar kamar begitu memekakan telinga.
Yang dipanggil hanya diam sesaat dan kembali melanjutkan aktifitasnya. Memasang dasi pada kerah kemeja yang dia kenakan pagi ini.
Seolah tak merasa terganggu dengan pangilan itu Anba hanya fokus pada persiapannya pagi ini. Setelah hampir dua minggu fakum dari aktifitas nya ke kantor. Kini dirinya harus disibukan kembali dengan berbagai urusan yang menguras semua perhatiannya.
"Anba!!!" Berulang suara cempreng tapi selalu memakai nada tinggi itu memanggil namanya.
Dari cara orang itu memanggil, Anba sudah tahu kalau orang itu sedang marah padanya.
Suara pintu yang dibuka paksa membuat Anba yang berada didalam kamarnya langsung berbalik dan melihat siapa yang membuat kekacauan sepagi ini.
"Apa maksudnya ini?" tanya Riana sambil mengacungkan sebuah kartu undangan berwarna gold setelah melihat adiknya yang berdiri dengan tenang dihadapannya.
Sikap Riana sangat tidak bersahabat, mata wanita yang tengah mengandung lima bulan itu mengisyaratkan kemarahan.
"Itu kartu undangan" jawab Anba dengan santainya. Kemudian dia berbalik ke cermin untuk melihat kalau dasinya benar-benar terpasang dengan rapih.
Riana bertambah marah saat Anba menjawab demikian. Bukan jawaban itu yang Riana inginkan, karena tanpa Anba jawabpun di tahu kalau itu sebuah undangan.
Wanita hamil itu rela datang sepagi mungkin kerumah Ayahnya hanya untuk bertemu dengan Anba yang katanya sudah pulang dari acara kaburnya itu.
Dan sebuah nama yang muncul diatas kartu undangan itu lah yang Riana inginkan penjelasan dari adiknya.
"Jelaskan Anba!!! Kamu pasti tahu maksud, Kakak" Riana melangkah menghampiri Anba yang masih sibuk dengan dasinya.
Anba melirik sekilas kartu undangan yang disodorkan Riana. Dan kembali lagi dengan aktifitasnya.
"Siapa Qori Hafizah itu? Apa yang terjadi Anba? Kenapa bukan Hanum nama yang tertera dikartu undangan ini?"
Rentetan pertanyaan itu membuat Anba tersenyum tipis.
Dia faham atas sikap Kakaknya itu.
"Dia calon mempelai wanitanya, kak. Dan kalau soal Hanum mungkin kami belum berjodoh"
Jawab Anba singkat sambil mengambil jas hitam yang tersampir diatas kasur.
Setelah itu Anba langsung berjalan meninggalkan Riana yang menatapnya dengan menyala-nyala dibalik punggungnya itu.
"Selesaikan semuanya secara jantan. Dan jangan jadikan orang lain sebagai korban. Gadis itu tidak tahu apa-apa, Anba!!!"
Teriak Riana saat melihat Anba yang hendak meninggalkannya.
Anba menghentikan langkahnya. Dia membuang nafas yang terasa begitu berat. Mendengar apa yang diucapkan Kakaknya seolah tepat sasaran menancap diulu hatinya.
Dia heran kenapa nama Hanum memberi efek buruk pada dirinya. Seharusnya dia bisa lebih cepat melupakan wanita itu setelah hadirnya Qori saat ini.
"Nanti saja, aku sudah telat"
"Tidak bisa, Anba!!! Kamu harus menjelaskannya saat ini juga!"
Riana segera mengikuti langkah Anba dan segera menghadang adiknya itu diambang pintu kamar.
Anba memalingkan wajah sambil membuang nafas. Riana, sosok yang keras. Dia tidak akan mungkin membiarkan dirinya pergi begitu saja tanpa mendapatkan penjelasan yang memuaskan untuk Kakaknya itu.
YOU ARE READING
Sekeping RASA
SpiritualQori Hafizah Kenapa setelah kita melangkah lebih jauh, baru aku tahu bagaimana hatimu yang sebenarnya. Kamu yang menjanjikan kebahagian itu. Tapi, kamu juga yang menghapus kebahagian itu dan setelah itu kamu meninggalkan ku begitu saja lalu memilih...
