Volume 1: Perkenalan

439 27 9
                                    

"Kenapa semua teman-temanku membenciku? apa karena aku anak miskin? ataukah memang kehadiranku tak pernah dianggap?" batin Teo.

Alteo Ken Renova, seorang anak laki-laki berambut agak panjang dengan mata sama hitamnya. Dia hidup sebatang kara di sebuah gubuk di tepi hutan desa Nara, menyambung hidup dengan bekerja di ladang tepi hutan dan menjual kayu bakar hasil dari hutan.

"Aah... Sejuknya!" seru Teo.

Teo adalah murid kelas XII di Akademi Beringin, satu-satunya sekolah di desanya. Pohon beringin besar berada di tengah-tengah. Di sisi kirinya adalah kelas, kanannya ruang latihan, di depannya ruang kepala sekolah. Seluruh anak- anak di desa bersekolah di sana. Sayangnya, tak ada satupun yang mau berteman dengan bocah miskin sepertinya. Meski begitu, dia tetap menjadikan mereka teman.

Tak jauh dari sekolah, tepatnya di hutan sisi barat sekolah. Seorang laki-laki berambut dan bermata biru berpakaian panglima sedang bertarung melawan monster. Tampilannya menyerupai beruang dengan tanah sebagai struktur tubuh.

"Groa..!!! Kurang ajar kau." teriak beruang tanah.

Asap keluar dari hidungnya, pertanda kesal karena serangan tanah dapat dielak oleh si panglima.

"Hahahaha... Kau takkan bisa melukaiku, monster jelek." ejek sang Panglima.

Di sekolah, tepatnya di bawah pohon beringin besar. Teo tengah menikmati hembusan angin yang menyapu wajah. Gemerisik angin menjadi lantunan menuju tidur.

Ledakan besar menggetarkan sekolah. Salah satu monster beruang berhasil masuk setelah menghancurkan gerbang sekolah, membuat semua orang di sekolah terkejut dan takut. Beberapa siswa tergeletak di tempat, pingsan karena takut lagi terkejut.

"Gyahahaha... Hari ini aku makan enak. Manusia-manusia ini akan menjadi santapan lezatku." kata beruang tanah.

Tawa si monster menggema. Kali ini, ketenangan Teo telah terusik.

"Siapa yang tertawa sekeras ini? Mengganggu sekali," gumam Teo.

Pupilnya melebar, seekor monster berdiri gagah di depan matanya.

"Waduh! Ada monster," Teo mulai panik.

Dia bertingkah tak jelas, bibir terus berucap. Ditambah kedua tangannya memegang kepala. Saat itulah, dia melihat dua orang temannya digenggam oleh beruang tanah dan siap untuk disantap.

"Waah! Dia mau memangsa temanku. Apa yang harus kulakukan?" Teo makin panik.

"Aku harus lari dari sini. Aku tak mau mati."

"Tapi, kalau aku lari bagaimana guru dan teman-temanku."

"Argh! Apa yang harus kulakukan?" Teo berteriak frustasi.

"Sial, siapa yang berteriak tadi? Mengganggu acara makanku," ucap beruang tanah.

Dia melihat sekeliling. Lalu, pandangannya berhenti tepat di arah Teo.

"Woi, dasar bocah sialan! Beraninya kau mengganggu makanku," teriak beruang tanah.

"Habisnya, kau membuatku bingung," balas Teo.

"Bingung?" beruang tanah mulai tenang.

"Kau masuk ke sekolah lalu membawa murid untuk dimakan. Kau membuatku memilih lari atau menyelamatkan yang lain, dasar monster sialan!" jawab Teo.

Mendengar ejekan dari Teo monster itupun meunurunkan mangsanya dan berlari menuju Teo.

"Kurang ajar kau bocah. Beraninya kau mengejekku. Terima pukulanku ini." kata beruang tanah dengan marah.

"Huwaa!" Teo berguling menghindar.

Pukulan dari beruang tanah berhasil dielak Teo.

"Kurang ajar! Kau bisa menghindari seranganku," beruang tanah mulai marah.

"Maafkan aku, maafkan." ucap Teo.

Beruang tanah terus menembakkan tinjunya. Teo dengan santainya berlari dan berguling menghindar.

"Dasar monster bodoh. Kupikir tehnikmu banyak, ternyata hanya tinju saja," ejek Teo.

"Awas kau bocah!" beruang tanah menyatukan kedua tangannya.

"Kali ini, kau takkan bisa lari, bocah." ucap beruang tanah.

"Eh, apa ini?" kata Teo.

Kedua kakinya dipegang tangan tanah, membuatnya tak bisa bergerak.

"Sekarang, nikmati kematianmu," beruang tanah menembakkan pedang tanah.

"Aaa!!!" Teo menutup mata.

Sebuah ledakan terdengar. Setelahnya, keadaan berubah sunyi.

"Kenapa aku tak mengalami rasa sakit?" gumam Teo.

Dia membuka mata perlahan. Pandangan yang di depan mata membuatnya membuka mulut. Monster itu hancur berkeping-keping dengan kobaran api di setiap kepingannya.

"Aa.. aapa yang terjadi?" tanya Teo.

Dia nampak kebingungan ketika melihat telapak tangannya hangus dan mengeluarkan asap.

"Apa aku yang membunuhnya?" gumam Teo.

Tiba-tiba tubuhnya bersinar, wajah serigala emas muncul di telapak tangan kananannya.

"Aaa... aapa yang terjadi padaku?" tanya Teo.

"Kau adalah orang yang terpilih nak." sebuah suara muncul di belakang Teo.

Teo memutar tubuhnya. Dia melihat seorang laki-laki berpakaian panglima.

Sang Panglima rupanya telah mengalahkan beruang tanah. Dia bergegas ke sekolah saat ledakan disusul tawa terdengar. Begitu tiba di sekolah, matanya melihat apa yang dilakukan Teo.

"Siapa kau?" tanya Teo.

"Aku adalah Panglima Rafi, panglima dari kerajaan serigala. Aku diutus untuk mencari orang terpilih yang kelak akan mengalahkan Raja Graha si harimau hitam beserta kejahatannya. Lambang itu menunjukkan bahwa kau adalah orang yang selama ini kucari." balas Panglima Rafi.

"Aku tak paham omongan anda," ucap Teo.

"Nanti kujelaskan. Sekarang antar aku ke rumahmu," balas Panglima Rafi.

"Eh, bagaimana para murid dan guru?" tanya Teo.

"Biarkan saja, nanti ada yang mengurus," jawab si panglima.

The Red WolfWhere stories live. Discover now