Dewa

171 16 26
                                    

Angin musim semi membangunkan hatiku yang beku, menerbangkan perasaanku bersama dengan aroma sakura. Terima kasih telah menjadi bagian dari hidupku, Dewa.

Hai, Dewa.

Aku tahu, aku tidak sepandai kau dalam membuat cerita atau merangkai kata. Namun, untuk kali ini, aku akan berusaha sebisaku. Ini bukan cerita, tetapi hanya sebuah tulisan tentang pengakuanku. Semoga kau sudi meluangkan waktu berhargamu untuk membacanya.

Apa kau ingat hari saat kita pertama kali berkenalan?

Hari itu, di mana aku pertama kali masuk ke dalam kelas kepenulisan. Hal itu kumaksudkan untuk mengasah kemampuanku, serta mengetahui banyak hal tentang sastra. Namun, siapa sangka jika pertemuan kita justru menjadi seperti sekarang ini.

Setelah aku mengenal dirimu beberapa bulan lalu, kita menjadi lebih dekat. Ada apa ini? Aku merasakan sebuah tarikan yang amat kuat darimu. Apakah ini merupakan kekuatan magis yang membuatku ... ingin selalu di dekatmu? Serta merajut benang kebersamaan di bawah pilar perkenalan yang kita bangun tanpa kesengajaan.

Hari demi hari kita menjadi semakin dekat. Meski semuanya aku yang memulai untuk berkomunikasi padamu, karena kau seorang pelajar perguruan tinggi dengan jurusan yang kuminati. Ah, semoga aku bisa menjadi sepertimu, ya. Masuk jurusan itu.

Mungkin awalnya kita hanya sering membicarakan tentang ilmu pengetahuan saja. Entah mengapa lama-kelamaan ada perasaan yang membuat kita ingin menceritakan hal-hal pribadi.

Seperti halnya; apa saja yang kulalui hari ini? Bagaimana kau menjalani hari ini? Apa yang kau lakukan? Serta segudang cerita lainnya. Mulai dari yang lucu, menyebalkan, menyenangkan, menyedihkan, dan lain-lain.

Seringkali aku berharap tentang pertemuan kita. Di mana kita bisa berbicara banyak mengenai psikologi khususnya klinis, sastra atau bahkan sekadar berbincang ringan. Semoga hal itu bisa secepatnya terwujud, ya. Aamiin.

Kini, Jarum jam masih menari setiap detiknya, membuatku merasakan bahwa kita telah mengenal satu sama lain sangat lama.

Apakah kau merasakan hal yang sama?

Seperti musim semi menyapa. Bunga-bunga bermekaran dan memenuhi dunia. Semerbak bau harumnya menenangkan siapapun yang mengendusnya.

Oh, apakah ini musim semi sungguhan? Apakah bunga bermekaran sungguhan? Atau bunga jiwaku yang memekar dengan indahnya?

Beberapa hal memang sulit diprediksi, 'kan? Termasuk pertemuan kita. Sebagaimana kukutip dari sebuah lirik lagu:

"pigojineun gyejeol kkeute
majuhaneun geunari omyeon
arabwajwoyo nal
chajawajwoyo nal
geutorok gidarin nal"

(Pada akhir musim yang mekar dan layu
Ketika datang hari ketika kita bertemu
Kenali diriku
Temukan diriku
Aku telah menunggu begitu lama)

Yesung - Spring in Me

***
Aku ... Ah, aku agak malu mengatakannya. Sebenarnya, aku membuatkanmu sajak. Entah apa ini pantas untuk dibaca atau tidak.

Penantian Jumpa

Mentari menjanjikanku hari esok.
Waktu mengejarku dalam setiap detiknya.
Angin mengembuskan bisikan hasrat ingin jumpa.
Di sini aku menunggu.
Menunggu seraya memikirkan cara untuk kita bertemu.
Entah di belahan bumi mana kita berjumpa.
Semua hanya Allah yang tahu.

Kulantunkan namamu dalam setiap doaku.
Hingga tiba saatnya bulan memeluk matahari.
Tidak! Perumpamaan kita tidak akan sekejam itu.
Cukup dengan kau sebagai ombak bergulung menghampiriku di pesisir pantai.

DewaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora