"Eh, katanya kamu mau pesan minuman. Cepetan dong! Aku udah haus nih," kataku yang mencoba mengalihkan topik pembicaraan kami.

------
Selama perjalanan pulang, Haykal menceritakan setiap perubahan yang terjadi di kota blue city.

"Nad, masih suka hujan?" Tanya Haykal.

Aku mengangguk mantap dan kemudian teringat sesuatu.

"Aku juga masih ingat mantra pemanggil hujan."

Aku memejamkan kedua mataku. Hendak melakukan ritual pemanggil hujan. Tak berapa lama hujan datang, aku membuka kedua mataku dan tersenyum senang.

"Mantranya berhasil, ayok kita menari hujan!" Ajak Haykal.

Kami berdua menikmati hujan yang turun di kota blue city. Melakukan tarian hujan yang sering kami lakukan.

---------

Aku masih tertidur pulas, namun sesuatu menganggu tidur nyenyak ku. Ada seseorang yang membangunkan tidurku.

"Nad, ayo bangun," ucapnya sambil menepuk pundakku berulang kali. Aku tahu siapa pemilik suara tersebut.

Dengan perasaan yang malas, aku membuka mataku.

"Ada apa sih, Kal? Ini masih pagi. Aku masih ngantuk."

"Aku bawa bubur ayam kesukaan kamu loh. Cepetan dimakan, nanti keburu dingin."

Aku hanya mengangguk dan menuruti permintaannya.

"Nad, aku mau ngomong sesuatu."

"Mau ngomong apa, kayaknya serius banget."

Haykal mengeluarkan sesuatu dari saku celananya.

"Menurut kamu, cincin ini bagus nggak?"

"Bagus. Emangnya buat siapa? Buat ibu kamu? Bukannya ulang tahun ibu kamu udah lewat?" Tanyaku bertubi-tubi.

"Aku mau ngelamar seseorang."

Aku terkejut. Apakah aku tidak salah dengar?

"Ngelamar seseorang?"

"Sebenarnya, aku udah punya pacar. Tapi kemarin aku masih belum berani buat ngomong sama kamu."

DEG!! Rasanya sakit. Baru saja ia membuat ku yakin bahwa ia juga memiliki perasaan yang sama padaku. Dan ternyata itu hanya imajinasi belaka, aku sadar bahwa ternyata hanya aku yang menyukainya.

"Sejak kapan kamu punya pacar?"

"Sejak lima bulan setelah kamu pergi. Oh ya, besok aku mau ngelamar dia di taman dan kamu harus jadi saksinya ya."

Aku memaksakan bibirku untuk tersenyum, mencoba untuk terlihat bahagia.

-----

"Itu pacar aku. Namanya Bulan," kata Haykal dan menunjuk seorang gadis yang duduk di bangku taman.

"Cantik." Pujiku.

"Nad, dia bukan perempuan yang sempurna. Dia nggak bisa lihat. Tapi aku salut sama dia, dia nggak pernah malu sama kekurangannya. Dia perempuan yang sederhana. Dan karena kesederhanaanya, aku jatuh cinta sama dia."

Aku hanya terdiam. Aku belum siap untuk menerima kenyataan pahit bahwa Haykal telah menemukan rumah hangatnya. Dan orang itu bukan aku.

Haykal mengajakku untuk menemuinya.

"Haykal, kamu udah datang?" Tanya Bulan.

Bagaimana dia bisa tahu jika ada Haykal disampingnya?

Haykal menepuk pundak Bulan, "iya. Aku ada disini."

"Kal, kamu bawa siapa? Aku kok nyium parfume anak perempuan."

"Aku bawa sahabat aku, namanya Nada."

Bulan langsung mengulurkan tangannya. "Hai, aku Bulan."

Aku membalas jabatan tangannya. "Hai bulan, aku Nada."

"Lan, aku mau jaga kamu setiap hari. Aku mau kamu selalu ada disamping aku. Aku mau kamu selalu jadi orang pertama yang aku lihat saat aku bangun tidur. Dan maukah kamu menjadi istri aku?"

Bulan terdiam, mencerna kalimat yang terlontar dari bibir Haykal.

Dan detik berikutnya ia mengangguk. "Ya, aku mau."

Haykal ikut tersenyum dan memasangkan cincin pada jari manis Bulan.

Aku juga ikut tersenyum. Walaupun hatiku terus menjerit sakit. Biarlah perasaan ini hanya aku dan kota blue city yang mengetahuinya.

Dan hujan mulai turun bersamaan dengan air mataku.

Drabble Love In Blue CityWhere stories live. Discover now