"Selamat pagi Shan..." Boby tersenyum lebar, sedangkan Shania hanya menunduk tidak menatap Boby sama sekali.

Pada hari waktu Boby dan Elaine berada di rumah Shania dan suasana yang benar-benar bercampur aduk, entah kenapa Shania jadi menjauhi Boby bahkan enggan menatap Boby. Entah perasaan apa yang jelas saat ini jantug dan hati Shania sedang beradu domba ia sangat bingung, ia juga mulai berpikir apakah ia benar-benar jatuh cinta pada Boby? Ia juga berfikir tentang perasaan Elaine terhadap Boby.

"Shan tatap aku..." Boby Memohon.

"Sorry Bob, aku permisi dulu" Shania masih menunduk.

Perlahan Shania berjalan melawati Boby yang berada di depannya menuju tempat duduknya, semua temannya pun tidak bisa berbuat apa-apa mereka kembali ke tempat duduknya masing-masing. Boby berjalan menuju tempat duduknya yang di sampingnya sudah ada Shania tanpa melirik kearahnya.

Aku akan mencoba kembali Shan, aku akan berusaha buat kamu jadi Shania yang dulu bukan sekarang yang aku inginkan. Aku tau kamu sangat rapuh, Aku tau kamu masih sedih dengan kepergian Reyhan, Tapi tak lama lagi aku bakal buat kamu bahagia lagi seperti janjiku pada Reyhan, Aku sangat rindu senyum bulan sabitmu Shan. Batin Boby, sesekali ia melihat wajah samping Shania yang tertutup rambut tebalnya.

****

Bel pulang sekolah. Shania berjalan menuju parkiran, terlihat masih ada mobil Papinya yang dikendarai sang supir yang sudah berdiri di dekat mobil.

"Ci!" Panggil seorang gadis mungil dari arah belakang.

Shania berhenti sejenak."aku pulang bareng ci Shania ya? Tolong anterin aku pulang. Koh Mario tiba-tiba ada kegiatan mendadak"

Shania tersenyum."Iya. Mario juga udah chat Cici"

Keduanya berjalan memasuki mobil putih panjang milik Papi Shania.

"Pak Anter Celine dulu ya" Pinta Shania.

"Siap Non!"

Diperjalanan pulang menuju rumah tentenya Shania, sedari tadi di dalam mobil hanya ada keheningan. Shania yang membaca novel sedangkan Celine yang fokus memainkan Iphone miliknya, Celine memberanikan diri berbicara pada Cicinya tersebut.

"Ci!" Lirih Celine pelan.

"Ya?" Shania masih terfokus pada novelnya.

"Gelangnya baru ya? Dikasih sama siapa nih?" Tanya Celine. Mata Shania kini fokus dengan gelang pemberian Reyhan.

Shania menarik nafas panjang."Dari Reyhan"

Ia kembali fokus pada novelnya, seketika Celine langsung menunduk.

"Maaf Ci..."

Shania tersenyum."Gapapa. Eh udah sampai nih"

Celine keluar dari mobil tersebut."Thank ci Shania, nggak mampir dulu?" Shania menggeleng.

Seperti diterpa angin, setitik air mata Shania jatuh tepat mengenai novel yang ia pegang. Shania melihat kembali gelang pemberian dari Reyhan, memori otaknya terngiang kembali kejadiaan saat Reyhan memasangkan gelang tersebut di tangannya.

Shania mengusap air matanya."Pak ke rumah pohon"

"Maaf non. Saya di suruh tuan langsung pulang ke rumah" Tolak sang supir.

"Sebentar saja" Shania masih memaksa.

"Enggak bisa non. Nanti saya dimarahi oleh tuan" penolakkan kedua dari sang supir.

"Nanti biar Shania yang jelasin ke Papi" Jelas Shania.

"Aduh non maaf banget. Saya sudah diperintah oleh tuan" Sang supir masih bersih keras menolak perintah Shania.

"Sebentar saja pak, please... apa perlu Shania turun disini!" Ucap Shania memohon.

"Eh jangan non jangan... aduh tambah gawat lagi. Sebentar saja ya Non?" Shania mengangguk.

Mobil yang ditumpangi Shania menancap gas menuju rumah pohon. Shania kembali fokus pada novelnya sedangkan supir tersebut menerocos tapi dihiraukan oleh Shania. Setelah beberapa menit mobil yang di tumpangi Shania telah sampai di rumah pohon.

"Aduh... Non janji sebentar saja ya?" Tanya sang supir dengan wajah yang sangat khawatir karena takut di marahi oleh sang majikan.

Shania tersenyum."Iya pak iya. Tenang aja Papi gak akan marah"

"Duh non Shania... Kalo Tuan marah beneran gimana?"

"Shania yang akan tanggung jawab"

Shania mulai meninggalkan sang supir dan menuju rumah pohon. Satu-persatu ia menaiki tangga yang terbuat dari kayu, saat ia di pijakkan yang hampir sampai perlahan ia menarik nafas panjang.

Tiba-tiba angin berhembus kencang saat Shania telah sampai di atas rumah pohon terlihat jelas pajangan-pajangan foto Shania bersama Reyhan, ada juga yang bersama anak-anak panti. Shania terduduk di pojok rumah pohon, perlahan ia ambil satu figura waktu bersama Reyhan. Ia meratapi semua yang telah terjadi.

"Tuhan aku hanya minta satu permintaan. Jagalah Reyhan didekapmu Tuhan, selalu dekap dia dipelukanmu Tuhan" Setetes air bening lolos jatuh dipipi dari kedua sudut matanya yang indah.

Otaknya kembali terngiang tentang dirinya dan Boby, ia mulai berfikir apa yang ia lakukan terhadap Boby itu adalah benar? Apa ia yang egois? Hatinya bertanya-tanya.

"Ya Tuhan kenapa perasaan ini datang kembali. Tuhan kasih aku petunjuk, apa yang sudah aku lakukan terhadap Boby itu sudah benar?" Gumam pelan Shania.

"Apa aku ini benar-benar mencintai Boby? Seperti apa yang Boby bilang. Kenapa aku tiba-tiba menjauh dari dirinya. Tuhan aku mohon bantu aku... Apa ini permainan dari egoku?" Lagi-lagi Shania bergumam.

"Aku takut Tuhan, sungguh aku sangat takut" Air mata Shania masih terus mengalir.

Setelah beberapa menit Shania meratapi dirinya sendiri di rumah pohon, suara panggilan dari bawah rumah pohon menyadarkan Shania. Shania berlalu cepat mengusap air matanya dengan kedua tangannya.

"Non Shania udah jam 4 sore, Tuan juga udah tanya-tanyain non Shania!" Teriak sang supir.

"Iya Pak... sebentar lagi Shania turun!" Balas Shania.

"Saya tunggu di mobil ya Non"

Aku akan berusaha mencoba kembali seperti Shania dulu tanpa adanya Reyhan, tapi apa aku bisa Tuhan? Bantu aku Tuhan, temani aku Tuhan, aku memohon kepada-Mu. Batin Shania.


TBC

Fyi. Jangan lupa baca FF kolab dari author sama author IndraSeva "Crazy Love" cek work ya!

Maaf juga author updatenya lama ya? Hehe. Maaf ya... harap maklum.

What Can I Do For Someone?Where stories live. Discover now