1. Lamaran 🌟

234K 7.9K 1K
                                    

Jika kau tidak ditakdirkan dengan orang yang namanya sering kausebut dalam doamu. Mungkin kau akan disatukan dengan orang yang sering menyebutmu dalam doanya.

Anonim

⭐⭐⭐⭐

Kata orang, menunggu adalah hal yang paling membosankan di muka bumi ini, dan itulah yang dialami Bintang.

Sudah satu jam lebih ia menunggu kakaknya di bandara, dan sekarang belum sampai masuk mobil sang kakak malah asyik dengan smartphone-nya. Membicarakan training karyawan barulah, protes buruh yang minta kenaikan gajilah.

"Mas ... cepetan napa, ih! Mama udah ngomel-ngomel, nih," ujar Bintang sembari memainkan ujung sweater-nya yang kebesaran.

Hari ini kakak keduanya itu datang dari kota rantau, entah untuk urusan apa, tetapi melihat koper besar yang ia bawa bisa dipastikan ia akan cukup lama tinggal di Kota Semarang kali ini.

"Iya sabar .... ya elah!" Langit melangkah cepat, memutari mobil dan duduk di jok depan bersama Pak Tarno—supir keluarga mereka.

Bintang bersedekap. "Lama amat, sih?"

"Bawel amat, sih!" balas Langit.

Kali ini gadis itu menunjukkan ponselnya ke muka kakaknya. "Nih ya ... lima miscal dari mamah, ini belum termasuk chat. Bintang heran, deh. Biasanya mama nggak segininya."

Lelaki dengan potongan poni panjang itu menyugar rambutnya. "Udah nggak sabar ketemu sama anaknya yang paling ganteng kali."

Decihan panjang keluar dari mulut Bintang. "Ganteng kalau dilihat dari sedotan?"

"Dilihat dari sedotan aja ganteng, ya? Apalagi aslinya coba?"

"Dih! Pede gilak!"

Langit terbahak keras, tangannya menjulur ke kepala sang adik yang tertutupi kerudung merah jambu hingga menjadikannya berantakan.

"Ih! Mas ih!" Bintang menggerutu, menampilkan wajah menggemaskannya.

Ah, Langit selalu menyukai ekspresi itu.

Para kakak lelaki itu memang egois. Selalu senang mengganggu adik perempuannya, tapi tak pernah terima bila lelaki lain yang mengganggu adik mereka.

"Ya udah, jalan sekarang, yuk. Mas punya surprise buat kamu."

Surprise?

⭐⭐⭐⭐

Hanya perlu waktu tiga puluh menit untuk sampai di rumah bergaya minimalis mediterania bercat putih itu. Ada dua pilar di bagian depan yang menjulang tinggi sampai atap, sedangkan pintu masuknya terbuat dari kayu jati dengan motif ukir khas Jepara yang menambah kesan klasik.

Bintang mendorong pintu itu dan segera berlari masuk. "Assalamualaikum. Pah ... Mah ... Mas Asa ... I'm home," teriak Bintang, membuat Langit yang ada di belakangnya menggeleng maklum. Sudah tidak heran dengan tingkah laku adiknya yang terkadang aneh bin ajaib.

Bintang mengerling ceria ke mama dan papanya yang duduk berdampingan, ia mencium punggung tangan mereka dengan takzim.

"Tumben pada ngumpul-ngumpul?" tanya Bintang sembari cengar-cengir, menatap sang kakak pertama yang juga berada di sana.

Mengejar Cinta Halal [Firdaus Family 1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang