Chapter 10 : Romeo Jatuh Cinta?!

Start from the beginning
                                    

Suatu hari, aku dan Dela –salah satu teman satu timku- bermain satu lawan satu di lapangan. Entah karena aku yang sedang apes atau memang karena sudah menjadi garisan takdirku, aku melempar bola basket yang kami mainkan terlalu kencang hingga menyebabkan bola basket itu melayang tak sesuai sasaran. Bukannya masuk ke dalam ring, bola basket itu malah mendarat sempurna di kepala Romeo yang sedang lewat bersama dua sohibnya.

Tahu reaksi Romeo setelahnya? Menatapku tajam? Memelototiku? Pingsan? Mendadak lupa ingatan? Tidak!!! Ini lebih buruk. Di lapangan tepat di depan banyak orang, cowok itu memarahiku, membentakku, dan melemparkan kata-kata kasar andalannya. Untung saja dia tidak sampai memukulku. Aku yang tidak terima dipermalukan dan direndahkan dengan cara seperti itu balas memarahinya. Aku juga menyalahkannya atas insiden itu dan mengatakan padanya bahwa kalau lapangan memang fungsinya sebagai tempat main basket, bukan sebagai tempat yang bisa dia lewati sesuka hatinya hanya untuk tebar pesona.

Romeo membalas ucapanku dengan sengit, "Lapangan ini memang tempat main basket, tapi cuma untuk yang bisa main basket aja, bukan yang nggak becus model lo begini!"

Demi seluruh personil 5SOS, aku benar-benar sakit hati mendengar ucapannya itu. Dengan songongnya, tanpa berpikir dua kali, aku berkata padanya bahwa aku adalah salah satu kandidat calon kapten tim basket putri, jadi dia tidak boleh meremehkanku sesuka hatinya. Reaksinya? Romeo tertawa sinis dan langsung menantangku tanding basket satu lawan satu dengan dirinya. Kalau aku menang, dia akan melakukan apa saja kepadaku, termasuk jika aku memintanya untuk bersujud meminta maaf, tapi kalau aku kalah, aku harus mengundurkan diri sebagai calon kapten basket sekaligus keluar dari tim. Hasilnya jangan ditanya, aku kalah. Kalah dari Romeo yang notabene-nya adalah anak sepakbola, bukan anak basket sekolah.

Saat itu rasanya aku tidak keberatan kalau bangunan di sekolahku mendadak roboh dan menimpaku. Jangan ditanya betapa malunya. Benar-benar tak terjabarkan.

Sesuai kesepakatan, aku terpaksa mundur sebagai kandidat calon kapten tim basket putri dan juga keluar dari tim. Semenjak hari itu, aku sudah mendedikasikan seluruh hidupku untuk membenci Romeo. Segala pesona yang dia punya tak lagi mempan di mataku, bagiku dia tidak lebih dari cowok sombong sekaligus perusak image orang. Aku tak pernah memperdulikan keberadaannya sampai akhirnya aku harus berurusan kembali dengan cowok itu, kali ini sebagai babunya. Hidup memang kejam.

"Lho Kak, kenapa bola basketnya malah ditatap sambil ngerengut-rengut gitu?" Pertanyaan Kania membuyarkan lamunanku.

"Ah enggak. Lo tadi bilang mau belajar teknik dasar ya?"

"Iya."

"Teori atau langsung praktek?"

"Praktek, teori mah tinggal baca buku aja."

"Oke, kita mulai dari teknik dribbling ya. Tau kan dribbling? Dribble?" Aku langsung memantulkan bola basket di tanganku.

"Belajar shooting aja deh," sela Kania.

Aku memutar bola mata, "Ck, yaudah, shooting ya. Sebenernya teknik shooting itu ada beberapa macem, ada yang set shoot satu tangan, dua tangan, jump shoot dan ada juga lay up."

"Langsung praktek semuanya," kata Kania.

Kuhela nafas panjang dan langsung mempraktekkan gerakan shooting yang kukatakan padanya tadi. Huh, sebenernya aku capek banget, pulang dari berpergian jauh malah langsung main basket, belum lagi nanti malam aku harus keluar untuk mencari kado Calista. Sohibku itukan ulang tahunnya jatuh tepat hari esok.

"Ih keren banget Kak Kin, coba praktekkin yang lain."

Aku melengos, "Capek ah, gue baru pulang nih. Lagian kenapa juga sih kayak ngebet banget pengen belajar main basket?"

Resist Your CharmsWhere stories live. Discover now