CHAPTER 10: RISE OF A HERO

Mulai dari awal
                                    

Ghazul hanya memainkan tabung itu, mengocok-ngocok isinya hingga berputar membasahi dinding tabung, "Apa kau yakin ini bisamenyembuhkanmu, Sentinel."

"Menyembuhkanmu dari apa?" aku menatap pria bertopeng itu. Ia tak menjawab.

"Aku menemukannya di luar lab fisika kuantumku. Berjalan tak tentu arah, bingung hendak bertanya pada siapa tentang kondisi yang ia miliki."

"Kedua orang tuanya adalah peneliti. Laboratorium mereka meledak dan hanya ia yang selamat. Dan sejak itu, ia mendapatkan kekuatan istimewa itu. Kekuatan EMP." tambah Maya.

"Bukan meledak, namun diledakkan!" serunya, "Mereka dibunuh karena penelitian mereka!"

"Mengapa kau tak bergabung lebih lama bersama kami ... untuk mencari pembunuh orang tuamu dan membalaskan dendammu?"

"Bagaimana aku bisa yakin kau bukan pembunuhnya, Ghazul?" Sentinel menatapnya curiga, "Kau sejak dulu menginginkan penelitian EMP mereka!"

Ghazul tertawa, "Bukannya kau sendiri yang memberikan seluruh hasil penelitian mereka dengan balasan serum yang akan membuatmu normal kembali?"

"Berikan benda itu! sekarang!" serunya tak sabar, "Semua kekuatan plasma ini ... aku tak menginginkannya! Ini membuatku merasa seperti raja Midas yang menghancurkan semua yang kusentuh!"

Aku merasa tersentak mendengarnya.

Ia merasakan apa yang aku rasakan?

Kami bernasib sama, pikirku. Kami dan kekuatan kami. Itu kutukan.

Tidak, aku buru-buru menghapus pikiran itu.

Kekuatan ini bisa kupergunakan untuk menyelamatkan Minarti dari kekejaman orang-orang ini.

Mereka tengah bertengkar, ini adalah kesempatan yang baik.

Aku segera mengeluarkan hentakan listrik dari tanganku, namun Ghazul terlalu cepat. Ia mengibaskan tangannya, sementara perhatiannya masih tercurah pada Sentinel yang ingin memberontak. Segera, kandang itu mengeluarkan lecutan plasma bertegangan tinggi.

Listrik itu tak melumpuhkanku, namun sempat membuatku kecut hati.

"Jangan pikir kau bisa mengambil kesempatan! Superhero palsu sepertimu butuh ribuan waktu untuk mengalahkanku!" ucapnya geram, "Kandang inilah sumber pemancar EMP yang menjadi senjata kami. Kekuatanmu sama sekali tak ada apa-apanya di dalam sini!"

"Kekuatan kristal kunzite yang mengendalikannya dan membuatnya lebih kuat." Maya memamerkan cincin di jarinya."Kami tak butuh Sentinel sekarang untuk melakukan serangan EMP berkat kristal ini."

"Apa?" seru Sentinel murka, "Kalian berusaha menyingkirkanku?"

Namun kejutan lain terjadi.

Tiba-tiba aku melihat Minarti bangkit dan langsung menyergap Maya dari belakang.

"Gundala! Segera serang cincinnya!"

Ternyata semenjak tadi ia sudah tersadar dan menguping segala pembicaraan kami.

Aku segera mengulurkan jariku dan mengeluarkan sengatan listrik ke arahnya.

Wanita itu menjerit ketika listrikku menyambar cincinnya dan menghancurkan kilau kristal yang menjadi matanya. Kini kristal itu menghitam, kehilangan muatannya.

"TIDAK!" seru Ghazul. Namun serangan Sentinel segera membuatnya sibuk. Sementara bertempur dengan Sentinel, tanpa sadar Ghazul menjatuhkan serum anti petir ciptaanku itu. Aku segera meraihnya dan segera mengajak Minarti melarikan diri.

"Ayo, kita harus cepat pergi!" seruku.

"Tunggu!" Minarti segera merampas cincin lapis lazuli dari jari manis Maya yang kini tak sadarkan diri, "Sudah kubilang beribu kali ... ini milikku!"

Aku segera menggamit tangannya dan mengajaknya keluar dari kandang itu.

"Siapa kau? Bagaimana tadi kau tahu namaku?" tanya Minarti sepanjang perjalanan.

"Sancaka yang mengirimku. Ia meminta pertolonganku untuk menyelamatkanku!" paling tidak itu akan tetap membuatku terlihat seperti pahlawan di mata Minarti.

"Kalau kau bertemu dengannya, katakan bahwa aku tak bisa memaafkannya."

Langkahku terhenti dan aku melihat air mata menetes di pelupuk matanya,

"Beri tahu padanya bahwa aku takkan pernah memaafkannya karena meninggalkanku."

Aku hanya terdiam melihat ia tersedu. Aku memang telah meninggalkannya sendirian saat itu. Dan karena itu, ia ditangkap oleh gerombolan ini.

Ini salahku.

Kali ini aku mengecewakannya, jauh daripada sebelumnya.

Tiba-tiba aku mendengar suara bergelegar dari arah kandang yang mulai runtuh itu. Siapa pemenangnya? Ghazul ataukah Sentinel. Siapapun jawaranya, keduanya merupakan penyembah kejahatan. Aku tak bisa membiarkan mereka lolos dan membahayakan banyak orang.

Aku mengeluarkan segenap kekuatanku untuk meledakkan kandang itu.

***

Awang menatap ke langit. Sambaran petir mahadahsyat itu, ia tahu itu bukanlah sesuatu yang alami.

Cincinnya melacak bahwa ada manusia berkekuatan super di kota ini selain dirinya dan pengacau bernama Sentinel itu.

Lawan atau kawan? Awang tak tahu.

Matanya memperhatikan kilatan cahaya itu. Lalu ia memejamkan matanya, memperhatikan dengan seksama dengan telinganya kapan bunyi guntur akan terdengar.

Ini dia, pikirnya ketika mendengar gemuruh itu berselisih sekian milidetik saat ia melihat kilatannya.

Dengan saksama ia menghitung selisih waktu itu dan mengalikannya dengan kecepatan rambat bunyi di udara saat itu. Ada banyak faktor yang menentukan, termasuk kelembapan udara saat itu. Namun ia bisa memperkirakan jarak antara tempatnya berada sekarang dengan sumber petir itu.

Ketemu kau!

BERSAMBUNG

GUNDALA: SENTINELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang