Bagaimana bisa seorang Elizabeth jatuh hati dengan rampok amatiran yang gagal merampoknya dan dihabisi oleh massa?
Elizabeth, mahasiswa fakultas kedokteran semester 6. Namanya terkenal di seantero kampus. Semua mata memandang kearahnya walaupun dal...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dinda Kirana as Elizabeth
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Rizky Nazar as Ricco
***
Siang terik membuat semua orang di jalan merasa dahaga. Kemarau panjang telah tiba. Bahkan hembusan angin tidak terasa menyejukkan.
Elizabeth melihat ada seorang nenek tua dari kejauhan. Nenek itu seperti menjual sesuatu yang mampu melenyapkan dahaganya. Ia pun menghampiri nenek tua itu.
"Permisi, Nek. Nenek jual apa?" Tanya Elizabeth ramah. Nenek itu segera menyebutkan dagangannya satu-persatu.
"Saya beli es jeruknya aja, Nek, satu." Ujar Elizabeth sambil meletakkan buku di genggamannya ke meja jualan nenek itu. Ia juga meletakkan handphonenya, kemudian membuka tas kecil yang diselempangkan di bahunya. Ia membuka dompet dan mencari selembar uang lima ribu rupiah. Kemudian ia menerima jus jeruknya.
"Oiya, Nek. Kalau ini apa?" Tanyanya sambil menunjuk kue basah yang menurutnya asing. Adiknya akan menyukai kue itu, pikirnya.
"Ini klepon. Dalamnya isi gula merah." Jawab nenek itu.
"Oh, kalau begitu saya beli 5 saja, Nek." Ujar Eliz sambil meletakkan jus itu di dekat handphonenya, kemudian kembali membuka dompet.
Tiba-tiba ia terdiam. Kepalanya masih menunduk. Ia melihat laki-laki yang baru saja berdiri di sebelahnya memasukkan handphone yang tadi ia letakkan di meja di atas buku-bukunya ke dalam saku.
Seperti terhipnotis, ia diam memperhatikan handphonenya yang masih mengintip sedikit di kantong jeans laki-laki itu. Tidak, ini bukan hipnotis. Ia takut laki-laki itu mengeluarkan benda tajam yang akan mencelakainya jika ia meneriaki laki-laki itu.
"Jadi sepuluh ribu semuanya." Nenek tadi mengalihkan pandangannya. Ia mendongakkan kepala setelah menemukan satu lembar lima ribuan lagi.
"Terima kasih." Ucap nenek itu sambil tersenyum. Eliz membalas senyum sambil menerima sebungkus jajanan pasar itu. Tanpa ia sadari, laki-laki itu sudah menghilang dari sebelahnya.
Ia memandang jauh kearah kanan. Menemukan seorang laki-laki berjalan dengan jus jeruk di tangannya. Ia melihat sekeliling. Ada pangkalan ojek. Mungkin ojek-ojek itu bisa membantunya.
"Maling! Pak, tolong handphone saya dimaling!" Teriak Eliz pada ojek itu. ●●●● "Lo sih, pake acara nilep-nilep handphone gue. Trus kabur gitu aja bawa jus jeruk yang baru gue seruput." Protes Eliz sambil mengelap luka lebam di wajah Ricco. Pemilik luka kadang mengaduh kesakitan, tapi sesekali ia terus membela diri.
"Emangnya lo nggak sadar apa kalo itu gue."
"Ya enggaklah, Bloon!" Sahut Eliz sambil menoyor jidat Ricco yang membuatnya mengaduh di paha Eliz. Wanita itu menertawakannya sambil menunduk melihat Ricco dengan wajahnya yang meringis.
"Pelan-pelan napa. Nggak niat banget sih lo bersihin luka gue. Ini kan gara-gara lo juga." Protes Ricco sambil menatap Eliz diatasnya. Wajah sewotnya membuatnya terlihat lebih laki-laki.
"Kebanyakan protes lo, gue suntik juga lama-lama." Ancam Eliz sambil meraih suntikan di kotak P3K di meja di hadapannya.
"Gue tadi tuh cuma niat mau minta jus jeruk lo. Trus iseng pengen ngerjain. Tapi lo nya sensian gitu. Kalo mau protes kan bisa pas gue masih di sebelah lo. Jangan malah teriakin gue pas udah jauh." Protes Ricco lagi.
Eliz tertawa teringat kejadian tadi saat ia tegang berada di sebelah Ricco. Ia fikir, laki-laki itu akan mengeluarkan senjata tajam jika ia meneriakinya.
"Gue kan nggak tau kalo itu lo. Buat ngeliat muka lo aja gue takut."
Ricco bangkit dari tidurnya. Ia membuka kaos putih yang sudah kotor ulah tukang ojek tadi. Mereka membuatnya babak belur hingga Eliz meminta ojek itu berhenti karena Eliz merasa kasihan. Siapa sangka ternyata maling itu teman sekelasnya di SMA yang sekarang kuliah di kampus yang sama?
"Udah buka baju nih. Mau lo apain?" Tanya Ricco sambil melempar kaosnya ke sofa di sebelahnya. Sedangkan Eliz masih terbengong melihat tatto di punggung Ricco.
"Heh! Ngapain lo bengong? Jangan-jangan lo diem-diem mengagumi gue ya! Ngaku!"
"Ih, apasih. Ge-er banget, lo! Amit-amit jabang bayi, deh! Gue ngeliatin luka lo. Ini pada memar nih punggung lo." Elak Eliz kemudian. Ia menyentuh lembut luka di punggung atas dekat leher.
"Aww! Sakit!" Jerit Ricco.
"Yaelah, lebay banget. Cuma gue sentuh. Pengen tau seberapa parah." Sahut Eliz kemudian meraih kotak P3K dan melayani pasiennya.