dua

6.1K 531 13
                                    

"Rea"

"Ya bu, aku bangun"

Rea. Rea Agustin. Anak kedua dari tiga bersaudara. Rea dengan segala macam aktifitas di kamarnya. Rea dengan rambut pendek sebatas bahu berwarna hitam. Rea dengan segala kelebihan memainkan jaringan-jaringan. Rea dengan segala kediamannya. Rea dengan segala kecerdasan mengatur strateginya. Dan Rea dengan segala kelebihannya.

"Makan malam Ka Re" itu adiknya

Fandy Septian. Entahlah apa yang ibunya pikirkan memberi nama pada anaknya yang berakhiran dengan nama bulan lahir dari masing-masing anak. Mengingat bulan lahir? Mungkin.

"Ya Fan"

Rea keluar dari ruangannya. Ruangan pribadi dan khusus miliknya. Bahkan ruangan itu memiliki kode akses untuk dirinya sendiri.

Walaupun keluarganya sangat sederhana tapi ayahnya yang selalu saja memanjakan Rea dengan membelikan apapun yang Rea mau.

Tapi untuk Rea itu terlalu berlebihan. Rea bisa saja membelinya sendiri. Uang di tabungannya lebih dari cukup. Dia bekerja tanpa keluar keringat bahkan tidak keluar dari ruangan pribadinya. Dia hanya memblok jaringan dan mengambil file. Sederhana saja menurut Rea.

Kini Rea tengah ada di ruangan makan bersama keluarga hangatnya. Rea dengan pendiamnya hanya diam dan menjawab apa yang ditanyakan kepadanya dengan seadanya. Tidak mau berbasa-basi ataupun memanjangkan kalimatnya.

"Bagaimana sekolahmu Re?" itu ayahnya. Tomy.

"Baik saja Yah" ucap Rea sekenanya

Ayahnya hanya mengangguk menanggapi perkataan anaknya yang singkat itu.

"Bagaimana denganmu Fan?" lanjut ayahnya setelah menyuapkan nasinya

"Baik, aku akan mengikuti olimpiade matematik di sekolah. Bagaimana menurut ayah?" ucap Fandy yang sangat antusias

Fandy. Anak berumur 14 tahun. Dengan kecerdasan yang diturunkan oleh ayahnya juga ibunya.

Ayahnya kembali mengangguk, "Bagus. Ayah akan datang saat kamu olimpiade"

"Janji?"

"Tentu" Tomy mengusap kepala Fandy sambil tersenyum membalas senyuman Fandy yang lebar.

"Bagaimana dengan anak sulung Ibu?" ucap Ibunya lembut

"Bu, aku bukan anak kecil lagi" ucap Bara kakak pertama Rea.

Bara dengan nama lengkap Abara Febryan. Umurnya 20 tahun. Tengah menempuh pendidikan dokter.

Pekerjaan ibunya membuat dia ingin mengikuti pekerjaan ibunya itu. Entahlah. Dia hanya tidak tega melihat ibunya kelelahan akibat pekerjaannya. Jadi dia ingin menggantikan ibunya dengan menempuh pendidikan ini.

"Bar" ucap ayahnya

"Baik-baik" Bara menghela nafas lalu menelan makanannya

"Baik bu. Aku sedang menyusun tugas akhir. Do'akan saja tahun ini lulus"

Bara memang mengambil semester cepat. Sejak dulu sekolahnya memang dipercepat. Dia melepas seragam putih abu-abunya pada umur 16 tahun kurang.

Harusnya Rea juga sama. Tapi Rea tidak mengambil jalur cepat itu. Menurut Rea nanti juga dia lulus. Untuk apa mengambil jalur cepat?

Hening. Mereka hanya menikmati makanan yang di sajikan. Hanya dentingan sendok dengan piring yang terdengar.

Rea teringat sesuatu, Rea mendengar berita. Sejak 4 bulan yang lalu spy academy kedua telah dibuka. Dirinya tertarik untuk ikut mendaftar.

"Bu" ucapnya kecil

"Ya Nak?" jawab ibunya tersenyum senang karena tidak biasanya Rea membuka pertanyaan.

"Bolehkah aku melanjutkan sekolah?"

"Kamu harus melanjutkan tentu saja Re" ucap ibunya "Kau mau mengambil jurusan apa? Dan dimana?"

"Spy Academy 2?"

Semuanya terdiam. Bara yang tadinya mengunyah makanannya berhenti. Semuanya berpandangan satu sama lain lalu melirik ke arah Rea.

"Ada yang salah?"

***

"Re, lanjut sekolah?" itu Lucas

Mereka -Rea dan Lucas- sedang berjalan di pinggir kota. Rea yang biasa berjalan sendiri memang merasa terganggu adanya Lucas disampingnya.

Rea hanya mengangguki pertanyaan Lucas tadi.

"Dimana?"

"Luke please"

"Re please"

Rea menghentikan langkahnya saat suara menyebalkan Lucas keluar dari mulutnya.

"Okey okey, aku akan tutup mulut"

Lucas merangkul Rea dan kembali berjalan. Tidak ada penolakan ini membuat Lucas tersenyum. Dia memang biasa merangkul Rea, dia memang biasa menggenggam tangan Rea, dia memang biasa menjahili Rea, dia memang biasa bersama Rea. Dan kebiasaan itulah yang membuat Lucas jatuh pada Rea.

Mereka ada di atas bukit. Melihat pemandangan yang merupakan kesukaan Rea. Rea tersenyum sangat tipis sambil memejamkan mata. Menikmati belaian angin yang menyentuh wajahnya.

Lucas tersenyum menikmati pemandangan. Bukan. Bukan pemandangan di bawah bukit. Tapi pemandangan di depannya. Rea.

Entahlah sudah berapa lama dia menyukai Rea. Tapi dirinya hanya mengaguminya sejauh ini. Dia tidak berani mengatakannya. Dia takut Rea akan menjauhinya saat tau bagaimana Lucas menganggap Rea. Lebih dari teman dan sahabat pastinya.

"Re-" ucap Lucas tersendat

"Hmm" Rea menjawab hanya dengan gunaman

"Aku akan melanjutkan sekolah Re"

Rea membuka matanya. Dia membelokkan pandangannya. Dia memandang Lucas disampingnya.

"Kau tau, Tara. Lulusan Spy Academy pertama?"

Rea mengangguk menjawab pertanyaan Lucas. Tentu saja tau. Lucas sering kali menceritakan. Tapi Lucas selalu mengingatkan bahwa itu rahasia. Lucas tersenyum kecil. Entahlah tanda apa.

"Menurut Tara, akademi kedua sudah di buka pendaftarannya" ucap Lucas menunduk lalu wajahnya mengangkat menatap manik mata Rea "Aku tertarik masuk kesana Re"

Rea diam. Tak bergeming. Matanya masih menatap mata Lucas.

"Mm, bagaimana menurutmu Re?" ucap Lucas menghentikan lamunan Rea.

"Aku masuk ke sana juga" ucap Rea kecil setelah dia memalingkan wajahnya dari mata Lucas

"Ap..ap..kau...kau tidak bercanda Re?"

Rea menggeleng.

Tidak di sadari Rea, Lucas tersenyum senang.

"Jadi kapan kau akan mendaftar?"

FREEDOMWhere stories live. Discover now